Katakanlah ada pernyataan seorang manajer kepada subordinasinya bahwa “aku tahu dan anda pun tahu”. Jadi manajer dan subordinasinya sama-sama tahu akan semua segi tentang pekerjaan. Kalau begitu maka dalam melaksanakan tugas unit kerja semuanya bakal beres. Tak ada masalah. Tak ada unsur yang menghalangi. Yang ada saling mengerti, saling berkomunikasi efektif, dan saling kerjasama dan memerkuat. Maka kinerja unit pun akan tercapai sesuai standar. Benarkan selalu seperti itu? Tidak demikian.
Pernyataan di atas hanyalah sebatas proposisi saja. Sama-sama tahu tidak otomatis sama-sama pula dalam hal derajat pemahaman, sikap,dan ketrampilan akan suatu pekerjaan. Apalagi tentang kinerjanya. Sama-sama tahu boleh jadi hanya sebatas konteks domain pengetahuan atau kognitif. Sementara dalam domain afektif atau sikap dan ketrampilan memiliki perbedaan. Karena itu walau sama-sama tahu namun belum tentu dibarengi dengan koordinasi pekerjaan yang efektif. Hal ini sangat berkait dengan persyaratan pentingnya kompetensi individu khususnya dalam hal sikap bekerja.
Kompetensi individu tidak saja diindikasikan penguasaan tingkat pengetahuan. Ketika seseorang akan melaksanakan suatu pekerjaan maka keberhasilannya tidak lepas dari faktor niat atau motif mengapa dia bekerja. Kalau dia memiliki kekuatan tinggi dalam hal niat seperti motif, watak, dan konsep diri maka umumnya diikuti dengan kemampuan mengelola diri. Semakin tinggi kemampuan mengelola diri dicirikan dengan semangat bekerja dari seseorang yang semakin tinggi pula mutu proses pekerjaannya; ceteris paribus. Karena itu apa yang harus dilakukan manajer agar subordinasinya memiliki niat dan semangat tinggi melaksanakan pekerjaannya?. Artinya bagaimana subordinasi mampu melakukan perbaikan kinerja terus menerus agar diperoleh capaian standar bersaing.
Membangun niat karyawan untuk mau bekerja keras dan cerdas tidak semudah mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan kerjanya. Niat karyawan merupakan unsur watak untuk menentukan seberapa jauh dia siap mau bekerja dengan sungguh-sungguh. Unsur watak secara signifikan berkait dengan pembentukan sikap. Unsur ini tidak mudah diamati karena kerap tersembunyi. Sementara derajat pengetahuan dan ketrampilan mudah diamati dan sifatnya lebih terbuka. Namun bukan berarti membangun watak tidak perlu dilakukan. Walau prosesnya jauh lebih panjang ketimbang membangun tingkat pengetahuan dan ketrampialn, namun niat atau motif seseorang bisa dibangun dengan efektif.
Hal yang pertama perlu dibangun adalah dalam hal kesamaan pandangan filosofis tentang makna bekerja. Karyawan sejak awal mulai bekerja dikembangkan dan dibina pemahamannya tentang makna bekerja, visi dan misi organisasi, dan peran sumberdaya manusia dalam mengembangkan organisasi. Selain itu perusahaan perlu melakukan program orientasi pekerjaan dan hubungan sosial secara intensif bagi para karyawan baru. Orientasi ini diperlukan agar karyawan lebih memahami dunia nyata tentang pekerjaan. Selain itu sebagai individu sosial mereka tak mungkin hidup bermakna kalau tidak melakukan hubungan sosial dengan sesama individu lainnya. Sekaligus dari mendengar, melihat dan melaksanakan langsung suatu pekerjaan akan menumbuhkan motif dan motivasi kerja karyawan.
Sementara itu fungsi kendali dan pengawasan oleh manajer akan lebih memerlancar lagi pembentukan niat atau motif karyawan untuk bekerja dengan semakin kuat lagi. Kalau dilakukan secara terprogram, lama kelamaan fungsi itu semakin diperkendor sejalan dengan semakin bertumbuhnya motivasi bekerja dari karyawan. Salah satu bentuk pengakuan adalah pemberian otonomi pengambilan keputusan untuk beberapa persoalan pekerjaan tertentu. Dengan demikian untuk meningkatkan kinerja karyawan dan organisasi tidak hanya dibutuhkan pengetahuan yang mendekati sama di antara karyawan dan manajer tetapi juga dalam hal niat dan motif semangat kuat dari semua unsur pelaku organisasi.
Februari 25, 2010 at 1:16 am
Setuju prof …. Sepertinya fungsi Manager telah menyempit menjadi hanya melakukan fungsi kelola & strategi kerja yang terkait dengan skill & knowledge. Padahal yang terpenting diantara semua itu yaitu membentuk attitude ( Mental & karakter ) menjadi second job. Belajar dari Herb kelleher ( CEO Soutwest Airlines/SWA 1981 ), standar recruitment SWA, Attitude lah yang utama, knowledge & skill bisa dibentuk. Membangun mental & karakter pekerja selaras dengan company culture merupakan tugas utama Manager di semua Lini kerja. Tapi terkadang karena ketidak mampuannya, fungsi ini diserahkan begitu saja ke manager-manager HRD, istilah saya ” avoid responsibility “. Ini salah satu problem besar terutama di manufacture kita Prof.
Februari 27, 2010 at 8:36 pm
ya bung dedy…dalam msdm stratejik….sebenarnya fungsi manajer di setiap unit/lini kerja tidak rutin dalam proses pengelolaan program saja….tiap manajer dituntut untuk melaksanakan program strategis sdm….termasuk memantau perilaku subordinasi, membangun motivasi, pengembangan sdm dan lingkungan kerja yg nyaman….sementara departemen sdm lebih memusatkan perhatian dalam merumuskan strategi dan dan melaksanakan kebijakan sdm yg strategis….untuk itu tiap manajer memang perlu mengikuti pelatihan tentang sdm dan msdm….
Februari 25, 2010 at 3:31 pm
Prof. Sjafri Yth.
Menyambung apa yang disampaikan oleh saudara kami Dedy Londong-memang persoalan attitude menjadi persoalan umat manusia di muka bumi ini-terlepas dari dia sebagai karyawan yang memang diharuskan mempunyai attitude baik yang selaras dengan budaya perusahaan (company culture) tetapi disamping itu dia juga mempunyai tanggungjawab yang lebih besar yaitu keselamatan umat manusia-pabrik didirikan harus dengan konsep ramah lingkungan-pendidikan didirikan harus dengan niat baik mencerdaskan bangsa-negara didirikan harus mampu menuju masyarakat yang berkeadilan dan sejahtera..saatnya manusia (company) berpikir diluar dirinya, apabila manusia (company) mampu berpikir tidak hanya untuk dirinya tetapi juga untuk orang lain dan lingkungannya-maka dapat dipastikan kita semua akan selamat dan sejahtera dan duniapun tersenyum, bukan begitu Prof.
Februari 27, 2010 at 8:38 pm
ya bung barika…sentral dari semua keberhasilan visi,misi dan program organisasi adalah mutu sdm pelakunya….termasuk niat dan motif kerjanya…
Maret 13, 2010 at 3:45 pm
Pak gimana menurut bapak menghadapin karyawan yang bertempramen idealist, sehingga dia memiliki pandangan sendiri tentang niat dan motif bekerja. Misalnya dia kurang begitu suka sama pimpinannya, atau regulasi di tempat kerjanya.
Maret 16, 2010 at 10:58 pm
huang….seorang idealis diperlukan dalam organisasi apapun….namun kalau semata-mata hanya berhenti pada ide tanpa dibarengi dengan realitanya bakal mubajir….karena itu pendekatannya paling tidak ada dua…pertama pimpinan atau atasannya harus selalu belajar mengikuti perkembangan iptek dan bisnis-manajemen agar tidak ketinggalan olah sang idealis…yg kedua sang idealis harus didorong untuk mau menerima tanggung jawab operasional mulai dari taraf resikonya yg kecil….agar ybs dapat mendengar,melihat, dan mengadapi kenyataan di lapangan…secara bertahap akan terjadi proses pembelajaran dan transformasi dari yg pemikiran hanya pd tataran idealis tetapi tetap idealis lalu menjadi realis…..
Maret 25, 2010 at 3:39 am
Hmmm, pembahasan yang sederhana namun menarik. Saya yakin kita bisa saling memperkaya pemahaman satu sama lain.
Nanti saya akan berkunjung lagi..
Lex dePraxis
Unlocked!
Maret 25, 2010 at 12:31 pm
ya lex….saya senang membaca blog anda….bisa saling berbagi….