November 2009


 

         Setiap program pengembangan organisasi (perusahaan) oleh karyawan (manajemen dan non-manajemen) bukanlah barang baru. Dalam melaksanakan program tersebut, karyawan harus memiliki mutu sumberdaya manusia yang tinggi. Tidak mungkin tanpa menggunakan modal manusia yang bermutu, tujuan perusahaan akan tercapai. Begitu pula diperlukan modal sosial untuk memercepat proses dan mutu hasil pengembangan organisasi. Kedua sumberdaya tersebut memiliki keunikan masing-masing. Perbedaan kedua faktor tersebut dapat dilihat dari sisi fokus, ukuran, output, dan model.

        Fokus modal (sumberdaya) manusia dalam pengembangan organisasi terletak pada potensi perorangan di organisasi bersangkutan; misalnya dalam hal mutu sumberdaya manusia. Sementara sebagai modal social suatu organisasi, fokusnya terletak pada hubungannya dengan jejaring sosial yang dibentuk organisasi. Basisnya adalah saling percaya di antara individu. Hal ini menjadi modal dalam membangun kerjasama dan solidaritas.

        Pengukuran modal manusia jauh lebih mudah ketimbang modal sosial. Ukuran dari modal manusia bisa dilihat dari lamanya sekolah,  kualifikasi, dan kompetensinya. Termasuk dapat diukur kinerjanya yang merupakan fungsi dari mutu sumberdaya manusianya. Sementara ukuran modal sosial dilihat dari gambaran abstrak tentang sikap (nilai), partisipasi dan kepercayaan. Dan sering dilihat dari gambaran sejauh mana modal sosial, misalnya kekuatan jejaring sosial ekonomi mampu mengembangkan program pengembangan organisasi.

        Output dari pengembangan ditinjau dari modal manusia adalah pendapatan dan produktifitas; dan tak langsung berupa kesehatan dan kegiatan sosial di lingkungan organisasi. Namun modal sosial pun bisa berdampak pada ekonomi masyarakat. Misalnya kohesi social akan mampu memerkuat jejaring sosial sehingga dapat memerlancar usaha-usaha ekonomi bisnis masyarakat sekitarnya. Begitu pula pelatihan dapat berpengaruh terhadap produktifitas kerja namun juga bisa meningkatkan kemampuan seseorang dalam membangun jejaring sosial.

       Sebagai model, modal manusia sangat terkait dengan keberhasilan investasi. Secara langsung pengaruhnya dapat dilihat dalam meningkatkan pendapatan bisnis. Sementara model modal sosial tidak mudah melihat dampaknya terhadap pengembangan organisasi. Yang lebih menonjol adalah terjadinya proses interaktif antarkomponen karyawan secara sirkular. Pengaruhnya adalah dalam memerkuat model pengembangan elemen modal sosial yang ada.

 

       Tidur, menurut wikipedia, adalah keadaan istirahat alami pada berbagai binatang menyusui, burung, ikan,  dan binatang tidak bertulang belakang seperti lalat buah Drosophila. Pada manusia dan banyak spesies lainnya, tidur adalah penting untuk kesehatan. Tanda tanda kehidupan seperti kesadaran, puls, dan frekuensi pernapasan mengalami perubahan. Dalam tidur normal biasanya fungsi saraf motorik juga saraf sensorik untuk kegiatan yang memerlukan koordinasi dengan sistem saraf pusat akan diblokade, sehingga pada saat tidur cenderung untuk tidak bergerak dan daya tanggappun berkurang. Fase peralihan dari sadar ke tidur disebut sebagai pradormitium dan fase peralihan dari tidur kembali ke sadar disebut sebagai postdormitium.

        Tidur adalah fenomena alami. Tidur menjadi kebutuhan hidup manusia. Tiap individu, idealnya memiliki daur tidur yang teratur. Ada orang yang begitu mudah tidur. Bisa-bisa lagi enaknya ngobrol, tak tahunya dia sudah lelap tidur. Namun ada juga yang sulit untuk tidur. Bisa karena faktor fisik, bisa juga karena nonfisik seperti masalah yang menyangkut bathin. Pernah ada teori yang menyebutkan lamanya tidur paling tidak delapan jam perhari. Kurang dan lebih dari itu tidak sehat. Namun teori itu dibantah. Yang penting kualitasnya dan tidak melihat skala waktu. Yang dimaksud kualitas adalah derajad nyenyak tidur dan kesegaran fisik dan batin ketika yang bersangkutan bangun tidur. Semakin kurang nyenyak tidur ditambah dengan kegelisahan tidur yang semakin tinggi semakin berkuranglah manfaat tidur. Yang bersangkutan mudah lelah dan sulit bekerja secara optimum.

       Pengertian tidur yang ingin disampaikan berikut ini sangat berbeda maknanya. Tidur dalam hal ini berarti ketidakpedulian. Dengan kata lain fenomena tidur terhadap kesadaran dalam beramal dan beribadah. Kalau itu terjadi maka dia termasuk orang yang begitu asyik tidur atau begitu ingkar terhadap panggilan agama dalam ikut menangani masalah-masalah lingkungan sosial. Dengan demikian dia tidak memiliki kapabilitas modal sosial yang kuat. Lingkungan sosial dipandang bukan sebagai urusannya. Urusannya adalah menghidupi dirinya dan keluarganya. Dunianya adalah menumpuk harta dan mengejar tahta. Tampaknya karakter diri tentang pentingnya kebersamaan sudah hilang. Mereka hanya mengetahui yang lahir dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang akhirat adalah lalai (ar Ruum; 7).

        Suatu ketika, detik-detik menjelang subuhan, dari suatu mesjid di ujung rumah terdengar suara azan…yang artinya… ”sholat lebih baik daripada tidur; sholat lebih baik daripada tidur”… Segera ketika bangun barulah dia sadar bahwa tidur yang dikerjakan selama ini hanyalah untuk menjalani kenikmatan dunia, keegoannya sendiri. Rakus dan kikir. Dia banyak ingkar dan mungkar pada perintah Allah untuk selalu peduli pada lingkungan. Dia merasa menyesal mengapa selama ini dia begitu tertidur lelap karena begitu menikmati kekayaannya buat diri sendiri. Dan kini dia berjanji untuk tidak mengabaikan perilaku amal ibadah. Ikut mewujudkan rahmatan lil alamin.

       Tiap hari raya Idul Adha tiba pasti sebagian besar umat Islam akan mengenang figur Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim sebagai suri tauladan akan ketaatannya kepada Allah swt.. Hal itu kemudian dikenal sebagai ritual Idul Qurban. Esensinya bukan sekedar ritual belaka dalam bentuk penyembelihan hewan kurban sapi, kerbau, unta, atau kambing. Lebih dari itu, yakni mengembangkan spirit kehambaan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam kehidupan keseharian kita. Simbol dari penyembelihan tersebut sama saja dengan menjauhi sifat-sifat rakus, ego berlebihan, mabuk harta dan kekuasaan, dan berburuk sangka.

       Setiap umat Islam sangat dianjurkan memiliki mutu sumberdaya manusia tinggi (iman, takwa, dan amal soleh) yang dicerminkan dengan kesediaanya berkurban dan berbuat ikhsan bagi sesama dan lingkungan. Dalam hal ini Allah berfirman: "Daging-daging (unta) dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik". (al-Hajj: 37).

       Namun demikian perlu disadari, Ridha Allah tidak akan sampai pada pemilik daging-daging yang disedekahkan dan darah-darah yang mengalir dari hewan yang dikurbankan kecuali jika dia melandasi amalannya dengan niat ikhlas dan memperhatikan syarat-syarat taqwa saat berkurban. "Sesungguhnya amalan sedekah itu telah sampai kepada Allah sebelum sampai ke tangan penerimanya, dan sungguh (pahala) dari darah (kurban) itu telah sampai kepada Allah sebelum membasahi bumi". (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).

SELAMAT BERHARI RAYA IDUL QURBAN 1430 H.

 

        Modal sosial merupakan konsep sosiologi yang digunakan dalam beragam ilmu seperti bisnis, ekonomika, perilaku organisasi, politik, kesehatan masyarakat dan ilmu-ilmu sosial. Semua itu untuk menggambarkan adanya hubungan di dalam dan antarjejaring sosial (wikipedia). Jejaring itu memiliki nilai. Seperti halnya modal fisik atau modal manusia yang dapat meningkatkan produktifitas individu dan kelompok maka modal sosial pun demikian pula. Pierre Bourdieu (1986), dalam bukunya The Forms of Capital membedakan tiga bentuk modal yakni modal ekonomi, modal budaya, dan modal sosial. Dia mendefinisikan modal sosial sebagai "the aggregate of the actual or potential resources which are linked to possession of a durable network of more or less institutionalised relationships of mutual acquaintance and recognition”.

        Sementara itu James Coleman (1988) berpendapat modal sosial secara fungsi adalah sebagai “a variety of entities with two elements in common: they all consist of some aspect of social structure, and they facilitate certain actions of actors…within the structure”. Dia mengatakan bahwa modal sosial memfasilitasi kegiatan individu dan kelompok yang dikembangkan oleh jaringan hubungan, timbal balik, kepercayaan dan norma sosial. Modal sosial, menurut pandangannya, merupakan sumberdaya yang netral yang memfasilitasi setiap kegiatan dimana masyarakat bisa menjadi lebih baik dan bergantung pada pemanfaatan modal sosial oleh setiap individu.

         Menurut Robert Putnam (2006), modal sosial sebagai"the collective value of all ‘social networks‘ and the inclinations that arise from these networks to do things for each other". Dia percaya modal sosial dapat diukur dari besarnya kepercayaan dan timbal balik dalam suatu masayarakat atau di antara individu-individu. Selain itu konsep modal sosial memiliki pendekatan yang lebih pada unsur individual. Investasi dalam hubungan sosial dikaitkan dengan harapan diperolehnya profit dari pasar.

        Bagaimana hubungan modal sosial dengan pembangunan atau pengembangan masyarakat? Dalam bukunya "Social Capital and Development: The Coming Agenda”, Francis Fukuyuma (1996) mengatakan modal sosial adalah sebagai prakondisi untuk keberhasilan pembangunan. Dalam hal ini undang-undang dan pranata politik menjadi hal pokok dalam membangun modal sosial. Alasannya modal sosial yang kuat menjadi syarat pokok dalam mencapai pertumbuhan ekonomi dan politik yang kuat. Fukuyama mengupas pentingnya modal social berbasis pada kepercayaan. Dalam keseharian, masyarakat berinteraksi dengan modal sosial yang kuat yang ditunjukkan dengan suasana saling percaya antarwarga. Bentuk modal inilah yang memiliki hubungan erat dengan tercapainya tingkat kesejahteraan masyaralkat atau bangsa.

 

         Modal sosial positif adalah syarat utama bagi keberhasilan pengembangan masyarakat. Semakin kuat nilai-nilai sistem sosial atau jaringan sosial semakin meningkatkan volume dan mutu proses dan hasil pengembangan masyarakat. Ukuran outputnya adalah tercapainya kesejahteraan masyarakat dalam arti luas. Dalam hal ini modal sosial sangat berperan positif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini tidak lepas dari adanya kepercayaan sebagai modal utama antara lain dalam membangun sifat-sifat atau nilai-nilai kohesi sosial, kebersamaan, toleransi, dan empati. Fungsi-fungsi kontrol dalam pengembangan masyarakat relatif longgar karena adanya saling percaya sesama individu.

         Dalam kenyataannya modal sosial tidaklah statis. Tidak mudah dihindari perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi cenderung dapat menimbulkan deviasi modal sosial. Timbul perkembangan persepsi tiap individu terhadap hal-hal baru; apakah sebagai ancaman atau justru memerkuat modal sosial yang ada. Selain itu ketika masyarakat sudah semakin memiliki hubungan dengan pihak luar maka dibutuhkan fungsi kendali sosial terhadap setiap norma dan kebudayaan luar yang masuk. Pertanyaannya apa dan bagaimana yang harus dilakukan oleh entitas sosial agar dapat membentengi tantangan bahkan ancaman luar.

         Melemahnya modal sosial positif bisa jadi karena diintervensi oleh modal sosial negatif. Kalau masyarakat tidak mampu mengatasinya maka bakal terjadi penggerusan modal social positif yang ada; misalnya gangguan terhadap interaksi sosial, saling percaya yang menurun,pelanggaran norma sosial, krisis kepemimpinan dan akhirnya kerenggangan hubungan social. Meningkatnya semangat nilai-nilai budaya konsumerisme dan individualistik, misalnya, akan mudah menimbulkan konflik dan perilaku menyimpang. Perilaku yang tidak jarang ditemukan, misalnya primodialisme dan sentiment kedaerahan dan kesukuan bisa jadi dapat menimbulkan kerusuhan sosial. Begitupula yang menyangkut sindikat dan mafia kegiatan illegal dapat mengganggu ketenangan masyarakat. Hal itu semakin parah karena lemahnya fungsi kontrol sosial dan intensitas komunikasi yang rendah. Lama kelamaan terjadi krisis kepercayaan terhadap institusi sosial lokal.

         Untuk memerkuat modal sosial positif dan memerkecil terjadinya modal sosial negatif maka beberapa pendekatan bisa dikembangkan yang meliputi beberapa hal yakni:

        1) Pendidikan agama sebagai sumber pengembangan nilai-nilai luhur untuk membangun sifat kebersamaan dan saling percaya sesama manusia. Termasuk untuk meningkatkan kesadaran lingkungan lestari. Namun demikian pendekatannya tidak sebatas perkembangan kognitif namun seharusnya pada pengembangan sikap atau afektif.

        2) Pendidikan sosialisasi keluarga. Sebagai sistem sosial terkecil seharusnya keluarga menjadi basis utama dalam menanamkan nilai moral kehidupan. Disini peran kepala keluarga menjadi sangat sentral dalam member teladan berperilaku yang baik.

       3) Pemeliharaan dan pengembangan institusi sosial. Proses pembelajaran keahlian bekerjasama, norma hubungan timbal balik, dan tindakan kolektif perlu terus dipelihara dan dikembangkan. Selain itu institusi diharapkan mampu mengembangkan solidaritas sosial dalam menghadapi situasi apapun.

       4) Upaya sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai yang ada dalam modal sosial khususnya yang menyangkut pendidikan karakter perlu ditingkatkan mulai dari kalangan generasi dini baik lewat pendidikan formal maupun informal seperti pelatihan kerjasama tim.

        5) Pengembangan komunikasi informasi lewat beragam media dan saluran seni budaya diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai luhur dari kearifan local, kerjasama,saling percaya, dan tanggung jawab.

        6) Nilai-nilai dari luar tidak harus dihambat masuk sejauh memiliki hal-hal yang dianggap positif dan bahkan memerkuat modal sosial yang sudah ada. Asalkan dilakukan penyaringan secara selektif oleh institusi sosial dan khalayak luas.

        Unsur terpenting dalam capaian keberhasilan pengembangan masyarakat disamping unsur modal alam, teknologi, kelembagaan, modal manusia adalah unsur modal sosial seperti saling percaya sesama anggota masyarakat, empati sosial, kohesi sosial, kepedulian sosial, dan kerjasama kolektif.. Dalam prakteknya, pengembangan masyarakat membutuhkan pendamping yang berfungsi sebagai.analis masalah, pembimbing kelompok, pelatih, inovator, dan penghubung. Prinsip bekerjanya adalah (1) kerja kelompok, (2) keberlanjutan, (3) keswadayaan, (4) kesatuan khalayak sasaran, (5) penumbuhan saling percaya, dan (6) prinsip pembelajaran bersinambung.

Disarikan dari makalah penulis STRATEGI PENINGKATAN KAPASITAS MODAL SOSIAL DAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA PENDAMPING PENGEMBANGAN MASYARAKAT, Seminar Nasional Forkapi,Bogor 19 November 2009.


 

 

 

        Hingga kini pemerintah belum sepenuhnya menemukan upaya strategis dan hasil maksimum dalam mengangkat bangsa kita dari keterpurukan ekonomi. Fenomena kasat mata antara lain terlihat dari tingkat pengangguran kerja dan kemiskinan. Jumlah mereka yang menganggur pada tahun 2007 mencapai sekitar 12 juta orang, sementara jumlah mereka yang tergolong miskin mencapai sekitar 25 juta orang. Keadaan demikian sangat terkait dengan masalah sumberdaya manusia (SDM). Apakah SDM sebagai penyebab dan apakah sebagai akibat.

       Kondisi SDM jelas ada pengaruhnya dengan daya saing bangsa. Menurut “The 2006 Global Economic Forum on Global Competitiveness Index (GCI)”, kondisi Indonesia berada pada tingkat yang lebih rendah ketimbang beberapa negara Asean lainnya seperti Singapura (peringkat 7), Malaysia (21), dan Thailand (28).; namun berada lebih tinggi dibanding Vietnam (68) dan Filipina (71). Kondisi ini diduga dipengaruhi oleh daya saing SDM. Dalam laporan ”World Competitiveness Yearbook”, kondisi daya saing SDM Indonesia di tingkat regional berada pada posisi yang lebih rendah yakni peringkat 50 dibanding India (43), Malaysia (26), Korea Selatan (24) dan Singapura (5).

         Kondisi SDM yang rendah sangat berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Secara agregat kondisi ini mempengaruhi produktivitas nasional. Hal demikian juga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang sementara ini (setelah krisis finansial global) hanya mencapai 4,2 % yang berada dibawah target sebesar 4,5 %. Pada gilirannya daya saing bangsa juga akan rendah. Dengan kata lain akumulasi berbagai faktor, kebijakan, dan kelembagaan yang performanya rendah akan mempengaruhi produktivitas nasional. Bagaimana dengan sdm pertanian? Sebanyak 87 persen pelaku sektor pertanian adalah lulusan SD dan bahkan tidak tamat SD. Sementara mereka yang sarjana hanya 3,5 persen. Bisa dibayangkan bagaimana rendahnya produktifitas SDM pertanian. Tentu saja akibatnya kontribusi sektor ini semakin tertinggal dibanding sektor lain khususnya industri.

         Meskipun kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional sudah semakin digeser oleh sektor industri, yaitu sekitar 17%, namun lebih dari 45% penduduk masih mencari nafkah di sektor pertanian. Beberapa fakta mengindikasikan semakin pentingnya peran sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja. Selama krisis dan beberapa tahun terakhir terjadi penurunan nilai tukar petani dan penurunan upah buruh di pedesaan. Hal ini menunjukkan adanya pertambahan angkatan kerja di sektor pertanian. Hal ini disebabkan tingginya pertambahan angkatan kerja Indonesia yaitu 1,2% atau sekitar 2 juta orang setiap tahun. Pengurangan angka pengangguran, baik formal maupun informal sangat relevan dengan optimalisasi peran sektor pertanian.

         Beberapa tantangan di masa depan masih bakal dihadapi yakni globalisasi ekonomi, kemiskinan, pengangguran, dan degradasi lingkungan. Di sisi lain ada kecenderungan generasi muda yang tidak lagi berminat di bidang pertanian. Faktor pokok yang menyebabkannya adalah sektor pertanian dianggap tidak memiliki insentif ekonomi ketimbangan di sektor lain. Untuk menjawab ini, dibutuhkan revitalisasi pertanian secara lebih terfokus yang didukung kualitas sumberdaya manusia pertanian. Disamping melalui pengembangan SDM berbasis kompetensi maka diperlukan penguatan kelembagaan pertanian misalnya lembaga keuangan, pemasaran, penyuluhan, penelitian dan pengembangan yang saling bersinergis.

         Setiap program pengembangan sektor pertanian khususnya yang berkait dengan program pengembanagn SDM pertanian harus merupakan bagian integral dari peningkatan kesejahteraan petani (PPK). Pengembangan model pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan berbasis kompetensi dan agribisnis diharapkan mampu meningkatkan mutu SDM pertanian. Pada gilirannya mampu meningkatkan produktifitas, mutu dan harga hasil pertanian yang kompetitif. Tujuannya adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani yang didukung dengan pemberdayaan, peningkatan akses terhadap sumberdaya usaha pertanian, pengembangan kelembagaan dan perlindungan terhadap petani.

Dimuat dalam majalah Bangkit Tani Edisi November 2009

 

         Untuk menjalankan bisnisnya, perusahaan pasti menggunakan beragam modal. Bisa berbentuk modal finansial, teknologi, modal manusia (sumberdaya manusia), dan modal sumberdaya alam. Dalam prakteknya modal-modal di atas tidak menjamin perusahaan akan meraih keuntungan maksimum. Dengan kata lain setiap investasi belum tentu akan menghasilkan return on investment yang diharapkan. Karena itu masih dibutuhkan bentuk modal lainnya yakni modal sosial. Bentuk modal ini bukan saja berfungsi sebagai aset perusahaan tetapi juga sebagai instrumen sekaligus tujuan dalam pengembangan perusahaan. Dengan demikian agar perusahaan bisa berkembang maka pertanyaannya bagaimana memertahankan dan meningkatkan modal sosial agar semua bentuk modal lainnya memiliki manfaat maksimum.

        Modal sosial dalam perusahaan dicirikan oleh adanya interaksi sosial timbal balik diantara karyawan dan manajemen dan antarsesama keduanya. Bentuk interaksi itu didasarkan pada adanya rasa percaya sesama yang mengakar dalam suatu budaya organisasi dan etika sosial. Karena ada rasa percaya maka timbul suatu entitas karyawan (manajemen dan non-manajemen) yang  memiliki kebersamaan tentang nilai-nilai kejujuran, kedisiplinan, kebersamaan, dan pentingnya kerja keras-cerdas. Karyawan menunjukkan kesediaan individunya untuk mengutamakan keputusan entitas perusahaan. Pertanyaannya apakah setiap perusahaan otomatis memiliki cirri-ciri modal sosial seperti itu?

        Terbentuknya modal sosial sangat bergantung pada mutu sumberdaya manusia para karyawannya. Dalam prakteknya bisa jadi mutu mereka berbeda-beda. Baik dilihat dari segi budaya, latar belakang sosial ekonomi keluarga, pendidikan, ketrampilan, kecerdasan (intelektual,emosional, dan spiritual), kepemimpinan, dan pengalaman kerja. Karena modal sosial berperan sebagai unsur perekat para karyawan dalam melaksanakan visi dan misi organisasi untuk mencapai tujuan organisasi maka dibutuhkan sumberdaya manusia yang bermutu.

        Mutu SDM sangat penting untuk mengembangkan modal sosial perusahaan. Setiap karyawan harus memahami bahwa modal sosial merupakan suatu komitmen dari setiap individu untuk saling terbuka, saling percaya, dan bertanggungjawab. Selain itu dengan semakin meningkatnya mutu SDM diharapkan akan semakin terbentuknya rasa kebersamaan, kesetiakawanan, dan sekaligus tanggungjawab akan kemajuan bersama. Karena itu setiap perusahaan seharusnya terdorong untuk membangun dirinya sebagai organisasi belajar. Yakni suatu organisasi di mana para anggota dari suatu organisasi secara terus menerus memperluas kemampuannya untuk berkeinginan belajar dan mengembangkan potensi dirinya. Dalam hal ini pemimpin perusahaan memegang peranan penting dalam mengembangkan modal sosial di perusahaannya.

       Kepemimpinan trasformasional, demokratis, dan kepemimpinan partisipatif di kalangan manajemen khususnya manajemen puncak cenderung akan mampu menstimulus para karyawan dalam memercepat struktur modal sosial dalam bentuk pengembangan visi bersama. Selain itu kepemimpinan seperti itu berpengaruh pada terbentuknya saling percaya di kalangan karyawan. Dengan demikian hubungan harmonis di antara karyawan menjadi modal sosial yang sangat penting dalam membangun tim kerja yang efektif. Pada gilirannya modal manusia yang bermutu dan modal sosial yang utuh akan mampu meningkatkan kinerja karyawan dan perusahaan.

Laman Berikutnya »