Berbagai hasil studi tentang kebutuhan perusahaan akan karyawan profesional adalah pentingnya segi kemampuan dalam berkomunikasi. Kemampuan yang dituntut perusahaan itu merupakan urutan ketiga setelah kemampuan intelektual dan kejujuran calon karyawannya. Alasan yang sering diungkapkan perusahan adalah kemampuan komunikasi sangat penting ketika seorang karyawan harus mampu menterjemahkan apa yang yang dikehendaki pimpinan, mampu menyampaikan gagasan-gasannya dengan gamblang, mampu membuat surat bisnis, dan mampu membangun komunikasi positif dengan atasan dan sesama karyawan. Bahkan perusahaan yang sangat aktif membangun jejaring bisnisnya, kemampuan karyawan profesional dalam berkomunikasi (negosiasi) bisnis dengan pihak rekanan sangat dibutuhkan. Lebih-lebih ketika perusahaan memasuki pasar global kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa asing menjadi handalan perusahaan.
Perusahaan-perusahaan di Indonesia sering mengalami kesulitan mencari calon karyawan profesional yang terampil dalam berkomunikasi seperti yang diuraikan di atas. Pasalnya ketrampilan yang termasuk “soft skill” ini sangat jarang diajarkan di kalangan perguruan tinggi. Akibatnya perusahaan harus mengusahakan beragam jenis pelatihan dalam bidang komunikasi ini. Kemudian perusahaan pun harus menciptakan suasana komunikasi yang tidak semata-mata bernuansa bisnis saja tetapi bersuasana kekerabatan sosial internal perusahaan.
Dalam hal inilah manajemen puncak memegang peranan penting dalam membuat kebijakan-kebijakan strategis di bidang Manajemen Sumberdaya Manusia. Pada proses rekrutmen dan penyeleksian para calon karyawan, perusahaan memilih mereka yang memiliki kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal. Hal ini sangat penting karena berdasarkan penelitian, keberhasilan perusahaan sangat dipengaruhi oleh kemampuan karyawan dalam berkomunikasi. Hal ini positif berpengaruh karena komunikasi dapat mengurangi jurang perbedaan pengertian dan pemahaman tentang visi dan misi perusahaan antara karyawan dan manajemen. Selain itu semakin dipahaminya tentang uraian pekerjaan, kreatifitas, dan mengembangkan gagasan-gagasan baru.Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan bersosialisasi, motivasi dan sekaligus kinerja para karyawannya.
September 27, 2010 at 7:07 am
hrs serig berlatih neh,
misalnya seseorang yg mempunyai latar belakang keluarga(lingkungan)/dibesarkan dr lingkungan yang tdk mendukung soft skill berkomunikasi, dan mempengaruhi ketika dewasanya, cara untuk merubahnya bgmn pak?
Oktober 3, 2010 at 12:43 pm
fajar…memang tidaklah mudah…kalau berasal dari latar belakang seperti itu…namun tak ada yg tak mungkin…untuk itu mulailah banyak membaca tentang apa itu soft skills dan komunikasi efektif…lalu banyaklah bergaul dengan lingkungan yg mahir berkomunikasi dan memiliki soft skills bagus…pelajari apayg bisa diambil dari contoh itu untuk ditiru…lakukanlah secara kontinyu….dan praktekan mulai dari lingkungan dan skop yg kecil untuk berkomunikasi…terus kembangkan sampai di tingkat dan lingkungan pergaulan yg lebih luas…insya Allah berhasil…
Oktober 3, 2010 at 2:07 am
Pak, semoga saya bisa mengaplikasikannya 🙂
Oktober 3, 2010 at 12:44 pm
amiiin achoey…anda sudah banyak punya talenta…
Oktober 6, 2010 at 1:28 pm
Di Perguruan Tinggi sebenarnya ada Mata Kuliah Komunikasi Bisnis, mahasiswa dan dosen terkadang tak mampu melepaskan psikologis bawaan dari bangku sekolah sehingga mata kuliah ini terasa formal sekali diterapkan di bangku kuliah. Dengan waktu yang terbatas (sesuai SKS), bisa nggak ya, setiap pertemuan dengan mahasiswa, matakuliah ini dimodifikasi seperti training agar suasananya menjadi hidup dengan harapan dapat mengarah pada soft skill berkomunikasi. Kelak ketika selesai kuliah dan memasuki dunia kerja, tentu mereka lebih mudah melakukan komunikasi bisnis dalam lingkungan perusahaan.
Oktober 6, 2010 at 9:40 pm
m yamin…bergantung pada jalur pendidikannya…apakah jalur akademik ataukah vokasi…kalau jalur akdemik memang lebih menekankan pada membangun kemampuan analitis…namun pola pembelajarannya tidak harus semuanya berisi teori..seharusnya plus empiris lewat diskusi intensif contoh kasus…kalau sekarang yg disebut student centered learning…sementara jalur vokasi misal program diploma umumnya rasio teori dan praktek berkisar 40% teori dan 60% praktek…ada juga yg 30% teori vs 70% praktek…
Agustus 19, 2011 at 7:18 am
terimakasih ats infonya. semoga saya bisa mengaplikasikannya .
Agustus 21, 2011 at 4:22 am
sama-sama seli…semoga