Peristilahan tentang jantung dalam khasanah bahasa Indonesia cukup kaya. Di antaranya kita kenal istilah jantung kota, jantung kehidupan, makan hati berulam jantung, dan jantung hati. Dalam bukunya berjudul The Mythology of the Heart (Barnard, 2002), Dr.Frank Nager menyajikan uraian yang mengesankan, betapa pentingnya organ jantung dalam semua budaya. Walaupun besarnya cuma sekepalan tangan anda dan beratnya sekitar 250-360 gram, jantung dipandang sebagai pusat kehidupan, sumber kecendekiaan, keinginan, keberanian, perasaan, dan emosi kita. Saking begitu pentingnya posisi jantung maka dalam bahasa cinta sering diungkapkan sebagai curahan hati.Misalnya “kaulah jantung hatiku…aku tak bisa hidup tanpa kau”. Sangat  janggal kedengarannya ya, kalau tiba-tiba si Robert bercurhat pada neng Culun dengan ungkapan, “kaulah ginjal hatiku” atau “kaulah usus besar hatiku”. 

         Jantung adalah satu-satunya organ dalam tubuh kita yang langsung bereaksi terhadap gairah, stres, atau kejadian yang emosional. Jika kita ketakutan, marah, atau  jatuh cinta, jantung kitalah yang pertama kali bereaksi terhadap semua jenis perasaan itu. Jantung akan berdetak lebih kencang dan memberikan sejumlah sinyal. Kemudian kita merabanya. Di sisi lain, jantung berfungsi sebagai motor penggerak dan sekaligus pompa yang mensirkulasikan darah ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah. Dengan demikian, fungsi jantung dalam tubuh demikian sangat pentingnya. Tanpa jantung sehat atau rusak tak berfungsi, kita bukanlah apa-apa. Nah itulah yang terjadi pada  jantung saya yang harus dioperasi pintas koroner.

Hari ini jantung saya, pascaoperasi, genap berusia lima tahun. Operasi untuk membuat “jembatan” pada empat saluran yang  tersumbat 100% itu makan waktu hampir lima jam. Berlangsung baik berkat perlindungan Allah, tangan-tangan terampil para dokter dan tenaga medis lainnya. Tentunya dengan dukungan fasilitas moderen kedokteran. Mengapa jantung saya dioperasi?

Dalam perjalanan hidup, saya pernah alpa dalam menerapkan gaya perilaku sehat. Pasalnya,  bertahun-tahun, saya begitu sering terjun bebas untuk mengkonsumsi makanan khususnya yang berlemak secara berlebihan. Sate dan gulai kambing, jeroan, dan mi kocok telah menjadi menu favorit yang sulit ditinggalkan. Lalu intensitas bekerja terlalu kencang tanpa dibarengi olahraga yang cukup. Akibatnya jantung saya pernah protes dan bahkan ngambek karena  saya telah mengabaikannya. Hal itu dicirikan  oleh rasa sesak napas disertai rasa nyeri di sekitar dada. Badan jelas terasa lemah banget. Gara-gara itu, tidak kurang dari empat kali (1999-2001) saya pernah meringkuk di rumah sakit. Nginap rata-rata sekitar lima-tujuh hari. Dengan bantuan tabung  oksigen, obat dan istirahat cukup, alhamdulillah saya kembali pulih sementara.

Namun ketika rasa lidah ini semakin tak terkendali maka ketidak-disiplinan untuk mengkonsumsi makanan sehat semakin menjadi-jadi. Nah, hasilnya? Kandungan kolesterol total, trigliseride, dan asam urat di atas ambang normal. Flak berat terdapat di empat saluran berkadar 100%. Maka  jatuhlah vonis dokter kepada saya  berupa eksekusi segera operasi jantung pintas koroner. Saya tak berdaya untuk naik “banding” atau “kasasi” minta dibebaskan dari operasi. Mohon ampun pun tidak bisa. Tak ada lagi peluang “peninjauan kembali” diagnosis. Setelah merenung mendalam sambil memohon petunjuk Allah dan dukungan keluarga, akhirnya saya siap menghadapinya.

          Sudah lebih  dari tiga tahun ini saya kembali untuk lebih ‘sopan’ dalam hal makanan. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. (al-Maa’idah; 88). Makanan berkadar lemak tinggi,  sudah jarang disentuh. Kecuali di awal bulan Syawal (suasana lebaran) tetapi dengan sangat terkontrol. Sebaliknya buah-buahan segar selalu menjadi santapan sehari-hari. Air minum dari rebusan daun salam dan tanaman putri malu, menjadi langganan tetap minuman saya tiap hari. Olahraga jalan kaki sejauh 1,5 kilometer dilakukan secara teratur, dua kali dalam seminggu. Itu dilakukan di halaman rumah saya yang relatif cukup  luas.

         Obat triatec dan norvask serta aspilet, harus saya telan masing-masing sebutir tiap hari; seumur hidup.Manfaatnya untuk menjaga tensi dan kelancaran aliran darah dalam batas normal. Dukungan suplemen makanan; multi vitamin-mineral nutrilite, dan salmon omega-9, telah membantu fisik saya terasa fit. Di dalam dompet saya selalu tersimpan obat cedocard yang baru digunakan (di bawah lidah) kalau saya tiba-tiba merasa sesak napas. Ini pertolongan pertama untuk melancarkan aliran darah. Insya Allah semua itu saya lakukan demi memelihara organ tubuh titipan-Nya. Alhamdulillah, kemudian setelah tiga bulan operasi, demi syiar, saya  menyelesaikan tulisan yang berisi ulasan tentang jantung dan kronologis jalannya operasi. Dan diterbitkan dalam bentuk buku populer berjudul “Jantungku Harapanku”.