Januari 2011


 

         Rasa bahagia merupakan ekspresi rasa puas atas tercapainya suatu harapan atau cita-cita. Baik itu yang menyangkut diri kita langsung atau tidak langsung karena keberhasilan orang lain. Ibnu Abbas ra menyampaikan pesan ada tujuh indikator tentang kebahagian yakni hati yang selalu bersyukur; pasangan hidup yang soleh/soleha; anak yang soleh/soleha; lingkungan kondusfih untuk membangun iman; memperoleh dan membelaanjakan harta yang halal; semangat untuk memahami agama; dan umur yang baroqah. Dengan indikator seperti itu maka makna suatu kebahagiaan bisa dikelompokkan sebagai berikut.

1. Kebahagiaan hakiki sebagai rahasia Allah. Kebahagiaan di dunia ini sifatnya sangat sementara. Kepuasan seseorang cenderung dirasakan selalu kurang. Karena itulah yang dicarinya lebih berorientasi pada unsur-unsur kebahagiaan dari harta, kekuasaan, dan alam pikiran sesaat dan sangat situasional. Unsur-unsur itu sendiri tidak akan dibawa sebagai sumber kebahagiaan kelak ketika yang bersangkutan sudah meninggal dunia. Sementara kebahagiaan di akhirat kelak bersifat abadi. Disitulah ukuran-ukuran perilaku yang berdasarkan keimanan, ketaqwaan, dan amal soleh seseorang akan terukir dalam bentuk kebahagiaan abadi di akhirat. Menurut al-Ghazali, puncak kebahagiaan pada manusia adalah jika dia berhasil mencapai ma’rifatullah", yakni telah mengenal Allah SWT.

2. Kebahagiaan sebagai hukum alam. Setiap orang siapapun dia memiliki kebahagiaan tertentu. Kebahagiaan seperti halnya kegelisahan, keresahan, dan kesusahan pada dasarnya bagian dari nasib yang kita terima dari hasil jerih payah untuk melakukan sesuatu. Ia sudah merupakan hukum alam. Semakin baik kita berupaya di jalan Allah untuk mencapai sesuatu maka semakin terbuka tercapainya keberhasilan suatu tujuan yakni kebahagiaan.

3. Kebahagiaan sebagai wujud syukur. Konon orang yang berbahagia adalah mereka yang pandai bersyukur atas segala nimah yang diterima dari Allah. Setiap perbuatan selalu didasarkan pada harapan memeroleh ridha dari Allah. Berapa pun derajad kepuasan dari sesuatu selalu disyukuri. Sementara segala musibah dihadapinya dengan kesabaran dan selalu berharap memeroleh kebahagiaan. Tidak dengan perilaku ingkar dan mungkar. Jadi berbahagialah dalam situasi apapun.

4. Kebahagiaan diraih dari ilmu. Allah memerintahkan manusia memperhatikan dan memikirkan tentang fenomena alam semesta, termasuk memikirkan tentang dirinya sendiri. Semua itu antara lain dijalankan dengan memerbanyak penguasaan ilmu termasuk tentunya ilmu atau pengetahuan agama. Dengan ilmu mengantarkan seseorang kepada peradaban dan kebahagiaan. Dia akan selalu ikhlas dan ridha menjalankan perintah-perintahNYA dengan penuh kebahagiaan.

5. Berbagi kebahagiaan. Mereka yang memeroleh kebahagiaan akan menjadi mulia ketika membagi kebahagiaan itu buat orang lain. Saya yakin orang seperti itu bakal menjadikan dirinya semakin bahagia. Senyum atau ramah saja kepada orang lain, itu adalah bentuk berbagi kebahagiaan. Kebahagiaan yang datangnya dari Allah sebagai suatu titipan dikembalikan dalam bentuk syukur dan buat orang lain. Disinilah dibutuhkannya sifat empati dan simpati setiap insan.

        Setiap orang pernah berbahagia. Jalan untuk mencapainya macam-macam. Semakin lurus berperilaku semakin terbuka peluang untuk memeroleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Namun yang sudah pasti seseorang bakal semakin berbahagia ketika mau berbagi kebahagiaan itu kepada lingkungannya. Di sisi lain mengapa ada orang yang sulit sekali merasa bahagia. Jawabannya adalah karena orang itu kurang pandai bersyukur dalam menerima nasib apapun. Selain itu kurang berupaya keras dan ikhlas, dan jauh dari mengharap ridha-NYA dalam menjalankan setiap sisi kehidupan ini.

 

      Iklim kerja yang nyaman merupakan harapan semua elemen organisasi tidak kecuali di lingkungan perusahaan. Kondisi kerja yang nyaman dicirikan oleh hubungan sosial antarmitra kerja yang baik seperti terjalinnya kerjasama, dan kecilnya konflik yang terjadi. Dalam konteks praktek kerja para karyawan memiliki kedisiplinan dan komitmen kerja tinggi yang didukung dengan kepemimpinan bergaya membangun motivasi dan kemitraan. Selain itu kenyamanan suasana kerja bisa terujud karena kentalnya suasana spiritual .

      Suasana spiritual tercermin dari adanya interaksi antarpelaku organisasi yang positif dan dinamis. Mereka memiliki pandangan yang cenderung  sama yakni bekerja itu adalah ibadah. Pemahamannya bahwa bekerja bukan saja sebagai salah satu jalur untuk menciptakan kesejahteraan namun sebagai bentuk pengabdian pada Allah, keluarga, masyarakat dan tentu saja pada organisasi. Dalam konteks kinerja maka pemahaman tersebut disebut sebagai kecerdasan spiritual (SQ).

      SQ mempunyai kaitan dengan kreativitas. Tetapi kreativitas di sini juga terkait dengan masalah nilai. Dikatakan bahwa SQ memungkinkan manusia menjadi kreatif, mengubah aturan dan situasi, bermoral baik, menentukan baik dan jahat, memberi gambaran atau bayangan kemungkinan yang belum terwujud. SQ adalah kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya. Kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan ini tidak hanya untuk mengetahui nilai-nilai yang ada, tetapi juga untuk secara kreatif menemukan nilai-nilai baru (Abdullah, 2005).

       Menurut Sinamo (2005), SQ (Spiritual Quotient) adalah proses-proses transendensi (penyeberangan, pelampauan) terutama dari wilayah material menuju wilayah spiritual. Dalam hal ini kerja tidak lagi dimaknai hanya sekadar kegiatan mencari nafkah tetapi dihayati sebagai amal bagi sesama dan ibadah kepada Tuhan. Untuk itu kita perlu mempertebal iman dan taqwa, membangun akhlak dan pekerti yang mulia dan terpuji, serta mengutamakan berkah dan perkenan Tuhan agar hidup kita lebih bermakna, penuh sukacita dan damai sejahtera, sehinga sukses dunia akhirat.

       Dalam rangka membangun kehidupan spiritual di lingkungan kerja maka sebaiknya manajer atau bahkan manajemen puncak menjadikannya sebagai misi dan program perusahaan. Banyak jalur untuk itu antara lain dalam bentuk pelatihan tentang pemaknaan dan penerapan kecerdasan spiritual (SQ) dalam hubungan sosial dan dalam pekerjaan. Kemudian diskusi-diskusi kelompok juga bisa diadakan secara rutin dan terprogram. Mengikut sertakan para manajer dan karyawan dalam seminar-seminar yang bertemakan hubungan kinerja dengan SQ sangat dianjurkan. Bahkan dalam rangka upaya meningkatkan iman dan takwa, perusahaan pun ada yang mengirimkan para manajer dan karyawan untuk menunaikan ibadah haji dan umroh.

 

        Membangun suatu tim kerja yang dilakukan manajer tidaklah gampang. Pasalnya karena di dalam suatu tim berisi para anggota atau karyawan yang memiliki karakter atau kepribadian yang unik dan heterogen. Disitu akan terdapat perilaku karyawan yang memiliki kematangan emosi sampai ke yang kurang dewasa. Ada yang sangat trampil dan ada yang masih baru belajar. Dan ada karyawan yang sangat rajin sampai yang sangat malas. Ada yang sangat disiplin dan ada juga yang kurang bertanggung jawab, dsb. Karena itu semakin heterogen kondisi karyawan, semakin kompleks permasalahan maka semakin panjang waktu yang dibutuhkan manajer untuk membangun tim kerja yang tangguh. Ketangguhan tim akan dicirikan oleh kemampuan tim dalam menerapkan fungsi-fungsi manajemen yang efektif dan efisien yang didukung oleh kualitas manajer dan anggota tim yang tinggi.

       Kekuatan masing-masing individu dalam tim tidak diposisikan sebagai sesuatu yang eksklusif dan tidak hanya dalam satu segi saja. Bisa jadi tiap karyawan memiliki lebih dari satu kekuatan dan bersifat inklusif. Dengan kata lain terjadi kohesif atau kesatu-paduan yang kuat antara manajer dengan karyawannya dan antarkaryawan dalam mengelola tim kerja. Semuanya dikoordinasi oleh seorang manajer sebagai pemimpin tim. Dalam prakteknya, menurut Tom Rath dan Barry Conchie (2008, Stengths based Leadership), agar kepemimpinan manajer bisa diterima oleh para anggota tim maka paling tidak ada empat komponen kekuatan yang dibutuhkan seorang manajer yakni:

  1. Dalam melaksanakan program tim seperti peraih prestasi, pengatur, percaya, taatasas, disiplin, tenang dan berhati-hati, focus, tanggung jawab, dan mampu menyegarkan suasana kerja. Manajer dengan kekuatan eksekusi ini memiliki kemampuan untuk menterjemahkan dan memroses setiap gagasan menjadi kenyataan untuk mencapai tujuan organisasi;
  2. Dalam memengaruhi orang lain seperti dalam hal keaktifan, komando, komunikasi, kompetisi, pemaksimum, jaminan diri, kemanfaatan, dan pembujuk. Dalam hal ini manajer mampu menjalin atau menjangkau karyawan yang lebih luas. Manajer mampu menjual ide tim ke dalam dan keluar organisasi. Manajer bertipe ini biasanya bertanggung jawab, mampu bicara dengan meyakinkan, dan didengar oleh anggota tim. Para karyawan merasa nyaman dengan kepemimpnan manajer dan selalu siap untuk terlibat dalam tim;
  3. Dalam membangun hubungan seperti kemampuan beradaptasi, penghubung, pengembang, empati, harmoni, individualisasi, dan berpikir positif. Manajer diposisikan sebagai perekat kebersamaan tim. Selain itu manajer mampu menggerakkan tiap individu karyawan dalam mengembangkan enerji positif tim kerja. Konflik-konflik bias ditekan sekecil mungkin. Dengan kata lain keharmonisan dapat dibangun.
  4. Dalam berpikir strategis seperti kemampuan analisis, kontekstual, pemikiran kedepan, gagasan, input, pembelajar, dan strategis. Manjer mendorong agar tiap individu dalam tim bekerja dengan fokus pada apa yang dapat dikerjakan. Untuk mampu dihasilkannya keputusan yang layak maka dibutuhkan kemampuan mengabsorsi dan menganalisis informasi serta rincian fenomena sebab-akibat. Antara lain juga digunakan untuk memrakirakan kondisi masa depan.

        Keberhasilan dalam menerapkan kepemimpinan tim kerja yang kuat merupakan fungsi dari mutu manajernya. Semakin tinggi mutu manajer dicirikan dengan semakin besarnya kekuatan kepemimpinannya. Kekuatan itu mencakup empat domain yakni aspek-aspek eksekusi, memengaruhi individu karyawan, membangun hubungan, dan berpikir strategis. Keempat domain itu tidak berdiri sendiri tetapi saling memerkuat (sinergis).

 

        Tidak dapat dipungkiri dunia bisnis dalam era global ini dihadapkan pada proses perubahan yang begitu cepat dan rumit. Untuk itu kebutuhan akan perubahan yang dinamis dalam berbagai hal seperti visi, misi, tujuan dan sistem berpikir menjadi hal pokok yang harus dimiliki perusahaan. Dalam konteks organisasi belajar, setiap individu organisasi bisnis harus memiliki komitmen dan kapasitas untuk belajar pada setiap tingkat apapun dalam perusahaannya. Dengan kata lain setiap pekerjaan harus mengandung unsur pembelajaran yang semakin aktif.

        Sebagai manajer, dia bersama karyawan seharusnya terdorong untuk selalu melakukan kajian dengan menghasilkan gagasan-gagasan baru dan mengkontribusikannya pada perusahaan. Sikap manajer yang mungkin selama ini begitu toleran terhadap setiap kesalahan karyawan manajer patut diubah. Manajer harus mengambil posisi untuk mencegah terjadinya resiko besar dari suatu kesalahan kerja. Memang suatu ke berhasilan biasanya didasarkan pada kegagalan yang pernah dialaminya. Namun manajer harus mengevaluasi setiap kegagalan dan melakukan evaluasi diri.

        Fungsi manajer adalah lebih sebagai innovator manajemen dan sekaligus perancang ketimbang hanya sebagai penyelia. Dalam hal ini manajer harus mendorong para karyawan untuk menciptakan gagasan baru, sekecil apapun, dan mengkomunikasikan gagasan-gagasan tersebut ke karyawan lain. Selain itu hendaknya manajer mendorong karyawan untuk mengerti keseluruhan pekerjaan dan permasalahannya, membangun visi kolektif dan bekerja bersama mencapai tujuan perusahaan.

 

        Memantau (monitoring) adalah proses mengamati karyawan yang sedang bekerja baik dilihat dari kinerja proses maupun kinerja hasilnya. Tujuan utamanya adalah mencegah terjadinya penyimpangan pekerjaan yakni antara fakta dan standar perusahaan. Dengan demikian secara dini perusahaan bisa mengambil tindakan terbaik untuk mengatasi penyimpangan kerja yang lebih luas. Untuk itu maka dalam pemantauaan perlu dilihat dari segi-segi apa yang dipantau, bentuk pemantauan, kapan dilakukannya, dan hubungannya dengan evaluasi kinerja perusahaan. Agar berjalan lancar maka pemantaaun seharusnya sudah menjadi kegiatan rutin perusahaan dan diketahui oleh semua karyawan.

        Pemantauan terhadap karyawan yang sedang bekerja dapat dilihat dari beberapa segi. Yang pertama adalah proses pekerjaannya apakah sesuai dengan prosedur operasi standar atau tidak. Kalau ada penyimpangan apa penyebabnya, kapan itu terjadi, dan apa yang sudah ditangani karyawan. Hal kedua adalah mengamati apakah semua karyawan di unit itu bekerja. Kalau ada yang tidak perlu diketahui siapa saja dan mengapa tidak bekerja. Tentunya juga tingkat kedisiplinan dan komitmen karyawan. Yang ketiga adalah apakah selama bekerja terjadi konflik antara karyawan dengan manajer atau mandor dan antarkaryawan sendiri. Mengapa hal itu bisa terjadi dan apakah mengganggu proses pekerjaan dan hasilnya ataukah lancar-lancar saja.

        Bentuk pemantauan dapat berupa pengamatan langsung, memelajari laporan harian, dan kombinasi keduanya. Bisa tertulis dan tidak tertulis. Pengamatan langsung sangat bermanfaat karena ketika itu pula dapat dilakukan pengendalian agar tak terjadi penyimpangan yang semakin melebar. Sementara kalau hanya dengan memelajari laporan harian kurang efektif karena tidak melihat langsung apa yang terjadi. Yang ideal adalah kombinasi keduanya. Selain langsung mengetahui apa yang terjadi juga diperkuat dengan catatan lengkap. Untuk itu maka aspek-aspek yang dipantau antara lain meliputi jam masuk kerja, proses pekerjaan, kerusakan hasil, lamanya proses pekerjaan, hubungan sosial, kondisi kesehatan karyawan, dan jam akhir kerja.

        Pemantauan terhadap karyawan yang sedang bekerja dapat dilakukan secara terencana atau regular dan tidak regular. Secara terencana artinya pemantauan dilakukan berdasarkan pertimbangan apa yang ingin dituju dan apa manfaatnya, apa saja yang dipantau, metode dan tekniknya, siapa saja yang memantau dan yang dipantau, dan pelaporannya. Pemantauan yang dilakukan secara terencana dan regular dapat dilakukan setiap hari atau mingguan. Hal ini sangat bergantung pada proses pekerjaan. Kalau ada permintaan konsumen dan pelanggan agar hasilnya bisa cepat dipenuhi maka pemantauan dilakukan secara intensif. Kalau perlu dilakukan satu hingga dua jam sekali. Kalau proses pekerjaan yang sifatnya rutin bisa dilakukan satu-dua hari sekali. Apalagi kalau para karyawannya relatif sudah berpengalaman dan sangat trampil kerja. Sementara itu pemantauan tidak reguler dilakukan secara mendadak misalnya kalau ditemukan adanya masalah yang dihadapi di unit kerja tertentu.

        Hasil pemantauan dapat digunakan perusahaan untuk keperluan jangka pendek atau segera dan jangka relatif menengah dan panjang. Akumulasi dari hasil proses pemantauan diolah untuk dijadikan bahan evaluasi kinerja perusahaan. Umpan balik dari hasil pemantauan dan evaluasi kemudian dijadikan dasar dalam penyusunan rencana strategi bisnis yang baru sekaligus penyusunan  dukungan sumberdaya manusia dan infrastrukturnya. Termasuk didalamnya adalah perbaikan manajemen sumberdaya manusia seperti perekrutan dan seleksi karyawan baru, pelatihan dan pengembangan, strategi pengembangan karir, manajemen kompensasi, manajemen kinerja, dan pemutusan hubungan kerja.

 

       Perilaku manusia termasuk karyawan secara keseluruhan tidaklah homogen. Ada saja perbedaan sifat karyawan satu dengan yang lainnya. Coba saja kita lihat dalam kesehariannya. Ada karyawan yang begitu harmoni dengan lingkungan kerjanya termasuk dengan manajernya. Kepercayaan dirinya cukup tinggi dan wajar. Bekerja dengan disiplin dan keras serta cerdas. Sementara di pojok tertentu ada sekumpulan kecil karyawan yang sulit bergaul dengan sesama rekan kerjanya. Sepertinya tak ada gairah dan suka menyalahkan orang lain. Dalam kondisi seperti itu kinerjanya pun di bawah standar. Ini berarti ketika perusahaan punya masalah maka karyawan bersangkutan merupakan bagian dari masalah perusahaan. Sementara karyawan kelompok pertama pantas disebut sebagai bagian dari solusi.

        Setiap karyawan di perusahaan seharusnya terikat pada organisasi secara kuat. Artinya mulai dari pemahaman luas tentang visi dan misi perusahaan juga memiliki kedisiplinan kerja yang tinggi. Dengan demikian ketika perusahaan sedang bermasalah misalnya kinerja beberapa bulan terakhir menurun maka seharusnya karyawan ikut berupaya untuk mendongkrak kinerja organisasi. Apalagi kalau asal muasal timbulnya masalah dari sumber internal perusahaan termasuk masalah kedisiplinan, semangat atau motivasi dan ketrampilan kinerja karyawan. Apa yang harus dilakukan karyawan?

       Katakanlah manajer telah berupaya melakukan pendekatan peningkatan motivasi dengan membangun hubungan kerja yang harmonis, mengevaluasi manajemen kompensasi, dan pelatihan dan pengembangan. Namun dari sisi lain proses tersebut tidak serta merta akan cepat meningkatkan kedisiplinan dan kinerja karyawan. Karena itu dengan berpikir bahwa kemajuan perusahaan adalah berarti kemajuan untuk semua maka karyawan pun harus pula mengoreksi diri. Tidak mungkin upaya peningkatan kinerja hanya datang dari upaya perusahaan saja. Karyawan harus segera mengevaluasi diri tentang kedisiplinan, ketrampilan dasar bekerja, efisiensi waktu kerja, dan citra dirinya. Hal ini penting misalnya ketika perusahaan sedang dan akan menghadapi persaingan bisnis yang tak mudah dielakan.

       Kedisilpinan karyawan merupakan unsur utama dalam mencapai keberhasilan atau kinerja perusahaan. Membangun kedisiplinan tidak cukup dilakukan oleh perusahaan saja. Justru yang paling efektif adalah dilakukan sendiri oleh karyawan secara sadar. Disiplin tinggi akan menguntungkan karyawan. Sebab dari sini karyawan akan memeroleh kepercayaan diri yang semakin tinggi untuk bekerja dengan lebih baik. Selain itu tentunya akan merupakan perhatian yang lebih khusus lagi bagi manajer dalam memberikan penghargaan, apakah berbentuk kompensasi finansial ataukah non-finansial. Nah dalam konteks ini kedisiplinan tinggi harus diikuti atau dilekatkan dengan kecerdasan dan keikhlasan dalam bekerja.

       Kecerdasan karyawan dapat ditingkatkan melalui pendekatan penguasaan ketrampilan-ketrampilan dasar bekerja. Dengan ketrampilan tinggi maka kinerja pun diharapkan dapat meningkat. Untuk itu para karyawan hendaknya memanfaatkan setiap kegiatan pelatihan yang diselenggarakan perusahaan. Di sisi lain karyawan pun tekun terus untuk belajar sendiri. Dalam hal ini karyawan jangan segan-segan berkonsultasi dengan manajer atau dengan para senior yang sudah memiliki ketrampilan dasar yang tinggi. Sekaligus juga menujukkan pada manajer bahwa karyawan sangat serius untuk meningkatkan kinerja perusahaan sekaligus ingin menjadi bagian solusi masalah.

       Selain aspek-aspek kedisiplinan dan ketrampilan dasar maka citra diri karyawan pun memegang peranan signifikan. Dalam hal ini citra di depan sesama rekan kerja dan juga manajer. Karyawan hendaknya mampu membangun suasana kerja yang nyaman. Caranya? Yakni antara lain dengan memerbaiki cara berkomunikasi, menahan emosi untuk tidak marah berlebihan, sifat bersahabat dengan siapapun, dan tentunya meningkatkan kinerjanya. Efek dari pendekatan ini niscaya dalam bentuk penghargaan dari lingkungan kerja internal. Pasti orang-orang di sekitarnya akan merasa senang bekerja dengannya. Selain itu citra diri juga dibangun ketika melayani pihak pelanggan atau konsumen. Kemampuan berkomunikasi verbal dan nonverbal sangat dianjurkan. Dengan demikian para pelanggan dan konsumen merasa dilayani dengan prima.  Dengan kata lain mereka dihargai dan pada gilirannya loyalitasnya meningkat. Tentu saja citra perusahaan juga ikut meningkat.

        Dengan membangun kedisiplinan, ketrampilan dasar, dan citra diri yang sebagian dilakukan atas prakarsa sendiri oleh karyawan maka berarti karyawan telah menjadi bagian dari solusi. Dengan kata lain tidak menjadi beban organisasi yang akan menambah masalah baru. Justru yang terjadi adalah meringankan masalah perusahaan secara lebih efektif dan lefisien. Disitu telah terjadi solusi bersama demi kepentingan semua pihak yang terlibat dalam perusahaan.

 

      Kebahagiaan seseorang bisa dilihat dari wajah dan tutur katanya. Wajah cerah, murah senyum, bersahabat dengan tutur kata yang ramah dan penuh canda adalah beberapa indikasi kebahagiaan seseorang. Kebahagiaan di perusahaan bisa terjadi pada siapapun termasuk karyawan dan manajer. Tentu saja rasa bahagia itu merupakan enerji positif sehingga bisa menjadi modal karyawan dalam melakukan pekerjaannya dengan baik.

      Sementara itu kebahagiaan karyawan bisa timbul karena beberapa hal yakni (1) lingkungan keluarganya yang cenderung relatif harmonis; (2) kondisi kesehatan mental dan fisik yang sehat; (3) lingkungan kerja yang nyaman; (4) kepemimpinan unit yang bisa diterima karyawan seperti visioner, cerdas, dekat dengan karyawan,ramah namun tegas, tidak kikir menghargai kinerja karyawan, dan sangat empati; dan (5) manajemen kompensasi dan karir yang terbuka, adil, dan obyektif.

      Hubungan sosial antara karyawan dan manajer sangatlah penting. Ini mencerminkan kedua pelaku organisasi tersebut saling menghargai peran masing-masing. Bahkan terjadi saling kebergantungan yang sinergis. Termasuk di dalamnya sifat terbuka untuk saling mengoreksi dalam batas-batas yang wajar tentunya. Dengan kata lain mengoreksi tanpa menggunakan cara-cara yang kurang santun,misalnya dengan protes keras, demo, dan penghinaan personal. Karena itu hubungan sosial yang terjadi juga dicirikan oleh rasa empati sosial yang tinggi. Kalau ada yang bahagia dan sedih cenderung semua karyawan dan manajer merasakan masalah yang dihadapi masing-masing.

       Karena sebagai enerji positif maka suasana bahagia ketika bekerja (formal) dan tidak bekerja (informal) harus dibangun tidak saja oleh manajer namun oleh semua karyawan. Enerji positif merupakan unsur motivasi yang sangat luar biasa. Semakin bahagia seorang karyawan semakin tinggi kinerjanya. Termasuk semakin tinggi pula kerjasama, saling pengertian, dan saling memahami masing-masing. Tidak saja dalam bidang pekerjaan juga dalam aspek personal kekeluargaan. Itulah yang disebut sebagi contoh-contoh modal sosial dalam dunia kerja.

      Ketika kebahagiaan karyawan terjadi maka sudah bisa diduga manajer pun akan bahagia. Karena dialah “komandan” unit pekerjaan. Dialah sebagai pemimpin yang harus mampu menjaga suasana kerja yang nyaman. Manajer akan memosisikan dirinya sebagai orang pertama dan utama untuk menjadi pribadi yang bisa diterima semua kalangan karena kecerdasannya, dan memiliki kemampuan  berempati sosial. Dengan demikian karyawan tanpa diinstruksikan dengan ketat pun akan mengikuti semua ajakan manajer untuk melakukan pekerjaannya dengan efektif dan efisien. Dan ini sebagai pertanda pula bahwa komitmen kerja dan keterikatan pada organisasi di kalangan karyawan akan semakin kuat.

Laman Berikutnya »