Komunikasi sangat berperan dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan suatu pekerjaan. Tak ada satu pekerjaan pun yang tak membutuhkan proses komunikasi. Ketika bekerja disitu ada interaksi diantara karyawan dan antara karyawan dengan atasan atau sebaliknya. Ada instruksi maka ada yang harus dikerjakan. Dan ada yang harus dikoordinasi. Begitu pula ketika dilakukan evaluasi pekerjaan dalam rangka membuat perencanaan kerja. Terjadi pertukaran gagasan berbasis visi, misi dan tujuan perusahaan. Kemudian disusunlah strategi dan kebijakan pencapaian tujuan. Pertanyaannya adalah selalu muluskah komunikasi kerja yang terjadi?
Kesalahpahaman merupakan fenomena komunikasi yang tak jarang terjadi. Bahkan disebut kejadian normal. Sering disebut akibat dari adanya distorsi informasi. Terjadi penyimpangan penafsiran antara yang dimaksud pengirim dan yang dinterpretasikan sang penerima pesan. Beberapa contoh kesalahpahaman antara lain adalah dalam menanggapi poin-poin penting suatu rapat; karyawan yang kurang memahami uraian pekerjaan dan tanggung jawabnya; ketidaktahuan dalam menindaklanjuti instruksi, surat-surat dan pengumuman; kesalahan dalam menanggapi gagasan pimpinan dan rekan kerja; dan kesalahanpahaman dalam teknik atau cara berkomunikasi dengan baik.
Faktor-faktor yang memengaruhi kesalahanpahaman khususnya karena faktor komunikasi adalah (1) kondisi pelaku komunikasi seperti tingkat pendidikan,pengetahuan tentang kerja dan kondisi fisik; (2) isi pesan seperti kejelasan, dan isi kalimat; (3) media seperti jumlah dan mutu fasilitas; (4) kebisingan dalam hal fisik dan psikologi lingkungan kerja; (5) bahasa tubuh seperti dalam hal cara tutur kata, dan gerak tubuh. Semakin tinggi standar elemen-elemen tersebut diterapkan maka kemungkinannya terjadi distorsi informasi dan kesalahpahaman semakin rendah.
Kesalahpahaman dapat memiliki makna ganda. Yang pertama adalah kesalahpahaman dapat mengakibatkan proses pekerjaan mengalami penyimpangan dari standar prosedur operasi. Kalau demikian maka sistem operasi pekerjaan akan kacau. Hubungan satu sistem dengan sistem lainnya tidak saling berkait. Akibatnya maka produktifitas akan rendah atau di bawah target. Dengan kata lain akan menghabiskan waktu dan uang perusahaan dengan percuma. Makna yang lain adalah karena bersifat normal maka kesalahpahaman dapat dijadikan basis untuk terus menerus dilakukan perbaikan komunikasi. Yang tadinya terdapat konflik antara atasan-bawahan dan antarbawahan dapat diselesaikan dengan saling mengerti. Yang sebelumnya antarsubsistem mengalami gangguan maka dengan perbaikan kesalahpahaman akan menyebabkan sinergi sistem yang semakin kuat. Untuk itu apa yang mesti dilakukan perusahaan dan karyawan?
Perusahaan hendaknya menerapkan kebijakan teknis yang menyangkut pengembangan komunikasi kerja dan interpersonal. Fasilitas berupa komputer, ruang rapat, multimedia, papan pengumuman, dan alat telekomunikasi perlu disediakan. Selain itu penting dilakukan pelatihan-pelatihan bagi para karyawan bagaimana berkomunikasi dengan efektif. Sementara itu perlu disediakan kesempatan bagi karyawan dalam mengikuti acara-acara rapat kerja teknis. Dengan demikian para karyawan secara bertahap dapat meningkatkan kemampuannya untuk menjadi pembicara dan pendengar yang baik.
September 15, 2010 at 5:06 am
komunikasi adalah hal terpenting dalam sebuah “kerjasama” apapun, baik skala kecil, menengah, apalagi besar. dan, memang sering terjadi kesalahan dalam komunikasi. Dalam hal ini, bahasa menurut saya faktor yang sangat berpengaruh, benarlah bahwa komunikasi yang efektif adalah aktualisasi dari kemampuan berbahasa seseorang. *sok ngerti nih*
o ya, kalau menurut hemat saya, komunikasi yang sering saya lakukan (dulu) ketika masih dalam organisasi ialah komunikasi yang lebih kepada konsep “saling nasihat” di mana, tidak hanya melulu atasan kebawahan tapi juga bawahan keatasan jangan sungkan untuk berkomunikasi yang berisikan nasihat….
saya jadi ingat, betapa saya sangat senang karena sahabat-sahabat saya dulu di organisasi sangat “lantang” dan tidak ragu untuk melakukan hal tersebut ketika saya sedang dalam posisi di atas, begitu juga sebaliknya….
saya dapati di kalangan salaf juga seperti itu…
wa allahu a’lam….
September 15, 2010 at 7:31 pm
ya kang usup…komunikasi sendiri banyak ragamnya…penggunaannya sangat bergantung pada tujuannya…mulai dari tipe yg formal sampai informal…tipe masal vs personal…tatap muka dan via media…interpersonal…multiarah dst…mana yg paling efektif bergantung pada si-konnya…ketika bicara suatu pekerjaan di organisasi maka pendekatan formal lebih dominan ketimbang informal…namun ada yg berpendapat yg terbaik adalah kombinasi…begitu pula sangat bergantung pada karakter pemimpinnya…apakah otoriter dengan komunikasi searah ataukah demokratis ataukah kemitraan dengan komunikasi dua arah…
September 16, 2010 at 12:43 pm
terima kasih pak atas pencerahannya 😀
September 15, 2010 at 10:53 pm
Prof… saya pernah melihat acara di National Geographic Channel mengenai perbandingan antara “kerabat” kita simpanse dengan manusia. Salah satu yang menonjol yang membedakan kita dari “kerabat” kita tersebut adalah faktor bahasa yang menjadi inti dari komunikasi. Bahasa manusia sangatlah kompleks dibanding bahasa simpanse. Namun karena kompleksitas bahasa manusia inilah yang memegang peranan penting dalam membentuk peradaban manusia seperti sekarang ini. Tanpa bahasa yang kompleks, hampir mustahil manusia bisa berkoordinasi dalam masalah yang kompleks dengan baik, atau hampir mustahil manusia bisa mewariskan ilmunya kepada penerusnya dengan baik dan tepat, dan masih banyak lagi keuntungan yang bisa diambil dari kompleksitas bahasa kita.
Namun begitu kekompleksitasan bahasa kita juga berpotensi mengundang kesalahfahaman atau miskomunikasi. Apalagi ditambah faktor-faktor seperti yang prof. Sjafri sampaikan di atas seperti kondisi pelaku komunikasi, kejelasan isi pesan, dsb. Namun semua itu tentu saja bisa diperbaiki juga dengan bahasa kita yang kompleks tersebut dengan menambah, mengurangi atau mengubah susunan kata dari pesan tersebut. Inilah juga lagi-lagi keistimewaan bahasa manusia, bisa diubah-ubah susunan kalimatnya tanpa mengubah inti pesan di dalamnya agar lebih sesuai dengan kondisi, waktu dan tempat para pelaku komunikasi…
September 16, 2010 at 12:45 pm
anyways, simpanse “kerabat” manusia? 😆
boleh jujur?
saya tidak sependapat jika harus memperbandingkan manusia dengan simpanse mau kata kerabat itu dikasih tanda kutif atau tidak…
September 16, 2010 at 10:42 pm
Tidak setuju ya tidak apa2, tidak penting bagi saya apakah anda setuju atau tidak. Anda punya hak untuk berpendapat gitu…. However, I thank you for the two cents of yours.. though I don’t need it. 😉
September 17, 2010 at 12:28 am
kang yariNK…peradaban dunia yg begitu dinamis…ditandai dengan semakin tingginya intensitas interaksi pergaulan internasional antarbangsa membutuhkan bahasa sebagai alat komunikasi…beda dengan komunikasi di kalangan khewan atau binatang…maka betul komunikasi antarmanusia begitu kompleksnya…dan bahasa menunjukkan karakter bangsa yg dicerminkan oleh kondisi sosio-budayanya,kesejahteraan masyarakat,temuan-temuan ilmu dan teknologinya dst….semakin maju suatu bangsa semakin banyak terminologi perbendaharaan dan struktur bahasa yg beragam…karena itu untuk alih iptek misalnya,dibutuhkan suatu metode bagaimana proses komunikasi dibuat sedemikian rupa agar penyampaian pesan bisa dengan mudah diterima (simplifikasi)oleh para pengguna…termasuk penggunaan simbol-simbol komunikasi yg seragam…misalnya lewat media internet dengan simbol-simbol universal…kemudian pada level mikro digunakan metode bagaimana berkomunikasi efektif apakah dilihat dari menata isi pesan, cara penyampaian pesan,gaya bahasa,dsb…agar kesalahpahaman dapat diperkecil…
September 17, 2010 at 4:06 pm
Wah… mantep nih kang…. saya jadikan bahan di kantor untuk pengembangan ya.
September 18, 2010 at 8:52 pm
bung andri…semoga bermanfaat
Februari 21, 2011 at 1:51 am
kang….materinya boleh di copy dan diperbanyak kan.
Februari 25, 2011 at 12:32 am
mangga bung andri…dengan senang hati…