September 2009


 

       Tiada hari tanpa melamun. Itulah yang terjadi pada setiap manusia di bumi ini. Apakah itu melamunkan suatu kejadian yang telah berlangsung,masalah pribadi, masalah pekerjaan, masalah keluarga, masalah politik, masalah nasib, masalah ekonomi dsb. Bisa melamunkan hal-hal positif dan bisa juga negative. Tentunya fokus dan bobot yang dilamunkan oleh setiap orang akan berbeda sesuai dengan status sosialnya. Politikus melamun tentang bagaimana memenangkan pemilu, dokter melamun tentang cara-cara pengobatan, dosen atau peneliti melamun tentang metodologi penelitian, militer melamun tentang peperangan dan perdamaian, polisi melamun tentang tertib masyarakat, pebisnis melamun tentang keuntungan dan ekspansi perusahaan, orangtua melamun tentang kesejahteraan keluarga, anak muda melamun tentang cita-cita masa depan atau tentang pacarnya, dsb. Ada kecenderungan semakin banyak masalah yang dihadapi seseorang semakin banyak melamun. Kalau sudah begitu dengan lamunannya,seseorang terkadang tidak sadar ada orang lain yang menegurnya. Semacam sementara waktu kehilangan kendali akan keadaan dirinya.

       Apakah melamun itu perbuatan negatif? Ya bisa jadi seperti itu kalau melamun dipandang sebagai pekerjaan yang sia-sia atau perilaku malas. Padahal dalam prakteknya kebanyakan tidak seperti itu. Seorang peneliti menghasilkan temuan mutakhir diawali dari melamun atau menghayal. Seorang dosen mampu membuat buku-buku ilmiah juga didasarkan pada lamunannya. Seorang pebisnis menemukan suatu komoditi yang layak pasar ketika dia selesai melamun tentang ekspansi bisnis masa depan. Dan masih banyak contoh-contoh lainnya betapa melamun potensial sebagai salah satu sentra kreatifitas. Hasil studi Kalina Christoff, ketua tim penelitian,, ahli psikologi dari University of British Columbia (UBC) menunjukkan otak akan bekerja aktif pada saat seseorang melamun. Bahkan lebih aktif dibandingkan pada saat kita fokus mengerjakan pekerjaan rutin," katanya. Selanjutnya dia mengungkapkan, pada saat melamun, kita tidak bisa segera mencapai apa yang diinginkan. Namun pikiran kita akan memanfaatkan saat itu untuk menyampaikan pertanyaan terpenting dalam hidup kita.

       Bagaimana melamun di dunia bisnis? Pada prinsipnya sama saja dengan di dunia non-bisnis. Misalnya bagaimana perusahaan tertentu dilamunkan oleh segenap unsur manajemen dan bahkan oleh semua karyawannya bahwa akan mampu menjadi bisnis yang bersaing di tengah-tengah era global. Lamunannya atau semacam mimpi/cita-cita itu lalu dibahas dalam suatu rapat manajemen. Disitu disusun langkah-langkah perencanaan strategis dan operasional yang matang. Kemudian disosialisasikan ke seluruh unsur perusahaan. Semua sumberdaya disiapkan dengan terencana dan solid. Dan mulailah bergerak untuk memenuhi lamunannya.

       Lamunan bisa berbentuk hal-hal yang tak masuk di akal, konyol dan dekat dengan sesuatu yang “gila”. Namun dengan lamunan, gagasan aneh seperti itu diolah dan  bisa berubah menjadi  sesuatu yang diakui khalayak luas dan tak terduga nilainya. Syaratnya adalah harus dilakukan dalam kondisi rileks. Dengan kata lain gagasan cemerlang tidak mungkin diperoleh ketika suasana hati sedang tegang. Mengapa? Karena ketegangan akan menimbulkan kondisi otak tidak dalam keadaan nyaman dan gagal bekerja secara optimum untuk menghasilkan ide-ide cemerlang dan orisinil. Karena itu banyak hal yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang baru dengan cara melamun dalam suasana santai. Entah ketika masa reses pekerjaan, berlibur, menjelang tidur, dan bahkan di kamar mandi.

 

       Di salah satu upacara perpisahan dan serah terima jabatan tertentu pada suatu organisasi, pimpinan yang digantikan menyampaikan sambutan perpisahan. Salah satu isi sambutan yang mengesankan adalah: “….apabila proses dan kinerja di unit ini belum maksimum, semua adalah tanggung jawab saya, untuk itu saya mohon maaf….di sisi lain kalau toh ada keberhasilan itu adalah hasil kerja dari kita semua, dan terimakasih atas dukungannya selama ini…..”. Coba bandingkan dengan ucapan seorang pimpinan lain berikut ini “….saya tidak mengerti mengapa kinerja di unit ini tidak mencapai standar perusahaan….padahal saya sudah memberi petunjuk kepada semua karyawan…..mereka sepertinya lari dari tanggung jawab….”. Apa bedanya? Kalau pernyataan yang pertama “ … semua hak, wewenang, dan kewajiban adalah tanggung jawab saya…”. Sementara pernyataan kedua bermakna “….saya yang jawab, karyawan yang nanggung….” alias tidak bertanggung jawab dan alias ….”lempar batu sembunyi tangan….”

       Susahkah untuk bertanggung jawab atas suatu proses dan kinerja yang dihasilkan? Jawabannya kemungkinan ada tiga yakni (1) bertanggung jawab, (2) mengelak tanggung jawab, dan (3) tidak bersedia bertanggung jawab karena merasa tidak mampu. Yang bertanggung jawab selalu memandang setiap hak, tugas, dan wewenang adalah amanah. Ada semacam kepercayaan dari orang lain atau organisasi untuk melaksanakannya dengan baik. Berani dan tegas  apapun hasilnya, itu adalah tanggung jawabnya. Dia tidak mau melempar tanggung jawabnya kepada orang lain ketika dia gagal melaksanakan amanahnya. Sebaliknya orang yang tak bertanggung jawab sering tidak mau menerima kesalahan atas suatu pekerjaan hanya dibebankan pada dirinya saja. Sering mengkambing hitamkan orang lain. Tidak merasa beban dan malu bahwa kegagalan itu sebenarnya tanggung jawabnya. Namun kalau berhasil maka dia tidak canggung mengatakan bahwa semua keberhasilan itu karena dia. Sementara tipe orang ketiga sudah sejak mula dia mengatakan tidak bisa menjalankan amanah yang diberikan karena tidak mampu dan kurang berpengalaman. Sama dengan tipe pertama, orang tipe ini memiliki kejujuran yang tinggi.

       Mengapa sikap tanggung jawab diperlukan dalam suatu organisasi? Simaklah beberapa ungkapan berikut ini.“Setiap orang dari kamu adalah pemimpin, dan kamu bertanggung jawab atas kepemimpinan itu”.(Al-Hadits, Shahih Bukhari – Muslim). “Anda tidak bisa lari dari tanggung jawab hari esok dengan menghindarinya pada hari ini”. (Abraham Lincoln). Seorang ilmuwan besar Albert Einstein (1879-1955) mengatakan, "The price of greatness is responsibility" (harga sebuah kebesaran ada di tanggung jawab).Tanggung jawab adalah mutiara hati. Ia adalah salah satu nilai pokok dalam budaya korporat suatu organisasi.

       Seperti halnya suatu komitmen, seseorang yang memiliki amanah untuk melakukan pekerjaan tertentu biasanya bersikap hati-hati. Termasuk kalau sedang bekerjasama dengan mitra kerja lainnya. Mengapa demikian? Karena setiap butir kesalahan walau sekecil apapun harus bisa dipertanggung jawabkan. Konteksnya dalam meraih mutu kerja, efektifitas dan efisiensi kerja. Semakin bertanggung jawab dibarengi dengan semakin kuatnya komimen maka semakin berhasil seseorang melaksanakan pekerjaannya sesuai harapan. Untuk itu maka pihak manajemen seharusnya mampu mengkondisikan agar setiap karyawan bersikap .tanggung jawab. Sistem imbalan/penghargaan dan hukuman kaitannya dengan tanggung jawab sangat penting diterapkan. Suatu ketika tanggung jawab itu sendiri sudah merupakan bagian dari kebutuhan tiap individu organisasi atau sudah terinternalisasi.

 

       Menjelang lebaran tiba mobilitas penduduk yang pulang mudik meningkat. Tahun ini saja diperkirakan jumlahnya mencapai sekitar 22 juta jiwa. Setelah usai lebaran jumlah yang kembali ke tempat kediamannya di kota cenderung bertambah. Tambahan itulah sebagai fenomena urbanisasi. Jumlahnya belum ada yang bisa memastikan. Tetapi masalah yang lebih penting perlu diatasi adalah mengapa urbanisasi selalu terjadi dari waktu ke waktu. Walau sudah ada peraturan daerah, misalnya, tetapi kenyataannya tidak mudah dicegah atau bahkan dilarang. Mereka menganggap setiap warga negara punya hak untuk tinggal dimanapun di seluruh wilayah nusantara.

      Urbanisasi adalah fenomena migrasi yakni perpindahan penduduk dari daerah perdesaan ke perkotaan. Tujuan utamanya untuk tinggal menetap di kota. Mereka memiliki harapan bahwa mutu hidup di perkotaan bakal lebih tinggi ketimbang di tempat asalnya di desa. Fenomena ini sudah menjadi hal rutin di sebagian besar negara-negara sedang berkembang dan menjadi masalah yang pelik. Penyebab pokoknya secara makro nasional adalah terjadinya disparitas atau ketimpangan pembangunan antara perkotaan dan perdesaan. Termasuk di dalamnya persebaran penduduk yang tidak merata. Sering disebut sebagai pembangunan yang bias urban.

      Ada gula ada semut. Semut akan berbondong-bondong ke arah asal gula yang manis itu. Begitu juga dengan perilaku penduduk. Mereka akan mendatangi sumber penghidupan baru yang lebih menjanjikan. Mengapa seperti itu? Dalam prakteknya, ada dua faktor utama terjadinya urbanisasi yakni faktor penarik dan faktor pendorong. Faktor penarik antara lain bahwa di perkotaan (1) ketersediaan sarana dan prasarana yang lebih lengkap; (2) peluang melanjutkan pendidikan yang lebih besar; dan (3) jenis lapangan kerja lebih banyak dan bervariasi. Sementara faktor pendorong menunjukkan di perdesaan tampak rendahnya tingkat pertumbuhan pembangunan di perdesaan yang dicirikan antara lain (1) lapangan kerja yang terbatas; (2) kemiskinan; (3) keterbatasan sarana dan prasarana transportasi, ekonomi, pendidikan dan kesehatan; dan (4) keterbatasan lahan pertanian perpenduduk terutama di pula Jawa.

       Memang urbanisasi pasti mendatangkan masalah. Tiap penduduk urban berebutan untuk mendapatkan lapangan kerja, layanan fasilitas umum, perumahan, air bersih dan listrik, ketersediaan pangan, dsb. Belum lagi timbulnya kemacetan lalulintas dan tindakan kriminalitas serta banyaknya pengemis musiman ataupun pengemis tetap. Karena tidak mudah diatasi maka apakah yang terpenting sebaiknya memerkecil dampak urbanisasi lewat mengoptimumkan penduduk sebagai potensi pembangunan. Atau idealnya melakukan pembangunan di tempat asalnya yakni perdesaan. Kedua pendekatan itu seharusnya bisa dilakukan secara paralel.

       Pendatang memang bisa menimbulkan masalah yang semakin kompleks di perkotaan. Mengatasinya sangatlah tidak mudah. Jadi yang bisa dilakukan adalah memerkecil masalah akibat kehadiran mereka. Pelatihan-pelatihan yang berkait dengan ketrampilan usaha dan kerja, penyuluan tentang kedisiplinan social, penyuluhan lingkungan hidup, pemberian modal usaha, penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan diharapkan dapat memerkecil masalah sosial ekonomi yang ada.

     Sementara itu di daerah perdesaan perlu dikembangkan lokalita-lokalita pertumbuhan. Fungsinya sebagai penyangga pusat pertumbuhan. Intinya bagaimana daerah perdesaan lambat laun memiliki daya tarik tersendiri bagi penduduknya untuk tetap betah tinggal di desa. Untuk itu penyediaan sarana dan prasarana pembangunan menjadi syarat utama. Selain itu diperlukan pengembangan fasilitas pendidikan dan kesehatan. Untuk mengembangkan usaha sekaligus menciptakan lapangan kerja maka sesuai dengan karakteristik SDM dan sumberdaya alamnya perlu dikembangkan produk-produk perdesaan (pertanian, agroindustri, dan nonpertanian) dengan dukungan pelatihan produksi dan pemasaran, fasilitas teknologi, kredit usaha, dan pasar. Dengan demikian secara gradual pertumbuhan ekonomi perdesaan yang berbasis pemerataan akan semakin tinggi dan sekaligus akan mencerminkan semakin kecilnya jurang perbedaan kehidupan perkotaan dan perdesaan. Diharapkan pada gilirannya, “Sang semut cukup mencari gula di lingkungannya sendiri”.

 

        Tidak jarang antara pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan kepada penerima pesan mengalami distorsi. Penyebabnya antara alain karena interaksi yang terganggu oleh adanya kekurangpahaman penerima pesan, kebisingan, dan media yang buruk. Bias muncul karena komunikasi yang terjadi hanyalah bersifat searah. Komunikasi di dalam suatu kelembagaan (instansi atau departemen pemerintah), organisasi atau perusahaan seharusnya dua arah yakni terdiri dari komunikasi ke atas dan komunikasi ke bawah. Dua arah komunikasi atas-bawah dan bawah-atas sangat penting untuk mencapai keberhasilan tujuan mensolusi persoalan yang menjadi perhatian organisasi.

        Komunikasi ke bawah terjadi jika pimpinan melakukan kegiatan alih pesan kepada bawahan secara terstruktur dan tidak insidental. Tujuannya adalah membantu mengurangi terjadinya komunikasi desas-desus (rumor) agar dapat menumbuhkan suasana kerja yang menyenangkan, dan secara tidak langsung meningkatkan produktivitas dan keuntungan perusahaan. Jika komunikasi ke bawah berjalan lancar, biasanya motivasi bawahan untuk bekerja menjadi lebih baik dan efisien. Disinilah peran komunikasi dari atasan ke bawahan sangat penting tidak hanya dalam kegiatan menyampaikan penyoalan bisnis yang dihadapi oleh perusahaan tetapi juga tentang keberhasilan usaha yang terkait dengan prestasi dan kontribusi bawahan dalam perusahaan.

         Sementara itu komunikasi ke atas adalah komunikasi dari bawahan ke atasan. Komunikasi tipe ini umumnya bertujuan untuk melakukan kegiatan prosedural yang sudah merupakan bagian dari struktur organisasi atau perusahaan. Selain itu bertujuan untuk mengembangkan umpan balik. Atasan menerima langsung informasi yang terjadi dalam tataran operasional. Kalau ini tidak dilakukan biasanya akan menimbulkan kemampetan komunikasi dan ketidakpuasan kedua pihak.

        Keberhasilan komunikasi dua arah di dalam suatu organisasi akan ditentukan oleh kesamaan pemahaman antara-orang yang terlibat dalam kegiatan komunikasi. Kesamaan pemahaman ini dipengaruhi oleh kejelasan pesan, cara penyampaian pesan, perilaku komunikasi, dan situasi (tempat dan waktu) komunikasi. Komunikasi organisasi biasanya menggunakan kombinasi cara berkomunikasi (lisan, tertulis dan tayangan) yang memungkinkan terjadinya peyerapan informasi dengan lebih mudah dan jelas. Secara empiris, pemahaman orang perihal sesuatu hal akan lebih mudah diserap dan dipahami jika sesuatu tersebut diperlihatkan dibanding hanya diperdengarkan atau dibacakan. Dan akan lebih baik lagi hasilnya jika sesuatu yang dikomunikasikan tersebut, selain diperlihatkan juga sekaligus dipraktikkan.

 

       Ketika seseorang sedang dihadapkan masalah maka pasti dia akan bereaksi. Proses reaksi itu sendiri berkait dengan proses pengambilan keputusan. Tujuannya agar masalah dapat segera diatasi. Bergantung pada derajat masalahnya maka proses pengambilan keputusan pun akan beragam. Semakin berat masalah semakin kompleks pula pemecahannya. Dalam hal ini kemampuan orang tersebut untuk berpikir logis dan berpikir kritis menjadi penting. Bagaimana di dunia bisnis?

        Kemampuan berpikir logis adalah kemampuan memelajari hubungan antara suatu pernyataan dan alasannya. Logika menelaah alasan di balik pernyataan; jika alasannya benar, ia dapat memberi justifikasi bagi kita untuk menerima pernyataan itu. sementara berpikir kritis adalah proses mental untuk menganalisis atau mengevaluasi informasi. Informasi tersebut dapat didapatkan dari hasil pengamatan, pengalaman, akal sehat atau komunikasi (Wikipedia). Misalnya ada pernyataan dari sebagian besar karyawan bahwa di siang hari sehabis makan semua karyawan di perusahaan A malas. Badu adalah karyawan perusahaan A. Maka kesimpulan premisnya ia termasuk karyawan malas di siang hari.

       Pernyataan itu logis dan dapat diterima. Namun ketika manajer berpikir kritis maka pernyataan itu belum tentu bisa segera diterima. Artinya pengetahuan logika saja tidak cukup. Jadi perlu ditelaah apakah karyawan malas karena sehabis makan? Dan di siang hari pula? Kalau begitu mengatasinya adalah dengan cara makannya diubah waktunya ke sore hari. Sementara di siang hari diberi makanan kecil? Tentu saja tidak seperti itu. Kemalasan seseorang bisa dipengaruhi banyak faktor lain, seperti kurangnya perhatian manajer akan kinerja mereka atau beban mereka yang di bawah standar. Dengan kata lain manajer harus bijak menyikapii setiap ada pernyataan.

       Ada masalah maka seharusnya ada pengambilan keputusan untuk mengatasinya. Kembali ke contoh karyawan malas di atas maka pertanyaannya apa yang harus dilakukan manajer. Yang pertama adalah mengamati perilaku karyawan sehabis makan siang. Apakah benar semua karyawan malas kerja. Kemudian ditelaah mengapa malas. Setelah diketahui bahwa ternyata tidak semua karyawan malas. Kalau toh malas bukan semata-mata karena baru makan siang tetapi ada faktor lain yang terlah disebutkan di atas. Namun perilaku malas tentunya tidak bisa dibiarkan karena secara logika saja akan memengaruhi kinerja karyawan dan perusahaan. Dengan demikian dari alur pikir logis dan kritis tadi pihak manajer bisa membuat pendekatan yang sifatnya konseptual plus operasional. Tidak saja untuk jangka pendek tetapi untuk jangka panjang.

       Lalu bagaimana kalau ada kasus sekelompok karyawan tiba-tiba akan menyerang manajer secara fisik ? Dalam keadaan seperti itu, justru tidaklah bijak jika manajer atau stafnya menimbang-nimbang alasan terhadap kejadian itu. Manajer dan staf satpam sebaiknya bertindak cepat saja untuk mengamankan diri sang manajer. Baru kemudian bisa berpikir secara jernih mengapa sampai ada karyawan berbuat seperti itu. Apakah ada ketidakpuasan terhadap kepemimpinan manajer? Artinya semua keputusan yang akan dibuat harus berdasarkan lingkup dan derajat serta dimensi waktu datangnya masalah. Semakin pendek jangka waktu datangnya dan beratnya masalah semakin mendesak dan cepat pula masalah perlu diatasi. Sebaliknya seperti contoh fenomena karyawan malas di atas seharusnya didekati dengan jangka waktu yang lebih longgar dan luwes. Begitu juga setelah penyerangan karyawan bisa diatasi maka manajer harus berpikir ulang untuk mengubah gaya kepemimpinannya di masa datang. Dengan kata lain tidak harus mendesak atau segera diatasi. Itulah keputusan bijak yang harus dibuat manajer.

 

       Perusahaan yang maju adalah yang siap untuk berubah. Dengan kata lain yang siap untuk menemukan dan mengembangkan inovasi. Apakah itu di bidang produksi ataukah di bidang manajemen. Tujuan jangka panjangnya adalah tampil sebagai perusahaan yang memiliki daya saing tinggi. Baik unggul dalam hal penguasaan teknologi baru, mutu sumberdaya manusia yang andal, mutu barang dan jasa yang tinggi, efisien, dan pangsa pasar yang luas. Untuk sampai seperti itu maka peranan manajer menjadi hal yang sentral. Yakni manajer yang memiliki keunggulan inovasi.

       Seperti apakah manajer yang memiliki ciri-ciri individu inovatif? Marsha Sinetar, seorang peneliti dari Massachusetts Institute of Technology, dari hasil penelitiaanya (1980) menemukan ciri-ciri manajer yang kreatif-inovatif yakni (1) mudah bosan dan lebih senang bergerak ke wilayah yang belum dijamah; (2) sangat nyaman dengan suasana penuh tantangan dan pelik; (3) senang dan menikmati dalam mengambil resiko; (4) selalu haus untuk hal-hal yang baru dan menantang; dan (5) bekerja dipandang sebagai panggilan hidup atau penuh dedikasi. Dalam hal ini manajer seperti itu biasanya membutuhkan kebebasan dalam beberapa hal yakni; (1) wilayah kerja dan cara penyelesaian pekerjaannya; (2) melahirkan masalah-masalah baru yang menantang; dan (3) kebebasan mengembangkan solusi yang inkonvensional atau yang tak lazim.

        Memang dalam prakteknya tidak selalu semua manajer memiliki keunggulan inovasi. Kecuali, misalnya sejak awal penempatan siapa yang patut dijadikan manajer perusahaan sudah mempertimbangkan kapabilitas, daya kreatifitas, dan integritas pribadi. Dan dilakukan seleksi secara ketat. Dalam hal ini perusahaan hendaknya mendorong setiap individu manajer untuk melakukan inovasi. Mereka diberi kebebasan untuk mengembangkan gagasan-gagasan majunya. Insentif dari setiap temuan-temuan inovasi pun menjadi pertimbangan perusahaan. Apakah dalam bentuk insentif finansial maupun non-finansial.

      Perusahaan yang memiliki suatu program manajemen inovasi biasanya dicirikan sebagai organisasi pembelajaran. Yakni perusahaan yang selalu siap menghadapi era global dan sensitif terhadap lingkungan. Selain itu mampu menyerap kekuatan dan muatan global ke dalam perusahaannya. Perusahaan seperti ini juga dipandang sebagai entitas yang dinamis yang memiliki identitas diri yang berkarakter kuat pada kemajuan. Karena itu dibutuhkan suasana atau kondisi yang sifatnya desentralisasi kewenangan manajer. Model manajemen yang sentralistik dan instruktif hanya akan mematikan kreatifitas manajer dan karyawannya.

       Selain itu perusahaan sebagai organisasi pembelajaran dicirikan oleh kekuatan karyawan-karyawannya yang menurut Peter Senge (1990) berupa pengendalian diri pribadi, model mental, visi berbagi/bersama, belajar dalam tim, dan berpikir sistemik. Perusahaan harus secara bersinambung memerluas dan meningkatkan kemampuan karyawan dan manajernya untuk terus berkeinginan belajar dan mengembangkan potensi dirinya. Dalam prakteknya seorang manajer bakal kreatif inovatif bergantung pada  sejauh mana perusahaan itu sendiri mampu merangsang dan memberi ruang dan peluang untuk inovasi dengan dukungan fasilitas yang cukup. Untuk itu ada baiknya perusahaan dalam hal ini departemen SDM dan Penelitian-Pengembangan secara terprogram mengamati potensi para manajer yang memiliki kapabilitas sebagai inovator.

 

       Saya percaya siapapun dia, setiap orang pernah mengeluh. Yang membedakan hanyalah derajatnya saja; ada yang senang mengeluh dan ada yang sekedarnya saja. Ada yang disertai dengan ungkapan biasa saja sampai dengan yang marah-marah. Yang lebih ekstrem terlebih kalau keluhan tidak ditanggapi segera adalah merusak tataran organisasi. Timbul ketika nilai yang diharapkan dalam praktek tidak terpenuhi sepenuhnya. Dengan kata lain ada masalah yang dihadapi karyawan. Bisa terjadi karena memang kekurangan sumberdaya, misalnya dana dan tenaga, juga karena pelayanan dari pihak lain yang tidak sesuai harapan. Dimensi lingkup dan lokasinya begitu luas. Bisa karena keluhan akan praktek dokter, pelayanan jasa publik di pertokoan, pelayanan izin usaha dan kartu penduduk, pelayanan pihak manajemen kepada karyawannya, dsb. Dapat terjadi juga di lingkungan rumah, di kantor, di pusat-pusat pelayanan public, dan di perusahaan. Karena dimensinya begitu luas maka lingkup keluhan dalam artikel ini hanya dibatasi dalam bidang pelayanan di dalam perusahaan. Dan lebih fokus di antara karyawan dan manajemen.

        Keluhan karyawan yang terjadi di dalam perusahaan cukup beragam. Jenisnya dapat berupa keluhan terhadap teman sekerja, kepemimpinan manajer, kebijakan kompensasi, beban kerja, kebijakan karir, kebijakan rotasi pekerjaan dsb. Bergantung pada lingkup dan derajat keluhan karyawan maka proses keputusan jalan keluarnya pun akan beragam. Ada keluhan yang bisa diatasi oleh sesama rekan kerja, manajer, dan yang harus diatasi oleh manajemen puncak dan kebijakan perusahaan. Jenis keluhan tentang sulitnya bekerjasama dalam suatu tim maka dapat diatasi di antara karyawan. Namun kalau tidak teratasi maka pihak manajer bisa turun tangan. Kemudian kalau ada keluhan tentang kepemimpinan manajer maka bisa diatasi oleh kedua pihak atau oleh pihak manajemen puncak. Sementara kalau keluhan dalam hal kebijakan perusahaan seperti tentang kompensasi dan karir maka prosesnya dapat dilakukan oleh serikat pekerja dan pihak manajemen. Kalau tidsak teratasi maka bisa diperluas dengan melibatkan pihak dinas tenaga kerja setempat.

       Dalam prakteknya, pihak manajer adalah orang yang pertama bakal menampung keluhan karyawan. Sejauh keluhannya hanya berada pada lingkup unit kerjanya maka mungkin bisa diatasi pihak manajer sendiri. Untuk itu beberapa pendekatan berikut bisa diterapkan.

  1. Mengidentifikasi siapa saja karyawan yang berkeluh kesah; dalam hal apa; mengapa mengeluh; kepada siapa; dan sejauh mana keluhan berakibat pada pekerjaan individu dan tim kerja serta sejak kapan keluhan terjadi.
  2. Menampung keluhan karyawan dan membuat prioritas penangannya sesuai dengan lingkup dan derajat keluhan. Keluhan jangan dipandang sebagai sesuatu yang negatif. Malah dapat menjadi unsur umpan balik yang sangat positif bagi perbaikan kebijakan dan lingkungan kerja yang nyaman.
  3. Bertemu dengan karyawan yang mengeluh. Dalam hal ini manajer harus mampu: (a). Memberlakukan karyawan yang mengeluh sebagai seorang teman dekat dengan menghindari jarak yang kaku agar karyawan tidak gugup dan bebas mengutarakan keluhan apa adanya. (b). Menjadi pendengar yang baik. Bukan sekedar mendengar tetapi mendengarkan keluhan dengan cermat. Menunjukkan empati jauh lebih penting ketimbang simpati. (c). Sejauh mungkin mampu menekan emosi berlebihan ketika mendengar keluhan khususnya yang menyangkut kebijakan manajer. Marah tidak bakal berhasil mengatasi keluhan.dan (d). Mencatat semua keluhan dan setelah itu akan dipelajari bagaimana mengatasinya berdasarkan jenis dan bobot keluhan.
  4. Bergantung pada jenis dan bobot keluhan, maka manajer hendaknya membahas upaya penanganan keluhan karyawan dengan pihak karyawan sendiri dan manajemen menengah atau puncak. Kalau masalahnya karena kurang informasi maka manajer bisa segera menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi. Namun kalau masalah keluhan begitu kompleksnya maka manajer dapat saja menjanjikan kepada karyawan bahwa keluhan akan dibawa ke pihak manajemen menengah atau puncak.
  5. Pihak manajemen tidak harus tertutup untuk mengakui adanya kesalahan atau kekeliruan kebijakan perusahaan. Dalam hal ini akan meredakan derajat keluhan yang ada. Sebaliknya mengelak atau menutup-nutupi kekurangan malah bakal menjadi bomerang terhadap manajemen. Kalau dilakukan terbuka maka manajer akan menjadikan keluhan dan keberhasilan mengatasi keluhan sebagai umpan balik dalam membangun mutu karyawan dan kinerja perusahaan.

        Mengatasi keluhan sangat penting dilakukan pihak manajemen. Pengelolaannya harus dipandang sebagai upaya meningkatkan mutu dan kinerja karyawan yang terintegrasi dalam suatu sistem manajemen mutu. Dengan sistem ini perusahaan tidak cukup dengan hanya memberikan respon pada keluhan tetapi juga dengan sensitifitas tinggi. Selain itu perusahaan tidak hanya mengidentifikasi penyebab keluhan, tetapi juga mengambil keuntungan dari informasi yang didapat. Melalui sistem manajemen mutu tersebut, memungkinkan perusahaan untuk menelaah ulang perbedaan-perbedaan tahapan dan kelemahan dari proses atau pelayanan yang ada terhadap karyawan. Menunda penanganan keluhan bahkan membiarkannya sama saja dengan menambah jumlah keluhan atau masalah yang semakin banyak dan meluas. Dalam hal ini pihak manajemen dapat melibatkan pihak karyawan untuk mengatasi keluhan atau masalah yang dihadapi. Ini adalah bentuk pengakuan atau kepercayaan yang diberikan kepada karyawan.

Laman Berikutnya »