April 2007


Suatu ketika saya mengikuti apel Hari Pendidikan Nasional di kampus IPB Darmaga Bogor. Ada butir-butir sambutan Mendiknas yang disampaikan rektor yaitu tentang Rencana Strategis (renstra) Pendidikan Nasional. Renstra itu bertumpu pada tiga pilar utama yaitu peningkatan dan penguatan akses pendidikan, peningkatan relevansi dan daya saing mutu pendidikan, serta peningkatan tata kelola dan citra publik pengelola pendidikan. Intinya adalah bagaimana Indonesia harus mampu tampil sebagai suatu negara yang mampu berhasil dakam mencerdaskan bangsanya lewat pendidikan bermutu.

Tekad itu bukannya tanpa alasan. Data menunjukkan sumberdaya manusia Indonesia yang masih tertinggal kualitasnya. Dalam skala global dapat dilihat dari daya saing ekonomi, pendidikan dan indeks pembangunan manusia.

International Institute for Management Development (2001), suatu organisasi internasional yang bermarkas di Kota Lausanne, Swiss, tentang peringkat daya saing ekonomi sejumlah negara. Dari sebanyak 49 negara, ternyata Indonesia berada pada posisi paling rendah; yaitu peringkat ke-49. Negara-negara tetangga seperti Australia, Selandia Baru, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, dan Korea Selatan memiliki peringkat di atas Indonesia. Artinya daya saing ekonomi kita memang paling lemah di antara negara-negara dunia pada umumnya, termasuk negara-negara tetangga. (lebih…)

Suatu waktu saya berkesempatan ngobrol dengan dua sahabat saya mengenai asal muasal mereka menjadi guru besar. Sebut saja yang satu Prof. Meranti dan satunya lagi Prof.Tek-In. Mereka mengaku berasal dari keluarga yang ekonominya pas-pasan. Menurutnya, mereka tergolong miskin di desanya. Orang tuanya tidak memiliki penghasilan berlebihan untuk mengirim mereka studi di IPB. Maklum dari kalangan petani marjinal. Yang dimiliki orang tuanya hanya semangat dan impian agar anaknya menjadi “orang”. Pantas saja katanya, sebagian penduduk di desanya hampir-hampir tidak percaya ketika keduanya pergi ke Bogor untuk menuntut ilmu di IPB. Tidak sedikit yang mencemoohkannya. Mana mampu! Bahkan Meranti dikira oleh para tetangganya akan mencari pekerjaan di Bogor sebagai…….kuli bangunan.

Ketika sampai di Bogor keduanya tidak tinggal di tempat perumahan tetapi di asrama mahasiswa. Mereka tidak mampu membayar kalau tinggal di luar asrama. Pengeluaran sangat dihemat. Maklum kiriman wesel dari orang tua pas-pasan. Disamping itu karena jauh dari sanak saudara, hampir-hampir mereka tidak pernah jajan. Paling-paling ditraktir oleh teman-temannya. Dan itu pun sangat jarang terjadi. Sekali-sekali kalau punya waktu senggang mereka bekerja apa saja, asalkan dibayar. Disamping itu Meranti agak beruntung karena dia memperoleh beasiswa ikatan dinas. (lebih…)

Dengan mengucap Syukur ke hadirat Illahi, penulis mempersembahkan buku berjudul Manajemen Mutu Sumberdaya Manusia (MMSDM) kepada khalayak luas. Buku ini khususnya diperuntukkan bagi mereka yang berprofesi akademisi, mahasiswa, dan pelaku organisasi khususnya pengusaha dan manajer. Buku ini dibuat untuk melengkapi khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang manajemen dan sumberdaya manusia (SDM). Isi buku berdasarkan fenomena empiris dan teoretis yang menyangkut masalah manajemen, organisasi dan mutu SDM.

Latar belakang diterbitkannya buku MMSDM sebagai ilmu terapan iniadalah: Pertama, di dalam kumpulan literatur nasional dan internasional, penulis belum menemukan satu pun buku dengan topik MMSDM. Dengan kata lain buku ini merupakan yang pertama tentang MMSDM; (lebih…)

Anak bangsa lagi-lagi ngantre. Kali ini bukan untuk beli bahan bakar minyak atau memperoleh bantuan langsung tunai (BLT) tetapi untuk menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Jutaan anak bangsa berharap diterima sebagai CPNS. Mereka ada yang baru melamar dan ada juga yang sudah menjadi tenaga honorer sampai sepuluh tahun lebih. Namun jangan terlalu banyak berharap karena peluang diterima sangatlah kecil. Sebenarnya bukanlah hanya masalah peluang yang membuat banyak CPNS kecewa. Ada beberapa tipe kekecewaan yang muncul.

Pertama, mereka yang sudah tercantum namanya sebagai CPNS yang lolos tetapi ternyata direvisi dan akhirnya tidak diterima. Kedua, mereka yang merasa sudah mengabdi lama, sepuluh tahun lebih, ternyata tidak diberikan prioritas untuk diterima. Ketiga, adanya mereka yang memperkirakan terjadinya permainan KKN dalam penerimaan CPNS. (lebih…)

Sudah hampir sebulan terakhir ini puluhan ribu karyawan/buruh di berbagai daerah dan ibukota berunjuk rasa. Mereka protes atas ketidaksetujuan terhadap revisi UU RO No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Isi revisi lebih banyak memihak pada kepentingan pengusaha atau investor ketimbang pada buruh, kata mereka. Buruh semakin tertindas, tambahnya. Karena itu, batalkan saja revisi !! Demikian tuntutannya. Jangan buruh dipersalahkan kalau efisiensi perusahaan tidak tercapai !! Ungkapan lebih lanjut dari mereka.

Dalam saluran kran demokrasi yang semakin terbuka ini, Indonesia telah menjadi ladang unjuk rasa. Hampir di setiap sisi kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan hukum tak tertutup ruang untuk protes dari mereka yang merasa teraniaya. Dalam kasus revisi UU Ketenagakerjaan ini, tuntutannya adalah selalu pada peningkatan martabat buruh. Baikd ari segi besaran upah, kesejahteraan, karir, dan hak-hak bicara.

Melihat unjuk rasa yang semakin meningkat, Presiden sampai-sampai mengadakan rapat kabinet terbatas. Akhirnya presiden menunda revisi undang-undang itu. Mungkin beliau menyadari bahwa persoalan mendasar yang sebenarnya adalah pada mampetnya komunikasi tripartit (pengusaha, buruh, dan pemerintah). Beliau meminta agar dalam revisi UU tersebut komponen buruh dan juga perguruan tinggi dilibatkan. (lebih…)

April mop ? Bukan ! Saya tidak mengenal tradisi itu. Tetapi, 1 April (2006) kemarin alhadulillah setelah menunggu sekitar empat tahun, akhirnya program Doktor Manajemen Bisnis IPB resmi diluncurkan di Jakarta bersamaan dengan pengelepasan lulusan Magister Manajemen Agribisnis (MMA) IPB. Tidak tanggung-tanggung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga alumni IPB dan beberapa menteri hadir. SBY memberi kuliah umum, khususnya bagi para mahasiswa Program Doktor Manajemen Bisnis.

Program Doktor Manajemen Bisnis IPB lahir tidak tiba-tiba. Itu sudah dipertimbangkan masak-masak dan terencana, baik dari sisi perspektif internal (ketersediaan sumber daya manusia, fasilitas dan kurikulum mutakhir) maupun perspektif eksternal (persaingan global, pembangunan nasional. permintaan pasar, dan IPTEK) sejak empat tahun lalu. Saya sendiri, lebih kurang lima tahun lalu pernah mengirim surat kepada Direktur Program MMA IPB untuk menelaah kemungkinan dibukanya program Doktor. Kemudian dua setengah tahun yang lalu dalam orasi saya sebagai Guru besar, saya menyampaikan agar program doktor dapat segera diwujudkan. Juga pada waktu yang sampir bersamaan diadakan diskusi hasisl studi kelayakan program doktor manajemen bisnis di tingkat IPB. Hasilnya, IPB menilai program ini layak segera diadakan. Lalu promosi lewat media cetak dan kunjungan ke berbagai instatnsi pun diadakan secara intensif. (lebih…)

Beberapa hari yang lalu saya berdiskusi dengan seorang mantan mahasiswa yangs udah jadi “orang”. Sudah cukup lama tidak saling berjumpa. Dia seorang akademisi (PhD) tangguh dan publik figur. Disamping sebagai pengamat sosial ekonomi, dia juga anggota DPR. Dia merupakan salah seorang yang pernah mengikuti kuliah dan bimbingan skripsi dari saya lebih kurang dua puluh tahun yang lalu. Saya ingat ketika sedang proses bimbingan dia begitu rajin mengontak dan menunggu saya untuk konsultasi. Orangnya pintar dan lulusnya pun dengan penghargaan.

Sampai saat ini tidak kurang dari 250 orang alumni IPB (strata 1-3) yang pernah saya bimbing. Kalau mahasiswa yang pernah saya ajar, khususnya dalam ilmu Pengantar Ekonomi, Pengantar Manajemen, Pembangunan Pertanian, Manajemen SDM, Teori Organisasi, dan Kebijakan Pertanian, diperkirakan jumlahnya ribuan. Kini mereka tersebar sebagai dosen. birokrat, anggota legislatif, peneliti, dan wirausaha. Kalau saya hitung paling tidak terdapat ratusan alumni IPB yang sudah berhasil sebagai akademisi dan pengamat sosial ekonomi tingkat nasional bahkan internasional seperti itu. Bahkan beberapa diantaranya sudah lebih awal menjadi guru besar dibanding saya. Tentunya salah satu unsur keberhasilan mereka adalah proses pembelajaran yang dilakukan oleh suprasistem yaitu semua dosen yang berdedikasi tinggi disamping karena kemampuan dan upaya mereka sendiri.

Sebagai dosen, saya bangga sekali dengan keberhasilan mereka. Tiada kata lain yang meluncur kecuali ucapan rasa syukur … (lebih…)

Laman Berikutnya »