Januari 2012


 

        Mengelola karyawan yang dilakukan seorang manajer ternyata gampang-gampang sulit. Mengapa? Sepertinya mudah karena mereka terikat pada hirarki struktural perusahaan. Namun tidak demikian karena karyawan sebagai manusia memiliki keunikan. Mereka memiliki perasaan, intuisi, keinginan, dan kepribadian aktif serta permasalahan yang beragam satu sama lainnya. Karena itu pendekatan pada mereka misalnya dalam hal membangun motivasi kerja pada satu orang dengan yang lainnya bisa jadi berbeda-beda. Sementara bisa juga pendekatannya sama yakni yang menyangkut kebutuhan universal, misalnya dalam hal menyediakan kebutuhan dasar tentang kesejahteraan, pendidikan dan latihan.

         Sebelum melakukan program membangun motivasi, kedisiplinan, dan komitmen,misalnya, maka manajer hendaknya sudah mengetahui dan memahami karakteristik para karyawannya. Hal ini sangat penting dilakukan mengingat posisi karyawan di perusahaan. Mereka tidak sekedar sebagai unsur produksi namun juga sebagai unsur investasi perusahaan yang efektif. Karena itu mutu SDM mereka perlu dikembangkan dan dipelihara tidak saja dalam konteks kinerja namun juga kepuasan kerja. Dengan demikian mereka diharapkan akan betah berada di perusahaan dalam waktu relatif lama. Strategi untuk mencapai itu adalah bagaimana meningkatkan keterikatan mereka pada organisasi.

        Yang dimaksud dengan keterikatan (engagement) adalah kepatuhan seseorang (karyawan manajemen dan nonmanajemen) pada organisasi yang menyangkut visi, misi dan tujuan perusahaan dalam proses pekerjaannya. Bukan dalam arti pemahaman saja namun juga dalam segi pelaksanaan pekerjaannya. Karyawan yang memiliki keterkaitan dengan organisasi dicirikan oleh beberapa hal yakni (1) sangat memahami visi, misi, dan tujuan program serta peraturan organisasi; (2) menyenangi pekerjaan mereka; (3) motivasi kerja yang tinggi; (4) selalu meningkatkan mutu kinerja; (5) merupakan sumber gagasan baru; (6) manajer dan karyawan saling menghormati; (7) mampu membangun tim kerja yang andal; dan (8) merasa sebagai bagian keluarga besar perusahaan.

        Keterikatan pada perusahaan menjadi ciri utama keberhasilan perusahaan dalam menangani masalah sumberdaya manusia karyawan. Semakin tinggi keterikatan karyawan dengan organisasi semakin baik kinerjanya dan pada gilirannya semakin baik kinerja perusahaannya. Karyawan bekerja tidak melulu untuk meraih kompensasi finansial saja namun juga nonfinansial seperti penghargaan personal dan karir. Karena itu tidak mungkin membangun keterikatan mereka hanya dengan pendekatan yang sangat bersifat struktural. Mereka sebagai individu pertama kali harus “diikat” dengan pendekatan sistem nilai. Sistem budaya organisasi sekaligus budaya kerja korporat (efisien, mutu, transparan dan akuntabilitas) harus ditanamkan sejak mereka masuk ke sistem sosial yang baru yakni perusahaan. Secara bertahap mereka dibina sehingga sistem nilai di perusahaan sudah menjadi kebutuhannya.

        Penerapan sistem nilai seharusnya inheren dengan kebutuhan universal karyawan. Jangan sampai terjadi benturan nilai. Dengan kata lain perusahaan jangan terlalu berorientasi pada keuntungan semata namun mengabaikan kebutuhan karyawan akan kesejahteraannya. Dan jangan lupa dengan keterikatan yang begitu tinggi, karyawan bukannya tidak memiliki daya kritis. Disinilah pihak manajer harus selalu menampung pandangan-pandangan baru dari karyawan. Tak perlu ada resistensi atas kritikan-kritikan progresif dari karyawan. Tidak tertutup kemungkinan karena begitu eratnya keterikatan, para karyawan akan “berlomba-lomba” untuk bekerja dan menghasilkan kinerja terbaiknya.

 

         Memasuki era bisnis global berarti meningkatnya kesiapan para pebisnis domestik menyambut kedatangan pekerja dari luar negeri. Hal demikian tidak bisa dihindari ketika perusahaan masuk dalam aliansi manajemen sumberdaya manusia internasional. Dalam hal ini kecenderungan menghadapi bisnis global dan keragaman pekerja juga menjadikan tantangan tersendiri bagi departemen SDM. Kultur perusahaan antarnegara bisa jadi berbeda signifikan. Lalu apa saja yang harus dilakukan perusahaan domestik?

         Sebagai contoh, sikap budaya tentang peranan perempuan yang meningkat dalam pekerjaan menyebabkan banyak perusahaan melakukan rancangan kembali program pengembangan mereka dan menempatkan perempuan dalam pekerjaan-pekerjaan yang telah dilakukan laki-laki. Begitu pula keragaman tingkat pendidikan di antara para pekerja telah mengarahkan perusahaan untuk meningkatkan sejumlah fasilitas, seperti bahan bacaan, tulisan, aritmatik, dan bahasa Inggris bagi pekerja asing. Bagi sebagian besar pekerja yang tidak berbahasa Inggris di beberapa perusahaan, bahan-bahan pelatihan terkadang di adaptasikan ke bahasa yang dikuasainya.

         Departemen SDM yang proaktif akan mengembangkan program-programnya termasuk pelatihan yang beragam. Di sini perhatian kurang diberikan pada banyak model permainan peran atau pemodelan perilaku, tetapi lebih pada menciptakan sensitivitas pekerja pada ragam kondisi tempat kerja. Sebagai contoh, berikut ini disajikan hasil sebuah survei di USA tentang beragam pelatihan yang dilakukan perusahaan-perusahaan untuk memperkecil keragaman berbagai aspek kehidupan di kalangan pekerja dari berbagai negara (% dari total perusahaan).

a. Pelatihan sensitivitas keragaman kultural: 53%.

b. Pelatihan komunitas silang budaya: 32%.

c. Pelatihan isu gender: 42%.

d. Pelatihan gangguan karena penempatan kerja yang bebas: 71%.

e. Pelatihan kesadaran seksual: 15%

f. Pelatihan kesadaran ketidakmampuan/kekurangan diri: 56%.

         Ketika sebuah perusahaan menyediakan pelatihan untuk orang-orang asing, isi atau muatan dan pelayanan harus disesuaikan dengan kebiasaan dan harapan lokal antara lain dalam hal teknik pembelajaran, gaya kepemimpinan, metode diskusi, dan metode praktek kerja. Termasuk susunan tempat duduk, periode dan waktu pelatihan, makanan, dan akomodasi. Ketika pelatihan tingkat internasional diterapkan, perusahaan memfasilitasinya dengan program pementoran, yang biasanya dilakukan oleh tingkat wakil direktur atau di atasnya. Disini, mentor berfungsi mengurangi rasa khawatir atau rasa bingung di kalangan pekerja asing dengan memfasilitasi bimbingan dan kontak-kontak perorangan. Semuanya membutuhkan perhatian yang berfokus pada penyesuaian pekerja asing dalam mengadaptasi kultur masyarakat dan perusahaan. Hal demikian sangat penting agar terjadi saling berbagi visi diantara para pekerja domestik dan asing. Sekaligus terjadi sinergitas proses pekerjaan diantara dua kelompok pekerja itu.