Keadilan berasal dari kata adil yang berarti benar dan patut atau tidak berat sebelah. Keadilan sudah menjadi kebutuhan setiap manusia. Disitu ada tuntutan hak yang sama untuk diperlakukan adil. Seorang anak ingin diperlakukan sama dengan saudara-saudara lainnya oleh orang tuanya. Misalnya dalam hal kesempatan pendidikan, berkomunikasi internal keluarga, kesamaan dalam memiliki asset dsb. Rakyat menuntut hak atas pelayanan kesehatan, pendidikan, lapangan kerja, dari pemerintah, dsb. Masih banyak contoh lainnya termasuk hak karyawan untuk diperlakukan adil oleh perusahaan.
Tidak jarang karyawan melakukan protes terhadap kebijakan perusahaan. Salah satu penyebabnya adalah karena karyawan diperlakukan tidak adil oleh pimpinan perusahaan. Di tingkat puncak, karyawan bisa diperlakukan tidak adil dalam hal proses rekrutmen dan seleksi, kesempatan belajar, kebijakan kompensasi, dan peluang karir. Di tingkat unit, ketidakadilan yang terjadi dalam bentuk perlakuan antarindividu, ketimpangan pengakuan prestasi, diskriminasi penugasan, perbedaan peluang berpendapat, bias dalam solusi konflik antarindividu, dsb. Berbagai faktor yang mungkin sebagai penyebabnya meliputi:
-
Belum adanya budaya atau sistem nilai tentang pentingnya keadilan dalam organisasi secara eksplisit. Kalau toh sudah ada namun belum diterapkan secara merata di kalangan karyawan. Kemauan dan dukungan kuat dari manajemen puncak dalam mengembangkan budaya organisasi kurang maksimum.
-
Kepemimpinan yang lemah baik di tingkat manajemen puncak maupun di tingkat unit kerja. Hal ini ditunjukkan oleh ketidaktegasan dalam mengambil keputusan, segan menerima aduan para karyawan, senang dengan pujian dari karyawan, bias dalam mengatasi konflik, dan cenderung otokratis.
-
Keterbatasan sumberdaya atau aset untuk memfasilitasi proses pekerjaan dan tuntutan karyawan. Dengan demikian setiap pengambilan keputusan harus berdasarkan prioritas namun kerap membuat para karyawan diperlakukan tidak adil.
-
Belum adanya prosedur operasional yang standar termasuk dalam hal pemberian penghargaan dan hukuman karyawan. Keputusan untuk itu lebih berdasarkan pada jastifikasi sang pimpinan yang acap bersifat subyektif.
Ketika ketidakadilan masih saja terjadi maka sama saja pimpinan perusahaan membiarkan lingkungan kerja yang kurang sehat. Akibat berikutnya, motivasi kerja karyawan semakin menurun dan dapat mengakibatkan kinerja mereka juga menurun. Tentu saja akan mengganggu aktifitas bisnis dan kinerja perusahaan. Karena itu maka dibutuhkan reposisi kepemimpinan yang menyeluruh. Posisi kepemimpinan perlu diperkuat dalam hal pemahaman sistem nilai organisasi khususnya tentang pentingnya rasa keadilan bagi karyawan.
Pimpinan perusahaan harus terdorong untuk semakin memahami konsep diri dan mengelola dirinya terutama dalam menerapkan prinsip keadilan. Untuk itu budaya organisasi perlu dibuat dan sebaiknya yang mudah dipahami dan dikembangkan oleh semua elemen organisasi. Sistem umpan balik dalam mengendalikan organisasi utamanya yang menyangkut kasus ketidakadilan dinilai sangat perlu dalam rangka penyehatan internal organisasi.
Maret 28, 2010 at 3:54 am
Mkasih Pak
saya selalu tercerahkan
Maret 30, 2010 at 12:02 am
…terimakasih kembali kang achoey…
Maret 28, 2010 at 10:39 am
Mantap………keadilan yang berkesejahteraan bagi semua…..
Maret 30, 2010 at 12:03 am
ya bung lara…pada gilirannya menuju masyarakat yg adil dan makmur….
Maret 29, 2010 at 4:06 pm
Prof. Sjafri Yth.
Membaca artikel Bapak tentang keadilan di tempat kerja, saya jadi teringat dengan peran Departemen SDM dalam menjembatani kepentingan (hak dan kewajiban) karyawan terhadap perusahaan. Sejauh ini di beberapa perusahaan, peranan Departemen SDM masih menjadi kepanjangantangan para pemilik, Departemen SDM belum mampu bersifat adil dan bersuara lantang membangun perannya sebagai jembatan bagi para karyawan. Departemen SDM seolah mandul dan tak berdaya bila berhadapan dengan beberapa kebijakan perusahaan yang notabene dibuat dan diatur oleh para pemilik perusahaan dibelakang layar. Berbagai tes program peningkatan pendidikan maupun tes kenaikan jabatan hanya bersifat seremonial dan mengada-ada, banyak kebijakan perusahaan yang dibuat hanya sekedar basa-basi biar terlihat peduli pada peningkatan kemampuan karyawan, padahal dalam lubuk hati yang terdalam hanya menginginkan loyalitas dan pengorbanan yang tinggi dari para karyawan tanpa sedetikpun berpikir bagaimana membangun keadilan bagi para karyawan dan perusahaan. Maaf Prof. Irama dan nada tulisan sedikit agak memanas, maklum bicara keadilan kita jadi berbicara tentang harga diri dan keseimbangan dalam bekerja, mohon komentar Prof.
Maret 30, 2010 at 12:07 am
ya bung barika….kenyataannya peranan dep sdm seperti itu….namun bukan berarti tak bisa dioptimumkan sejauh dep sdm aktif memberi masukan konsep-konsep kpd manajemen puncak…selain itu penting dikembangkan peran dari serikat pekerja yg dapat menjadi unsur penekan…dalam menegakkan keadlian…cuma masalahnya tak jarang serikat pekerja pun berperan sbg kaki tangan pengusaha….
Maret 30, 2010 at 5:48 am
p sjafri yth…
definisi adil itu apa sih pak?
apakah sama rata adalah adil?
lalu perusahaan menerapkan kata adil itu seperti apa?
April 2, 2010 at 11:24 am
bung jaenudin…kata adil sama artinya dengan perlakuan sama; tak pilih kasih…misal dalam menetapkan karir karyawan jangan sampai ada diskriminasi gender,suku,KKN…karir seseorang harus mengacu pd obyektifitas unsur kinerja dan personalitinya…
Agustus 14, 2015 at 11:01 am
Maaf saya mau menabahkan. adil menurut saya ketika kedua belah pihak bisa saling menerima.
Maret 31, 2010 at 3:17 pm
ok banget…. tinggal aplikasi kan..
April 2, 2010 at 11:25 am
ya bung ikhsan sangat bergantung pd implementasi dan pelaku pengambil keputusannya…
April 5, 2010 at 7:20 pm
ok pak…
Agustus 8, 2010 at 11:46 pm
“KEADILAN” adalah sesuatu yang “RELATIF -SUBYEKTIF”. Kebijakan yang menguntungkan saya adalah kebijakan yang adil, kebijakan yang tidak menguntungkan saya adalah kebijakan yang tidak adil.
Penilaian pun relatif-subyektif. Penilaian saya terhadap diri saya akan lebih tinggi dari penilaian orang lain. Dunia ini serba relatif, yang absolut hanyalah penciptanya yaitu Allah. Kalau kita bekerja ikhlas karena Allah untuk apa kita peduli kepada penilaian manusia? Biarlah Allah yang menilai dan hanya kepadanya kita berharap. “wa ila rabbika farghab”.
Agustus 9, 2010 at 3:02 am
bung masyhudi…bisa subyektif bisa obyektif…bagi hakim yg menghukum sang pencuri 5 ekor ayam dengan setahun kurungan…dibanding dengan vonis yg sama untuk pencuri/koruptor 300 juta rph…maka hakim menilai untuk obektif demi hukum…namu dari rasa kemanusiaan…itu tak adil…begitu pula dlm dunia kerja…kalau seorang karyawan yg kinerjanya di bawah standar memeroleh gaji yg sama dgn karyawan lain yg kinerjanya di atas standar…relatifkah itu? itu adalah ketidakadilan…so sistem kompensasi perlu ditinjau ulang agar keadilan terujud…bagaimana obyektif bisa terjadi?…kalau semua secara subyektif menilai sesuatu dan kemudian dikomulatifkan dihasilkan kata akhir dan disetujui…itu namanya sudah obyektif…walau mulanya datang dari penilaian subyektif…salam obyektif
Februari 23, 2011 at 2:25 am
prof boleh minta buku yang menyangkut tentang keadilan di perusahaan tidak?buat bahan skripsi,,,terima kasih
Februari 25, 2011 at 12:12 am
erwan…setahu saya buku tentang keadilan di perusahaan tidak ada…kecuali ketika membahas tentang manajemen kompensasi,manajemen kinerja,manajemen karir,hubungan industrial…disitu ada aspek keadilan…buku2 itu banyak tersedia di perpustakaan dan toko buku
Januari 16, 2015 at 1:36 pm
[…] https://ronawajah.wordpress.com/2010/03/27/pentingnya-keadilan-di-lingkungan-kerja/ […]
Januari 26, 2015 at 5:57 am
[…] https://ronawajah.wordpress.com/2010/03/27/pentingnya-keadilan-di-lingkungan-kerja/ […]
April 20, 2018 at 11:27 am
Pak Profesor, saya mahasiswa psikologi yg sedang melakukan penelitian mengenai ” Keadilan organisasi sebagai prediktor komitmen organisasi”.
Web bapak ini sangat membantu saya. jujur saya sangat sulit mencari buku refrensi kaitan antara keadilan dan komitmen.