Seperti biasa kalau libur panjang, tiga cucu saya yang tinggal di Bogor dan Bandung menginap di rumah saya. Sementara tiga  lainnya masih bermukim di Glasgow (UK). Kemarin sore saya membawa mereka ke Botani Square,tempat mal di Bogor, ngajak ke salah satu toko buku.Tentu saja setelah itu  pergi ke tempat bermain TZ, lalu belanja baju mereka, dan diakhiri makan mi kesukaan mereka.

Ketika menunggu  di tempat bermain, saya lalu membuka bungkusan plastik salah satu buku yang saya beli. Judulnya La Tahzan atau Jangan bersedih dalam hal cinta”, karangan Dr.’Aidh al-Qarni. Susah banget membukanya walau sudah menggunakan kuku. Berkali-kali tetapi toh gagal juga. Nah ketika sedang repot-repotnya, seorang gadis manis, kira-kira berusia 14 tahun, bersama dua saudaranya bertanya: pak sedang apa? Bolehkah saya membantu membukanya? Terimakasih, jawab saya. Biar saya coba lagi. Lalu saya gunakan gigi untuk menggigit kertas plastik yang alot dan bandel itu.Eeh, tetap tidak bisa. Lalu, dia bilang lagi; mari pak saya yang membukanya. Dengan kukunya, tidak dalam semenit, bungkusan plastik itu terbuka. Setelah mengucapkan terimakasih, lalu saya buka buku itu. Dari daftar isinya, tampaknya buku itu bagus terutama ketika setiap insan sedang menghadapi masalah cinta. Himbauannya tak perlu bersedih. Dilengkapi beragam formula mengatasinya.

Setelah sejenak membacanya, tiba-tiba saya berpikir untuk bertemu tiga gadis kecil itu. Beruntung, mereka masih sedang menyetor tiket yang dapat diganti barang-barang mainan atau asesori. Lalu saya panggil dan bertanya siapa namanya. Salah satunya bernama Fani yang membuka plastik itu. Kemudian  saya tanya lagi apakah gemar membaca buku. Dijawab serentak, wah sangat senang pak. Dengan spontan, saya tanya mau buku tidak? Dengan tersipu-sipu dia bertanya memangnya kenapa pak? Lalu saya bilang nih buku tadi buat kamu.Siapa tahu cocok buat kamu. Lho, nanti mana buku buat bapak, ujarnya. Saya bilang, saya membeli dua buku bertopik itu. Setelah dua kali menolak dengan halus, si gadis kecil Fani menerimanya, sambil berkali-kali mengucapkan terimakasih. Di halaman dalam, saya bubuhkan nama saya lengkap dengan ungkapan pesan-pesan manis.

Saya hampir tak percaya di tengah keramaian perilaku masyarakat modern yang kental dengan sifat egonya, ada tiga gadis kecil dengan ikhlas menolong sang kakek yang sedang menghadapi ”kesulitan”. Walau cuma untuk membantu seseorang ketika menghadapi  masalah yang  ringan. Patut diacungkan jempol. Saya menduga pasti ini buah dari proses sosialisasi keluarganya. Menerapkan rasa sensitifitas terhadap kesulitan orang lain dan sigap bersolidaritas sesama. Mampu membangun karakter manusia penolong. Fani, terimakasih banyak. Semoga kau menjadi anak yang semakin soleha dan pintar. Semoga anak-anak Indonesia seperti kamu.