Setiap manusia pasti mendapat beragam nikmat dari Allah. Salah satunya adalah nikmat umur. Umur seseorang bisa pendek atau singkat dan bisa panjang. Sekalipun bisa dianalisis faktor-faktor penyebabnya seperti karena kecelakaan, kualitas gizi, dan kesehatan namun kita percaya bahwa pendek dan panjangnya usia tidak lepas karena takdir Allah. Karena titipan Allah maka menjadi kewajiban bagi umat untuk memanfaatkan dan memeliharanya. Mengapa demikian?
Allah tidak mungkin memberi sesuatu yang tidak berfaedah kepada umatnya. Kalau demikian mengapa kita tidak mengoptimumkannya? Mengapa masih saja ada yang bermalas-malasan dan melakukan maksiat sementara ada yang begitu aktif dan produktif melakukan ibadah seruan Allah? Disinilah kita harus memahami makna umur secara subtantif dan kaitannya dengan kewajiban kita di dunia. Pertama kita sadar hidup di dunia ini begitu singkat. Kedua agama selalu mengajarkan pada kita untuk berlomba-lomba berbuat kebajikan. Ketiga janganlah pesimis dan berputus asa kalau akan dan sedang melakukan suatu kegiatan. Lalu apa kaitannya dengan ulang tahun atau hari kelahiran seseorang?
Ketika seseorang mensyukuri hari kelahirannya maka tidak ayal lagi begitu banyak teman dan kerabat menyampaikan selamat. Ada yang berdoa semoga dia selalu sehat dan mudah rezeki. Ada juga yang mengirim kado disertai kartu ucapan selamat macam-macam. Namun yang kerap disampaikan adalah ucapan doa semoga panjang umur. Padahal sisa umur kita semakin pendek. Mungkin maksudnya adalah agar yang berulang tahun masih diberi tambahan usia hidup untuk bisa menikmati hidup ini.
Disini makna umur lebih pada konteks jumlah dan mutu penggunaannya. Bukan pada panjang pendeknya umur. Seberapa jauh tambahan umur digunakan sebaik mungkin. Bukan saja untuk menikmati dunia namun mengisi dunia ini dengan amal ibadah dan amal soleh. Dengan demikian kita bisa mengatakannya sebagai umur ibadah atau pengabdian. Dan untuk itu diharapkan setiap kita selalu memohon pada Allah agar kepada kita masih diberi kesempatan untuk beribadah dan beramal soleh. Tujuannya adalah memerbaiki kekurangan-kekurangan yang masih dimiliki dan tentunya juga meningkatkan kualitas pengabdian kita pada Allah.
Seperti biasa pada tiap hari kelahiran Kartini, siswa-siswa dan pegawai perempuan umumnya berkebaya ria atau pakaian daerah lainnya. Saya tidak tahu apa motifnya. Apakah karena Kartini sebagai orang Jawa atau karena kebaya mencirikan identitas femininitas. Selain kebaya, ada juga siswa wanita yang memakai baju seragam jururawat, Polwan, Kowad dsb. Pokoknya ramai dengan aneka warna jenis dan model pakaian. Mungkin keragaman pakaian itu mencerminkan kelembutan kaum perempuan dan sekaligus cerminan kemampuan mereka berkiprah dan berprofesi di beragam bidang pekerjaan.
Asesori berupa baju perempuan telah sangat melekat pada tiap acara peringatan hari kelahiran Kartini. Hampir-hampir tak pernah terabaikan. Pertanyaannya apakah cita-cita dan semangat perjuangan Kartini juga sudah melekat secara merata di kalangan anak bangsa? Kalau melihat dari segi pendidikan dan profesi pekerjaan agaknya tidak perlu diragukan. Tidak perlu ada persaingan di antara dua entitas laki-laki (Kartono) dan perempuan (Kartini). Ranah domestik kaum perempuan telah mengalami transformasi.
Doeloenya mereka lebih berkiprah di ranah domestik saja. Sekarang banyak yang berkiprah di ranah publik (ekonomi, sosial dan politik). Tentunya tanpa harus menimbulkan disharmonisasi keluarga. Hanya masalahnya, apakah sudah merata di berbagai daerah sampai di pelosok perdesaan? Ketika kemiskinan masih menjadi fenomena nasional apakah kesetaraan pendidikan antara anak laki-laki dan perempuan terjadi? Bagaimana dengan kekerasan terhadap kaum perempuan? Bagaimana pula dengan eksploitasi seks pada kaum perempuan? Bagaimana dengan perdagangan perempuan? Dan…dan….dan lainnya?
Kajian dan asupan-asupan tentang peningkatan kaum perempuan dalam pembangunan sudah begitu banyak dan sering diseminarkan. Tinggal melaksanakannya saja. Namun harus diakui masih ada terjadi distorsi karena masih terjadinya salahtafsir dalam pemahaman kesetaraan gender (relasi sosial antara perempuan dan laki-laki) dilihat dari berbagai perspektif. Belakangan ini sebagian khalayak melakukan protes keras terhadap isi RUU tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender. Terutama dari sisi agama dan budaya. Ya masih perlu diperjuangkan secara lebih sistematis dan bersambung. Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun (an-Nisaa; 124).
(1)
Diiringi doa berkah abah dan ema
Di akhir Agustus ’63 itu
Aku berangkat naik bis dari Betawi
Tiba di stasiun bis kota Bogor
Lalu aku berjalan dengan pasti
Ke kampus IPB Baranangsiang
Menjadi mahasiswa baru Fakultas Pertanian
Terasa bahagia penuh syukur
(2)
Di malam hari pertama
Menginap di kota hujan ini,
Aku mulai tinggal sendiri jauh dari keluarga
Di kamar sempit dengan udara dingin
Tempat aku bermukim dan belajar
Di jalan Panaragan
Tiba-tiba ada kegalauan tersendiri
Bisakah aku betah?
Bisakah kau Bogor berikan suasana nyaman?
Bisakah aku memeroleh keakraban?
Bisakah aku punya semangat?
Bisakah aku berhasil?
Untuk meraih cita?
(3)
Sejuknya lingkungan
dan ramah serta akrabnya warga sekitar
Dan suasana akademik yang nyaman
Lambat laun tetapi pasti
Kegalauanku mulai surut mengecil
Membuatku terasa betah
Dan aku merasa terpikat padamu Bogor
(4)
Dengan sepeda motor merek Ducati dan Vespa
Ku telusuri lika liku sudut jalan, pertokoan dan perkampungan
Makan mie baso, goreng talas,nanas manis, dan toge goreng kesukaanku
Bersama teman nonton film di bioskop Rangga Gading
Terkadang berteduh di kebun raya nan sejuk
Betapa nyamannya kota Bogor ini
(5)
Kegiatan rutinku
Utamanya selama delapan semester
Begitu banyak
Kuliah, praktikum, dan ujian
Juga berorganisasi dan demonstrasi
Melawan tirani kekuasaan otoriter
Pagi, sore dan terkadang malam
Melelahkan terlebih sehabis diguyur hujan
Namun tak patah semangat
Dengan kerja kerasku
Ku bersyukur hingga kuraih kesarjanaanku
Mulailah cita-cita kukembangkan
Menjadi dosen hingga sekarang
(6)
Bogorku bukan sekedar tempat meraih cita
Namun juga kutemukan cinta
Seorang mahasiswi,kelahiran Betawi
Membuatku terpesona
Akan kecantikan paras, cerdas dan kebaikan budinya
Cuma dua tahun aku berkenalan akrab dengannya
Kemudian, berikrar di hadapan Allah
Memasuki kehidupan baru nan panjang
Dengan tiga anak dan tujuh cucu
(7)
Bogorku
Walau udara di sekitarmu belakangan semakin tercemar
Kendaraan bermotor semakin banyak berseliweran
Namun kau telah banyak memberiku ruang dan suasana
Kesejukan dan semangat meraih cita dan cinta
Sebaliknya
Aku merenung apakah
Selama 49 tahun hidup di Bogor
Diriku telah banyak memberi sesuatu buatmu
Yang sangat berarti
Tapi aku tak tahu…jujur aku tak tahu
Biarlah hanya Allah yang Maha tahu
Terimakasih ya Allah ya Rabb
Terimakasih untuk segalanya Bogorku
Semoga kau tetap menawan menjadi Kota Hijau
Kota yang menyejukkan hati setiap insani
Gunung Batu Ciomas
Medio April 2012
Pembangunan berkelanjutan diilhami oleh adanya kerusakan lingkungan hidup.Isu lingkungan hidup merebak sejak tahun 1960-an. Pada tahun 1972, PBB menyelenggarakan konferensi tentang lingkungan hidup (United Nation Conference on the Human Environment) di Stokholm. Isunya ialah kerusakan lingkungan hidup (bahan kuliah Falsafah Sains; IPB Sjafri Mangkuprawira).
Selanjutnya dikemukakan isu pembangunan berkelanjutan semakin kuat dengan diterbitkannya laporan WCED (World Commission on Environment and Development) sehingga berkembang menjadi isu lingkungan hidup dan pembangunan yang tecermin dalam nama Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan di Rio de Janeiro. Akhirnya, 30 tahun setelah Konferensi Stokholm, diadakanlah KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg.
Lingkungan hidup bukan isu utamanya, melainkan merupakan bagian pembangunan berkelanjutan, yang seperti disyaratkan oleh WCED: Pertama, harus meningkatkan potensi produksi dengan cara yang ramah lingkungan hidup; Kedua, menjamin terciptanya kesempatan yang merata dan adil bagi semua orang. Dalam perkembangannya maka kini dikenal istilah green economy atau ekonomi hijau khususnya dalam dunia bisnis.
Ekonomi Hijau (EH) merupakan proses menyeimbangkan antara peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi dan kualitas lingkungan. Dengan kata lain jangan sampai mengalami trade off dengan kerusakan dan kelangkaan ekologi. Karena itu ada ciri-cirinya dimana EH merupakan paradigma baru ekonomi. Dengan EH bagaimana meningkatkan pendapatan dan mengurangi pengangguran dan kemiskinan sejalan atau bersamaan dengan program pengurangan resiko lingkungan dan kelangkaan sunberdaya alam. Sekaligus pula bahwa EH memiliki aspek strategis dalam pembangunan berkelanjutan.
Dalam konteks EH maka setiap kegiatan bisnis harus memiliki kriteria pentingnya menempatkan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam setiap keputusan bisnisnya; proses produksi dan produk-produknya harus memiliki ciri-ciri ramah lingkungan; dan menjadikan ”hijau” menjadi salah satu kriteria kemampuan daya sang bisnis. Tentunya daya saing ini tidak hanya sebatas pada ketersediaan modal teknologi dan modal alam saja namun juga modal sumberdaya manusia.
Modal alam yang semakin langka tidak ditempatkan lagi sebagai ukuran utama keandalan suatu bisnis. Kelangkaan ini harus diimbangi dengan keunggulan modal manusia. Banyak negara yang miskin modal alam namun karena mutu modal manusianya hebat-hebat maka bisa sejahtera. Karena itu berkait dengan berkembangnya manajemen pengetahuan maka sumberdaya manusia dalam bisnis harus ditingkatkan. Mulai dari pemahaman visi tentang EH hingga meningkatnya pengetahuan, sikap dan ketrampilan sumberdaya manusia. Kompetensi sumberdaya manusia yang berwawasan ekonomi hijau harus menjadi pilihan strategis suatu perusahaan. Disinilah pentingnya setiap organisasi bisnis mengembangkan dirinya menjadi organisasi pembelajaran. Yakni suatu perusahaan yang dicirikan oleh strategi pengembangan sumberdaya manusia dengan dukungan manajemen ilmu pengetahuan.. Disitu ditanamkan perilaku yang tak pernah berhenti belajar dan melakukan perubahan-perubahan yang inovatif berwawasan lingkungan.
Seorang manajer tidak jarang dalam mengambil keputusan dan tindakan berada dalam situasi yang tergesa-gesa dan persiapan yang tidak cukup. Karena itu hasilnya kerap tidak memuaskan. Hal itu bisa terjadi pada tingkat persoalan sederhana hingga yang rumit. Misalnya memecat seorang karyawan hanya karena yang bersangkutan tidak melakukan apa yang diperintahkan sang manajer dengan baik hingga beberapa kali. Dan ternyata pemecatan itu pun dilakukan pada beberapa karyawan lainnya. Padahal tindakan ini akan merugikan perusahaan itu sendiri yaitu semakin menurunnya kinerja.
Kasus di atas terjadi karena kekurangan pertimbangan yang matang dari manajer dan manajer puncak. Sering kali keputusan memecat karyawan hanya didasarkan pada emosi yang tak terkendali. Jauh dari pertimbangan rasional misalnya mengapa kinerja karyawan rendah, bagaimana dengan pengetahuan dan ketrampilannya, bagaimana pula tingkat komitmen dan kedisiplinannya dan apa akibatnya pada karyawan kalau dia dipecat. Contoh itu bisa digolongkan pada lemahnya sang manajer dan manajemen puncak untuk mau berpikir panjang.
Kualitas berpikir apakah panjang atau pendek ada hubungannya dengan emosi. Dalam emosi terdapat perasan dan pikiran-pikiran yang digunakan sebagai basis untuk bertindak. Jadi emosi bukanlah sekedar respon tetapi sinyal dan timbulah stimulus. Dengan demikian kecenderungan terdapat proaktif dari emosi untuk bertindak. Seorang manajer yang melakukan pemecatan karyawannya tanpa berpikir panjang berarti dia tak mampu mengendalikan dirinya. Padahal berpikir panjang adalah produk dalam memertimbangkan sesuatu dengan baik-baik, hati-hati, dan rasional.
Kemampuan menghitung untung ruginya suatu keputusan dan tindakan adalah sangat fundamental. Apalagi kalau yang menyangkut nasib dan hak asasi orang lain. Hal demikian berhubungan dengan apa yang disebut pengendalian diri dan mengelola diri. Pengendalian diri sangat berhubungan dengan kemampuan mengelola emosi. Dan itu berkaitan dengan kemampuan mengenali diri. Semakin paham kita mengenali diri sendiri semakin meningkat pula kemampuan mengelola emosi kita. Inilah yang disebut dengan kecerdasan emosi seseorang. Dengan demikian kalau kita memiliki kecerdasan emosi yang tinggi berarti kita mampu memotivasi diri untuk berpikir dan bertindak positif-rasional. Dengan kata lain kita mampu berpikir panjang.
Tidak ada yang membantah bahwa uang adalah unsur pokok dalam memotivasi kerja seseorang. Hal demikian terlihat pada besaran kompensai atau remunirasi yang diperoleh karyawan. Semakin tinggi nilai kompensasi cenderung semakin tinggi motivasi kerja karyawan dan harapannya kinerja pun bakal meningkat. Sementara tujuan strategi kompensasi adalah member penghargaan yang benar pada karyawan dengan perilaku yang sesuai dengan standar organisasi.
Tampak bahwa uang adalah sumber motivasi yang sangat signifikan bagi karyawan. Namun bisa dikatakan pula bahwa peningkatan gajih misalnya hanya dapat memotivasi hingga pada peningkatan gaji selanjutnya. Dengan kata lain tidak mungkin semua karyawan serentak memeroleh kenaikan gaji kalau ada yang tidak berprestasi. Kecuali yang memang memeroleh promosi karena kinerjanya yang melebihi standar kinerja organisasi.
Namun patut diperhatikan posisi uang tidak selalu sebagai unsur satu-satunya yang dapat memotivasi karyawan untuk bekerja dengan lebih baik. Kalau dikaitkan dengan teori motivasi Herzberg misalnya, uang hanyalah untuk memeilihara motivasi yang sudah ada agar tidak mengalami penurunan. Dengan kata lain bukan sebagai faktor motivator bagi karyawan. Karena itu selain uang maka perusahaan harus mencari bentuk lain dalam memotivasi kerja karyawan misalnya membangun suasana kerja yang nyaman, kepemimpinan yang memotivasi, fasilitas kerja yang lengkap dst. Itulah yang disebut dengan jenis kompensasi yang sifatnya non-finansial.
Kembali pada kompensasi hubungannya dengan motivasi kerja karyawan maka perusahaan harus menempatkannya tidak dalam system strategi bisnis saja namun juga dalam kandungan visi dan misi perusahaan. Dalam prakteknya perusahaan harus memiliki strategi manajemen kompensasi yang berbasis pada kepentingan perusahaan dan karyawan. Besaran kompensasinya harus berdasarkan pertimbangan kondisi kesehatan perusahaan dan juga kondisi remunirasi di pasar kerja. Dengan demikian diharapkan strategi kompensasi dilaksanakan dapat meningkatkan komitmen dan keterikatan kerja karyawan di perusahaan.