Beberapa waktu lalu saya pernah ngobrol dengan seorang sahabat. Ada topik obrolan yang membuat saya tertawa geli.  Ketika di Yogya,  sahabat saya bertemu dengan temannya yang bercerita  begini (modifikasi). “Suatu ketika ada seorang pribumi dan seorang turis asing tak sengaja saling bersenggolan  di dalam mal. Lalu dengan sopannya sambil ngangguk si Mas pribumi bilang ‘I am sorry, sir’. Tentu saja dibalas oleh orang bule itu ‘I am sorry too’. Si Mas merasa heran kok si bule  bilang sorry two (padahal too). Jangan-jangan memang lebih dari satu ‘sorry’, tambahnya. Ah supaya ngga kalah dia jawab lagi ‘sorry three’. Lalu si bule nengok sambil keheranan dan berucap….sorry? for what? Si Mas makin bingung…apa-apaan nih, katanya dalam hati. Sayup-sayup kedengarannya ada kata four (padahal for). Saking gengsinya dia bilang ya deh ‘sorry five’…setelah itu tak tahu lagi seperti apa mimik wajah  sang bule…dia langsung ngeloyor pergi menjauhi si kang Mas…Nah-nah-nah itulah distorsi pesan……berbasis sok tahu english….dan ternyata mendekati sifat foolish. Akibatnya hormat berlebihan dan tidak proporsional, tapi menggelikan.          

         Cerita itu mengingatkan saya pada kisah Nasrudin, dalam humor sufi, berjudul Orang Tolol seperti berikut ini (20 Februari 2004, Republika Online). Nasrudin membawa serantang makanan dari pasar. Karena kurang hati-hati, rantang itu jatuh dan isinya tumpah berantakan. Segera saja datang orang-orang berkerumun. ”Hai para tolol,” teriak Nasrudin sambil memungut rantang-rantangnya, ”Apa kalian belum pernah melihat orang tolol?”. Sumber: Tb.Sjafri Mangkuprawira, 2007,Coretan Seorang Dosen:Rona Wajah,IPB Press.