Amarah, kekecewaan, keputusasaan, stres, dan kebencian berkepanjangan merupakan bentuk emosi berlebihan dari seseorang. Penyebabnya adalah karena ekspektasi terhadap sesuatu yang tidak mencapai kenyataan. Akibatnya emosi tersebut tidak pandang bulu meyerang siapapun termasuk manajer. Ketika semua itu terjadi, enerji positif yang dimiliki manajer seolah tak berdaya. Artinya enerji negatif sangat mendominasi perilakunya. Kalau sudah begitu bukan saja manajer yang merana tetapi juga mengganggu lingkungan kerjanya seperti karyawan dan atasannya. Termasuk klien kerjanya seperti konsumen, pelanggan, dan mitra bisnis.
Jenis emosi manajer tidaklah selalu sama derajadnya. Misalnya amarah yang meledak asalkan beralasan ternyata dapat memotivasi orang-orang sekitar untuk bekerja lebih giat lagi. Apalagi kalau kemarahan manajer terjadi karena faktor kelalaian karyawan dalam bekerja. Jadi kemarahan manajer sangat penting dalam suasana suatu keputusan yang segera dan penting dibuat. Sementara kalau kekecewaan, keputusasaan, stres, dan kebencian lebih banyak merugikan diri sang manajer dan bawahannya. Misalnya karena ketidakpastiaan dan ketidak-taatasasan suatu kebijakan yang dibuat atasan bisa menimbulkan jenis-jenis emosi tersebut. Kalau tidak bisa diatasi, bakal terjadi fenomena demotivasi. Baik itu terjadi pada diri manajer maupun bawahannya. Lalu bagaimana sebaiknya?
Untuk mengelola emosi dirinya, manajer sebaiknya melakukan langkah-langkah berikut ini:
(1). Melakukan pemahaman diri tentang untung ruginya suatu emosi. Ada dua kemungkinan yang muncul ketika emosi terjadi. Pertama, karyawan akan berespon untuk berempati kepada manajer. Dengan demikian manajer akan mencoba mengendalikan diri Yang kedua adalah lingkungan cenderung tidak merespon apalagi kalau emosi terjadi dalam waktu tidak pendek. Ditambah lagi manajer sendiri tidak menggubris masukan-masukan dari bawahannya.
(2). Melakukan evaluasi mengapa emosi itu terjadi dan apa akibat-akibat yang mengkin muncul. Yang jelas kalau dibiarkan, emosi dapat menghambat atau bahkan membelokkan manajer jauh dari arah yang tepat dan benar.
(3). Secara bertahap manajer perlu melakukan perbaikan dalam hal cara berpikir, mengendalikan perasaan, cara berinteraksi dengan orang lain dan memiliki kegigihan untuk mengembangkan kinerja terbaiknya.
(4). Manajer tidak segan-segan untuk berkomunikasi multiarah dalam rangka menenangkan diri dan jiwa. Dengan empati dan simpati yang diterima dari lingkungan kerjanya, manajer diharapkan dapat mengambil suatu keputusan terbaik walau dalam kondisi sesulit apapun. Tentunya tanpa kekhawatiran dan keraguan secara berlebihan.
Sebagai seorang pemimpin, manajer tidak mungkin mengkoordinasi dan mengarahkan para karyawannya dengan baik ketika ia sendiri dalam kondisi yang sedang labil emosinya. Dengan kata lain justru sang manajerlah yang perlu diarahkan untuk menjadi normal kembali. Karena itu idealnya, manajer harus mampu mengkalkulasi akibat-akibat yang terjadi dari kondisi emosi yang berlebihan. Dalam hal ini remedi untuk mengatasi emosi itu haruslah datang dari dirinya sendiri. Dan harus dilatih berulang-ulang. Ia harus mampu menahan kesabaran yang menumpuk yang dapat menguras enerjinya. Disinilah manajer dengan enerji dan pemikiran positif harus mampu membangun hasrat untuk mau berubah didukung dengan ketenangan jiwanya.
April 18, 2009 at 10:38 pm
Wah kalau manajer sedang amarah,tak ada satu pun karyawan yang berani mendekat.Yang membingungkan kalau tidak diketahui apa penyebab amarahnya.Kalau dalam jangka pendek tidak apa-apa.Tetapi kalau berkepanjangan suasana kerja bakal menjadi muram.Ini bisa mengakibatkan kinerja karyawan menurun.Ya sebaiknya manajer mampu menahan diri lah. Namanya juga pemimpin yang perlu diteladani.
April 18, 2009 at 11:41 pm
Emosi seseorang seperti marah dan kecewa bersifat sangat manusiawi.Nah kalau berlebihan itulah yang disebut abnormal.Apalagi kalau ini terjadi pada seorang pemimpin yang seharusnya sebagai teladan sikap yang sabar.Manajer seharusnya memiliki softskills yang lebih tinggi ketimbang bawahannya.
April 19, 2009 at 2:44 am
Manajer emosi karena atasannya juga emosi sama dia. jadi terus ke bawah seperti itu..kasian clerk..
April 19, 2009 at 8:25 pm
Ass Pak Sjafri
Ada juga manajer yang pakai marah-marah, seringkali di instansi pemerintah, karena tunjangan jabatannya sudah termasuk tunjangan untuk marah-marah. ya, karena banyak yang terangkat orang yang belum pantas jadi manajer di kantor-kantor pemerintah
April 19, 2009 at 8:44 pm
ya bung rusli…..sesuatu dapat diatasi kalau diketahui akar persoalannya lebih dahulu…..kalau tidak maka seseorang akan marah sambil ngoceh terus padahal sumbernya ada pada dirinya sendiri…artinya yang perlu daitasi adalah dirinya ybs….
April 19, 2009 at 8:47 pm
betul mbak avita…kepada siapa lagi kalau sang manajer tidak mampu memberi keteladanan kepada bawahannya…..mulailah dari diri manajer lebih dahulu…..salah satu ciri seorang pemimpin adalah boleh tegas dan keras asalkan beralasan dan…… tanpa harus dengan menerapkan management by anger…..
April 19, 2009 at 8:49 pm
ya romail….perlu manajemen emosi….atau manajemen diri…untuk memperkecil sifat emosi berlebihan….agar tidak merembet pada emosi dan kinerja karyawan….
April 19, 2009 at 8:52 pm
ya bung dasril…seakan kantor atau unit kerja miliknya…sekalipun dia manajer seharusnya mau dan mampu mengetahui bahwa karyawan itu bersifat unik…mereka punya emosi dan intuisi…dan juga kepribadian aktif…jadi manajer sebagai seorang pemimpin tidak boleh seenak perutnya sendiri dengan perilaku amarahnya….
April 20, 2009 at 2:54 am
[…] Tulisan asli dari artikel ini dan tulisan menarik lainnya tentang leadership dan MSDM, dapat juga langsung diakses melalui: MANAJER : BAGAIMANA MENGELOLA EMOSI DIRINYA? […]
April 20, 2009 at 8:24 am
kayaknya sang manager yang selalu marah2 tanpa alasan itu, harus banyak-banyak beristighfar untuk melunturkan emosi..trus mengambil wudhu dan shalat 2 rakaat….
April 20, 2009 at 9:35 am
pak sjafri, saya punya pengalaman mempunyai anak2 satu divisi yang saya pimpin dlm suatu organisasi mahasiswa. Ktika itu seperti biasa tugas saya membagi pekerjaan sama2 rata sesuai dengan kompetensi dan potensi yang ada di mereka. Dalam membaginya, saya mempertimbangkan juga ketersediaan waktu dari mereka. Pernah suatu kali, ternyata kerjaan salah satu dri mereka tidak beres. Sya hanya bisa menanyakan alasan mereka, dan mencoba sabar untuk menghadapi hal itu. Saya coba untuk membantu dengan mengajak ngobrol dan mengarahkan anak itu. Sampai suatu kala saya tidak sabar, dan saya tidak memarahi mereka atau menunjukkan rasa emosi saya dan akhirnya saya kerjakan sendiri hingga 70% dri kerjaan tsb.
Yang saya ingin tanyakan, apakah selalu betul bila seorang manajer tidak menunjukkan emosi kepada bawahan, karena saya berpikir menunjukkan emosi kepada mereka juga salah satu fungsi kontrol dari seorang manajer tinggal taraf emosi yang diatur. Ketika saya mengerjakan kerjaan itu sendiri, itu artinya saya membiarkan dan tidak membantu teman saya itu mendapatkan perkembangan dalam karirnya di organisasi..
terima kasih pak
April 20, 2009 at 3:21 pm
mas Rob…saya pernah punya pengalaman yang mirip, dalam memimpin saya juga mirip seperti itu, saya handle dengan resource yang saya punya. Beberapa kali saya merasa ternyata penempatan rekan itu kurang tepat atau saya kurang jelas dalam memberi jobdes, atau banyak hal yang sifatnya intern saya..ketika itu sudah jelas maka baru dilihat faktor SDM ybs..SDM yang menyangkut tanggungjawab dan kapasitasnya, bisa jadi dia hebat tapi tak bertanggungjawab..atau bertanggungjawab tapi ternyata tidak bisa kerja..
Jika rekan kurang optimal, biasanya saya (saat ini saya berposisi MT dengan jabatan spv) ajak rekan tersebut ‘meja kopi’..obrolan informal..ketika beberapa waktu tidak efektif saya dudukkan di depan meja saya, ketika sudah benar2 ‘mokong’ atau ‘mbalelo’ baru saya gunakan power..
Pernah cara itu dikritis terlalu lama, tetapi gaya saya seperti itu dan berjalan cukup smooth sekarang..
Gimana Pak Sjafri??
April 20, 2009 at 7:14 pm
betul sekali pak… bagaimana bisa seseorang menjadi manajer yang baik, jika dia belum mampu mengendalikan marah. sangatlah wajar jika seseorang pernah marah, asalkan punya alasan logis kenapa dia marah. tapi kalau marahnya tidak beralasan apapun, maka itu hanya buang2 energi saja tanpa mendapat manfaat sedikit pun. jadi teringat ketika Bapak mengisi dialog tokoh di ppsdms, insyaaallah kita bisa mengendalikan emosi kita jika kita senantiasa bersyukur dan bersabar atas apa yang telah diberikan Sang Pencipta kepada kita. karena kesyukuran seseorang adalah cerminan kepribadian seseorang. wallahu’alam….terima kasih pak atas kontribusinya dalam membangun kualtas sumber daya manusia masyarakat Indonesia..mudah-mudahan menjadi ladang amal di akhirat..amiin.
April 21, 2009 at 8:04 am
mas romailprincipe (bukan nama sebenarnya ya?hehe)
Iya mas, sebenarnya pendekatan personal itu lebih mengena walau waktu yg dibutuhkan untuk selesainya kerjaan mungkin akan lebih lama. Terima kasih mas atas sharingnya..
April 21, 2009 at 11:31 pm
ok bung aris…
April 21, 2009 at 11:32 pm
betul mbak emmy…manajer yang kurang memiliki EQ dan SQ atau soft skills….perlu ikut pelatihan mengelola diri….salam
April 21, 2009 at 11:39 pm
ya bung robin…ekspresi emosi ada yang ditunjukkan secara terbuka dan ada yang tersembunyi….keduanya sah-sah saja hadir pada setiap individu…tinggal lagi bagaimana mengelolanya….bergantung pada jenis organisasinya maka pada org kemahasiswaan seperti yang anda lakukan adalah salah satunya….namun di organisasi pemerintahan dan bisnis….pendekatan seperti itu kurang tepat….sang karyawan perlu diberi tahu duduk masalahnya (apa dan mengapa dan bagaimana) perlu diatasi bersama…..semacam ada proses pembelajaran…sebaiknya hal ini bisa juga diterapkan dim organisasi non bisnis….lambat laun emosi manajer pun seharusnya akan berkurang…..
April 21, 2009 at 11:45 pm
bung romail….pendekatan yang dilakukan begitu beragam…ada formal dan informal…..ada dengan cara kekuasaan dan ada yang persuasif….dan ada yg kombinasi formal dan informal….yang anda lakukan adalah lebih pada aksi informal plus persuasi dan justru banyak yang berhasil efektif…..memang mulanya terasa lambat….dan untuk itu perlu ada kesabaran tinggi,,,secara gradual proses penyadaran diri akan semakin tumbuh….ketika terjadi perubahan sikap ke arah positif maka itulah keberhasilan suatu pendekatan….
April 21, 2009 at 11:49 pm
ya bung holil…manajer yang penuh emosi berarti dia belum menjadi seorang pemimpin…tetapi hanya sebagai pimpinan yang lebih banyak menggunakan kekuasaan…..padahal salah satu ciri pemimpin adalah pandai/trampil mengelola diri termasuk emosinya….juga pandai bersyukur dan sabar….btw sukurlah kalau silaturahim kita minggu kemarin bermanfaat…..semoga anda dkk menjadi kader pembangunan yg andal…..amiiin