Pembangunan berkelanjutan diilhami oleh adanya kerusakan lingkungan hidup.Isu lingkungan hidup merebak sejak tahun 1960-an. Pada tahun 1972, PBB menyelenggarakan konferensi tentang lingkungan hidup (United Nation Conference on the Human Environment) di Stokholm. Isunya ialah kerusakan lingkungan hidup (bahan kuliah Falsafah Sains; IPB Sjafri Mangkuprawira).
Selanjutnya dikemukakan isu pembangunan berkelanjutan semakin kuat dengan diterbitkannya laporan WCED (World Commission on Environment and Development) sehingga berkembang menjadi isu lingkungan hidup dan pembangunan yang tecermin dalam nama Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan di Rio de Janeiro. Akhirnya, 30 tahun setelah Konferensi Stokholm, diadakanlah KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg.
Lingkungan hidup bukan isu utamanya, melainkan merupakan bagian pembangunan berkelanjutan, yang seperti disyaratkan oleh WCED: Pertama, harus meningkatkan potensi produksi dengan cara yang ramah lingkungan hidup; Kedua, menjamin terciptanya kesempatan yang merata dan adil bagi semua orang. Dalam perkembangannya maka kini dikenal istilah green economy atau ekonomi hijau khususnya dalam dunia bisnis.
Ekonomi Hijau (EH) merupakan proses menyeimbangkan antara peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi dan kualitas lingkungan. Dengan kata lain jangan sampai mengalami trade off dengan kerusakan dan kelangkaan ekologi. Karena itu ada ciri-cirinya dimana EH merupakan paradigma baru ekonomi. Dengan EH bagaimana meningkatkan pendapatan dan mengurangi pengangguran dan kemiskinan sejalan atau bersamaan dengan program pengurangan resiko lingkungan dan kelangkaan sunberdaya alam. Sekaligus pula bahwa EH memiliki aspek strategis dalam pembangunan berkelanjutan.
Dalam konteks EH maka setiap kegiatan bisnis harus memiliki kriteria pentingnya menempatkan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam setiap keputusan bisnisnya; proses produksi dan produk-produknya harus memiliki ciri-ciri ramah lingkungan; dan menjadikan ”hijau” menjadi salah satu kriteria kemampuan daya sang bisnis. Tentunya daya saing ini tidak hanya sebatas pada ketersediaan modal teknologi dan modal alam saja namun juga modal sumberdaya manusia.
Modal alam yang semakin langka tidak ditempatkan lagi sebagai ukuran utama keandalan suatu bisnis. Kelangkaan ini harus diimbangi dengan keunggulan modal manusia. Banyak negara yang miskin modal alam namun karena mutu modal manusianya hebat-hebat maka bisa sejahtera. Karena itu berkait dengan berkembangnya manajemen pengetahuan maka sumberdaya manusia dalam bisnis harus ditingkatkan. Mulai dari pemahaman visi tentang EH hingga meningkatnya pengetahuan, sikap dan ketrampilan sumberdaya manusia. Kompetensi sumberdaya manusia yang berwawasan ekonomi hijau harus menjadi pilihan strategis suatu perusahaan. Disinilah pentingnya setiap organisasi bisnis mengembangkan dirinya menjadi organisasi pembelajaran. Yakni suatu perusahaan yang dicirikan oleh strategi pengembangan sumberdaya manusia dengan dukungan manajemen ilmu pengetahuan.. Disitu ditanamkan perilaku yang tak pernah berhenti belajar dan melakukan perubahan-perubahan yang inovatif berwawasan lingkungan.