Hampir dalam setiap ungkapan tentang perilaku pengemis kepada seseorang yang dianggap mampu bilang “tolong pak/bu,saya lapar… sudah dua hari tak makan…”. Nah di sisi lain pasti kedengarannya sangat tidak masuk akal rasa lapar kok nikmat. Apalagi ada embel-embel rasa lapar karena tidak ada yang bisa dimakan alias tidak punya duit. Ya apa salahnya? Percaya tidak, rasa lapar itu justru akan mendatangkan nilai kebaikan bagi seseorang. Di bulan ramadhan misalnya, rasa lapar sebenarnya bukanlah suatu bentuk penderitaan. Lapar lewat shaum secara alami justru sebagai bagian dari proses pemulihan dari alat pencernaan yang hampir setahun lebih bekerja. Nah ketika waktu berbuka tiba, disitulah kenikmatan diraih disertai rasa bersyukur. Lebih dari itu ia mampu menumbuhkan empati bagaimana rasanya menjadi orang miskin.
Ketika rasa lapar terjadi pada orang yang mampu, dia dapat belajar dari kondisi kehidupan kaum papa. Bagi yang mampu, habis rasa lapar datanglah rasa kenyang. Namun bagi si miskin habis lapar datanglah lapar berikutnya. Si kaya seharusnya merasakan bagaimana perihnya perjuangan kaum miskin untuk bisa makan. Dia membayangkan si miskin akan melakukan apapun asalkan dia bisa hidup dengan jalan halal. Rasa lapar inilah makin membangunkan rasa dan jiwa dia untuk meningkatkan iman dan takwa. Dalam bentuk apa? Ya dalam wujud simpati dan empati untuk tidak bermegah-megah di lingkungan kaum papa. Malah berbagi rasa dengan memberi bantuan sedekah kepada kaum dhuafa untuk keluar dari kenestapaan.
Bagi yang berlatar belakang peneliti, dia akan mempelajari proses terjadinya rasa lapar. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkannya mulai dari aspek ekonomi, biologis-fisiologis sampai ke faktor perilaku atau kebiasaan makan. Si peneliti secara kuantitatif akan mampu menganalisis dan memprakirakan misalnya dampak kenaikan BBM terhadap jumlah warga yang miskin. Dampak lumpur panas Lapindo terhadap kemiskinan. Semakin banyak yang miskin semakin banyak orang yang kelaparan. Kalau dikemas secara ilmiah, hasil analisis fenomena lapar itu bisa menjadi karya ilmiah bermutu. Lalu siapa tahu pula dia memperoleh penghargaan tinggi dari karyanya itu. Itulah nikmatnya menyelami rasa lapar.
Sementara bagi si miskin, rasa lapar adalah suatu cobaan. Dia senantiasa berdoa untuk keluar dari rasa lapar karena kemiskinan. Dia bertasbih ketika perut melilit pertanda rasa lapar tiba. Dia bersabar dan berdoa…..bersabar dan berdoa serta terus berupaya. Banyak contoh orang yang awal hidupnya sering kelaparan lalu menjadi kaya. Mereka berpendapat beban hidup tidak untuk ditangisi. Menurutnya justru harus dipandang sebagai unsur kekuatan. Dengan cara pandang seperti itu justru dia mampu melampauinya dengan sukses. Ada yang tadinya pemulung sekarang sukses sebagai pengolah (daur ulang) sampah plastik. Sementara lainnya, yang semula kuli kasar bangunan sekarang jadi pemborong sukses. Ada pula yang malang melintang sebagai supir “tembak” (tak menentu), sekarang malah menjadi penjual barang bagian-bagian mobil rongsokan yang sukses.
Mereka yang dahulunya miskin dan kemudian sukses itu memang hidup dengan hati kuat, cinta akan kehidupan yang membara, dan spirit tinggi. Ya mereka tidak mau terjebak ke dalam beban hidup rasa lapar berkepanjangan. Beban hidup diolah menjadi peluang hidup. Istilah kerennya "manajemen lapar". Menurutnya lebih baik mengenyam rasa lapar fisik ketimbang lapar rohani: perasaan, semangat dan jiwa. Subhanallah.
Saya percaya Anda, sekalipun kaya, pernah merasa lapar. So sentuhlah, rasakanlah dan resapilah rasa lapar secara maknawi. Maka Anda juga akan mampu memberikan sentuhan kebahagiaan buat umat yang masih tertinggal. Sekurang-kurangnya buat Anda dan keluarga sendiri. Banyak jalan kearah itu. Menegakkan zakat, infak, dan sedekah adalah bagian dari sentuhan itu.Selamat menikmati rasa lapar.
April 17, 2010 at 4:35 pm
Mengenai rasa lapar ini saya teringat sebuah cerita rakyat di Jepang. Alkisah, ada seorang raja yang sudah lama sekali tidak merasakan nikmatnya makan. Suatu ketika meminta bantuan pada seorang yang bijak. Dan kemudian si Raja menerima syarat dai si Bijak bahwa raja akan menuruti semua apa yang dikatakan si bijak. Si bijak meminta rasa melakukan pekerjaan, seperti membelah kayu, mencari kayu bakar, mencabut lobak, mengisi air dll. Sehari penuh Raja bekerja dan rasa lapar mulai memuncak. Tapi si bijak belom memberikan ijin raja untuk makan. Maka setelah semua selesai, si bijak meminta raja membuat bubur lobak. dan ternyata lobak itu memang raja sendiri yang akan memakannya. Karena lapar sungguh, raja pun segera menyantap bubur lobak merupakan makanan rakyat jelata. Tepi rasa lapar membuat raja begitu menikmati makanan rakyat jelata tersebut.
salam
April 23, 2010 at 10:06 am
cerita yg menarik bung thomas…nah karena itu sangat dianjurkan makanlah ketika lapar…dan berhentilah makan sebelum kenyang…pasti dia akan menikmati apa arti dari lapar itu…
April 17, 2010 at 11:31 pm
Maaf prof ini agak di luar topik sedikit komen saya kali ini. Saya dulu menyangka kaum papa (miskin) adalah kaum yang bertakwa, soleh. dst yang baik2 saja seperti dalam gambaran sinetron kita. Tapi ternyata, minimal dari pengamatan saya secara amatiran, ternyata tidak selamanya begitu. Ternyata miskin harta belum tentu kaya iman atau sebaliknya. Mungkin harus ada penelitian lebih obyektif mengenai hubungan antara kekakyaan harta dan kekayaan iman di masa mendatang. Yang jelas, kalau kita amati lebih seksama di antara pengemispun (minimal) banyak yang ‘sibuk’ juga mencari sesuap nasi sama dengan yang kaya yang juga sibuk menumpuk harta sehingga lupa beribadah.
Di perempatan jalan Dago, Riau dan Merdeka saya sering menjumpai para pengemis duduk2 di trotoar jalan, berleha2, mengobrol sesama pengemis, sementara mereka menyuruh anak2nya mengemis di jalan-jalan berpanas2an. Bahkan saya pernah lihat seorang pengemis ber-hp walaupun hp-nya bukan hp yang canggih. Saya tidak tahu apakah mereka sangking “bodoh”nya sehingga mereka tidak menyadari bahwa tindakan mereka yang menyuruh anak2 mereka mengemis sementara mereka berleha2 sambil berteduh di bawah pohon di pinggir jalan adalah tindakan yang kurang bermoral ataukah mereka sadar bahwa hal tersebut tidak benar namun mereka sengaja melakukannya sehingga mungkin pengamatan saya cukup benar yaitu tidak selamanya miskin harta selalu identik dengan kaya takwa, kaya moral dst……
Namun begitu, saya setuju dengan prof di atas. Bahwasannya kita tidak perlu bermegah2 ria dan bernarsis2 ria soal kekayaan, tidak hanya di tengah kaum papa tapi juga di tengah lingkungan yang bagaimanapun juga (bukan berarti harus terlihat miskin juga) karena bermegah2 ria yang berlebihan dan bernarsis2 ria tidak akan menguntungkan bagi siapapun juga….
April 23, 2010 at 10:03 am
betul mas yariNK…dengan logika sederhana saja…seseorang bekerja pasti ada motifnya…seseorang mengemis karena memang dia tidak punya uang untuk memenuhi kehidupannya…namun ketika seorang pengemis mampu mengumpulkan uang yang cukup…dan bahkan mampu membeli aset tanah di kampungnya…namun dia tetap saya mengemis…nah disini saya lihat ada kemiskinan lainnya yg mas sebutkan yakni miskin mental khususnya “malas”dan tak punya rasa malu…lalu mengemis sudah menjadi turun menurun…derivasi ortu sbg pengemis maka anak-anaknya pun sepertinya harus mengemis pula…
Mei 12, 2010 at 8:37 am
yup setuju bgt dengan artikelnya,,,,rasa lapar membuat kita sadar akan kehidupan…rasa lapar membuat kita bangkit dan berjuang…rasa lapar membuat kita motivasi untuk menjadi orang2 yang sukses….
Mei 16, 2010 at 2:13 am
ya bung mashoni…ketika sang kaya lapar bisa mendorong timbulnya empati sosial…
November 17, 2010 at 11:15 pm
Betul banget! Sensasi lapar memang luar biasa, makanlah secukupnya jangan sampai kenyang karena lapar lebih nikmat dari kenyang!
November 22, 2010 at 10:54 pm
ya bung anwar…berhentilah makan sebelum kenyang…salam
Februari 16, 2011 at 3:27 am
rasa laparr juga memeberikan efek kedekatan denga maha pencipta
Februari 16, 2011 at 9:30 pm
ya dealer…di disitulah nikmatnya lapar
Juli 28, 2011 at 9:03 pm
saya sekarang lapar ..
Oktober 15, 2011 at 6:29 am
Memang benar perut kalau di turuti hawa nafsunya makin menjadi jadi maka itu biasakan lapar.. Salam