Kurang lebih tiga minggu lalu, dalam rapat organisasi kemasyarakatan, dimana saya sebagai ketua dewan pakarnya, saya mendapat pengetahuan untuk keempat kalinya tentang “gelar” seseorang yaitu CD. Di belakang namanya ada sederetan gelar SH, MSi, dan CD. Tahun lalu saya baru tahu ada artis terkenal yang sedang studi di salah satu perguruan tinggi negeri menyodorkan kartu namanya dengan embel-embel DR(CAN). Saya sempat tidak peduli dan anehnya tidak terdorong untuk mengetahui tentang embel-embel itu. Ternyata gelar tersebut merupakan singkatan dari mereka yang sedang studi program doktor. CD berarti candidate doktor. DR(CAND) merupakan singkatan dari doktor candidate; sama dengan singkatan DR(CAN).
Saya lalu mencoba merenung. Rasa-rasanya tidak pernah ada peraturan dan aturan yang memperbolehkan atau melarang seseorang menggunakan tambahan gelar semaunya. Tidak pernah ada aturan yang mengatakan bahwa setelah mahasiswa melalui jenjang studi sekian semester berhak mencantumkan ”gelar” kandidat doktor. Karena belum ada aturan maka bisa saja seseorang yang sedang studi strata satu dalam bidang pertanian misalnya menggunakan gelar SP(CAND) atau yang sedang studi hukum bergelar SH(CAND). Bagaimana mereka yang sedang studi magister? Mungkin bisa saja mereka menggunakan gelar MSi(CAND), MM(CAND), MBA(CAND) dst. Terus terang saya ”buta” dalam hal ini. Apakah perilaku seperti ini karena meniru dari para mahasiswa kandidat sarjana dan doktor di luar negeri atau untuk gagah-gagahan?
Kalau untuk gagah-gagahan lalu timbul pertanyaan ada gejala apa sebenarnya di masyarakat khususnya di kalangan akademik? Apakah memeroleh gelar kandidat sebagai segala-galanya sehingga orang lain akan lebih menghormati sang pemegang gelar ketimbang tanpa gelar? Kalau seperti itu apakah ada yang salah perihal persepsi pergelaran akademik? Saya percaya seseorang dihormati orang lain bukan karena gelar akdemiknya tetapi lebih pada performanya bagi masyarakat. Banyak yang tak bergelar namun personaliti dan performa pengabdiannya jauh lebih unggul dibanding mereka yang bergelar macam-macam. Kembali ke persoalan ”gelar” kandidat, itu semua terpulang pada motif yang memakainya. Mungkin pencantuman gelar lebih merupakan hak individualnya ketimbang hak sosial.
Maret 12, 2010 at 12:53 pm
Motif seseorang utuk menggunakan gelar tentunya berbeda. Dalam masyarakat yang masih memiliki pengetahuan atau tingkat pendidikan yang rendah, gelar adalah sebagai simbol untuk mengungkapkan jati diri dan sebagai pernyataan atau ekspresi tentang inilah “saya”. Ada sedikit rasa kesombongan menurut saya atas gelar atau titel yang belum lengkap. atau mungkin untuk menunjukan kelebihan yang bersangkutan dibandingkan dengan orang lain… Fenomena yang menunjukan seseorang sebagai kandidat atau calon semestinya cukup dinyatakan dengan status sebagai mahasiswa Doktoral atau mahasiswa magister.. toh, gelar yang kita sandang seharusnya dimanifestasikan sebagai pertanggungjawaban moral terhadap ilmu yang telah disandang.. Betapa jauh-jauh hari sebelum saya mengikuti program magister, banyak sekali saya mendapat tawaran untuk gelar yang bisa di beli…. inilah suatu kemunduran …trims..prof..
Maret 16, 2010 at 10:39 pm
betul bung lara…memang tidak bisa dipungkiri secara manusiawi ada kebanggaan tersendiri ttg gelar yg dimiliki….tetapi jangan ditempatkan sbg tujuan….itu hanyalah sbg simbol formal bahwa seseorang telah selesai menempuh pendidikan tertentu….namun belum tentu dalam prakteknya ybs mampu menerapkannya secara kompeten….
Maret 14, 2010 at 12:12 am
Prof… bukankah hal seperti itu sering terjadi di sini? Mungkin itu disebabkan karena kita (kebanyakan, tapi nggak semuanya tentu saja) seringkali ingin menampilkan apa yang mudah dilihat oleh orang banyak, sehingga gelar hajipun ikut dimasukkan! Coba saja, kita seringkali senang memamerkan sesuatu yang mudah dilihat, padahal belum tentu seimbang manfaatnya. Kita sering membeli hp canggih, padahal fungsinya cuma buat telepon dan SMS saja. Mobil canggih padahal mungkin kreditnya sangat memberatkan, dsb…
Ya… sebenarnya sih sah2 saja orang berbuat begitu, namun seringkali kita justru menomorduakan prestasi riil. Bangsa2 lain, mengedepankan prestasi baru dengan prestasi itu mereka menjadi kaya. Sedangkan kita… mau kaya dulu, prestasi sih nomer satu dari belakang, akibatnya korupsi merajalela….
Ya mudah2an saja prof…. mereka yang terlalu bernafsu mencantumkan gelar ini kelak akan benar2 berprestasi sesuai dengan gelarnya agar jangan nanti gelarnya hanya jadi bahan tertawaan orang saja kelak…
Maret 16, 2010 at 10:47 pm
ya mas yariNK…semacam show off….sok aksi…gelar ditempatkan hanya sebagai simbol status…namun memble….dan cenderung sudah menjadi penyakit sindrom gelar…kalau tak bergelar merasa bukan sebagai warganegara yg baik…..lalu kurang pe-de….padahal yg dimaksud dgn status sosial dalam pemikiran modern adalah tidak meilhat dari sisi gelarnya…namun dari sudut perilaku, performa, dan prestasinya yg terbaik buat lingkungan….
Maret 17, 2010 at 10:57 am
itu dia Pak….ternyata sifat feodalisme di negeri ini masih terpelihara baik….dulu gelar Raden yang dibanggakan sekarang gelar akademik…….bahkan gelar Prof. pun masih melekat di batu nisan. Padahal Prof. itu ketika mereka di kampus ya kan Pak?
Maret 17, 2010 at 9:32 pm
ya mbak yanti…bahkan disadari dan tanpa disadari gelar terus dikembangkan…rasanya tidak lengkaplah sebagai manusia seutuhnya kalau tidak ada embel-embel gelar….btw saya senang membaca blog anda- Madrasah…semoga terus bisa diupdate…untuk syiar kebajikan….
Maret 18, 2010 at 2:08 am
pak Sjafri..mungkin sy satu diantara beberapa orang yg sampai skrg enggan u/mencantumkan gelar akademik krn sy sependapat dng apa yg Bpk utarakan bahwa seseorang dihormati oleh orang lain bkn karena dari gelar akademiknya, ttp lbh pada performa ybs bagi masyarakat..Ttp beberapa thn ini sy sempat merenungkan knp ortu sy dulu begitu berambisi & begitu bersemangat agar anak-2 beliau mencantumkan gelar di blkg nama mereka.. mungkin ya pak ada suatu kebanggaan pd diri ortu lbh-2 seorang bapak dng hanya predikat seorang sopir mampu menyekolahkan & mengantarkan 3 org anaknya sampai ke jenjang pendidikan minimal S1. Trm kasih ayah trm kasih bunda…
Maret 18, 2010 at 2:15 am
mahendra….subhanallah…pemikiran ortu anda yg (maaf) hanya berprofesi supir wajar-wajar saja…berterimakasihlah kepada ortu anda yg telah membesarkan anak-anaknya…dengan tenaga dan keringat dan asuhan sang bunda yg tak pernah henti….tidak apa-apa cantumkanlah gelar anda agar mereka berdua berbahagia…namun juga tentunya buktikan pula pd ortu bahwa andapun bisa mengabdi buat ortu dan lingkungan….
Maret 20, 2010 at 12:27 pm
Prof. Sjafri Yth.
Keterkejutan Prof. atas tambahan gelar (CAND) adalah keterkejutan kami juga, seperti yang pernah dialami oleh Prof. kami juga mendapat pelajaran dan pengalaman serupa. Dalam suatu presentasi Latihan Kepemimpinan Mahasiswa, salah seorang dosen memperkenalkan dirinya melalui CV yang dibacakan oleh moderator dan ditampilkan di slide layar presentasi, kami juga sangat terkejut beliau juga menggunakan gelar tambahan dibelakang namanya, CAND, DR. Beberapa saat kemudian saya bertanya dengan rekan saya sesama dosen, beliau mengatakan kalau gelar tersebut adalah tambahan dari yang bersangkutan. Sejauh ini saya pribadi (sama seperti Prof.) tidak begitu mempersoalkan, namun dari sisi akademik, kami belum mengetahui dampak yang ditimbulkan. Mohon komentar Prof.
Maret 20, 2010 at 11:12 pm
bung barika…ada etika dan aturan akademiknya ttg pencantuman gelar…kalau ada yg mencantumkan tambahan gelar yg bukan gelar itu…ya kita kembalikan saja pd nurani dan moral ybs….
Maret 24, 2010 at 9:07 am
Gelar tidak begitu penting yang penting ilmu yang dimiliki bermanfaat bagi orang banyak
Maret 24, 2010 at 9:29 am
betul cobaberbagi…ilmu amaliah…amal ilmiah….
Maret 25, 2010 at 6:20 am
Di kartu nama yang untuk jualan ayam bakar, di belakang nama saya tambahin gelar MBA alias Masternya Bakar Ayam. Bisa jadi saya akan diomel-omelin para akademisi bila ketemu 😉
Maret 25, 2010 at 12:34 pm
itu mah bukan gelar mas wong….tetapi profesi….hehehe…bahkan ada juga mahasiswa yg baru lulus sarjana….selain pakai Ir,SH,SE dsb…juga pakai gelar BBA yi lulus Biasa-Biasa Aja…..
September 1, 2019 at 2:34 am
Menurut saya berperasangka baik saja, karena untuk mencapai sampai ujian terbuka sangat sulit, sehingga si mahasiswa selalu ingat dia masih kandidat sehingga harus menyelesaikan sampai dapat gelar doktor…
Oktober 14, 2020 at 12:45 am
2020 dan saya baru tahu apa itu Dr (Can)