Hari ini adalah hari buruh internasional yang dikenal dengan sebutan May Day. Menurut Wikipedia, May Day lahir dari berbagai rentetan perjuangan kelas pekerja untuk meraih kendali ekonomi-politis hak-hak industrial. Perkembangan kapitalisme industri di awal abad 19 menandakan perubahan drastis ekonomi-politik, terutama di negara-negara kapitalis di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Pengetatan disiplin dan pengintensifan jam kerja, minimnya upah, dan buruknya kondisi kerja di tingkatan pabrik, melahirkan perlawanan dari kalangan kelas pekerja.
Para buruh di Indonesia sudah merayakan May Day pada tahun 1920. Namun pada masa pemerintahan orde baru, Hari Buruh di Indonesia tidak diperingati lagi. Hal ini karena gerakan buruh dipandang sebagai ada kaitannya dengan gerakan dan paham komunis khususnya sejak kejadian G-30 S. Yang menjadi pusat perhatian kita hingga kini adalah fokus peringatan selalu pada pentingnya peranan buruh di sektor produksi bahkan peranannya pada pertumbuhan perekonomian nasional. Dengan kata lain keberadaan buruh jangan diabaikan. Sementara di sisi lain terjadi kontraversial ketika kesejahteraan para buruh masih di bawah standar kelayakan hidup.
Karena itulah Hari Buruh sering dijadikan momentum penting untuk menuntut peningkatan kebutuhan buruh. Tidak saja dilihat dari sisi kesejahteraan ekonomi tetapi juga dari sisi masalah hak asasi manusia. Belakangan ini setiap tuntutan buruh di Indonesia selalu dalam konteks upah kelayakan hidup minimum dan mengecam kebijakan outsourcing yang diterapkan perusahaan. Kedua kebijakan perusahaan sangat terkait pada unsur humanisasi. Artinya selama ini upah yang diterima selalu lebih pada pertimbangan apsek efisiensi perusahaan ketimbvang pada pengembangan sumberdaya manusia buruh. Sementara outsourcing dianggap mengancam keamanan atau kepastian posisi kerja para buruh. Dikhawatirkan bakal terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran.
Ketika masalah perburuhan timbul maka seharusnya aktifitas hubungan industrial (HI) berperan penting. Namun dalam prakteknya posisi rebut tawar kaum buruh sering terpinggirkan. HI apakah melalui pendekatan bipartit (pengusaha dan buruh) maupun tripartit (pengusaha, buruh, dan pemerintah) dianggap penting. Dengan HI seharusnya musyawarah yang berbasis pada kemampuan dan komitmen yang tinggi dari semua elemen yang ada di dalam perusahaan dapat memuaskan semua pihak. Undang-Undang Ketenagakerjaan telah mengatur prinsip–prinsip dasar yang perlu dikembangkan dalam HI. Arahnya adalah untuk menciptakan sistem dan kelembagaan yang ideal, yang tercermin oleh kondisi kerja yang produktif , harmonis, dinamis dan berkeadilan. Ketika tuntutan buruh masih belum sepenuhnya berhasil maka tujuan dan arah HI hanyalah merupakan impian saja. Dan kaum buruh akan selalu unjuk rasa menuntut segala hak-haknya.
Mei 2, 2009 at 3:52 am
Alangkah bijaknya jika kita tak terjebak dengan seremonial belaka.
Hari Buruh tanpa peningkatan kesejahterahan pada buruh adalah bohong belaka..
Dibutuhkan birokrat yang pro buruh bukan yang pro duit. Sulitnya, orang menjadi birokrat karena butuh duit. Yang ujung ujungnya lebih membela pengusaha (baca: kaum berduit)
Kita hidup di zaman besar tapi lahir manusia-manusia kerdil di dalamnya…
Mei 3, 2009 at 7:27 pm
betul bung ezzman…khan seharusnya birokrat itu pelayan publik….eeh malah ingin dilayani…..karena UUD,ujung-ujungnya duit…bukannya do it tapi du-it…..
Mei 2, 2009 at 7:15 am
Sebutan untuk kaum buruh anggapannya begitu rendah, ada baiknya diganti sebutan dengan Karyawan. peningkatan kesejahteraan hidup para buruh harus ditingkatkan dan jangan dibiarkan buruh nmenderita… Buruh dari segala line adalah saudara kita…. Mari kita tingkatkan kesejahtweraan buruh dan tingkatkan pendapatan kaum buruh dengan belajar dan bekerja keras…… Ingat ikhtiar keduanya harus diusahakan sebaik mungkin demi masa depan yang lebih baik…..?.
Mei 3, 2009 at 7:24 pm
ya mbak lara….buruh adalah aset perusahaan dan bahkan aset bangsa sebagai sokoguru pembangunan…..dan karena punya kepribadian yg aktif dan kebutuhan berkarya….maka pengembangan sdm-nya menjadi sangat strategis….
Mei 2, 2009 at 2:40 pm
Sedikit sharing saja pak Safri….. karena seminggu yang lalu saya mengikuti kuliah umum tentang management hubungan industrial yang dibawakan oleh Prof. Dr.Payaman J.Simanjuntak (setelah pensiun dari depnaker, beliau juga aktif di ILO)…..
Dalam pengertian sempit, hubungan industrial (HI) diartikan sebagai hubungan antara manajemen dan pekerja (Management-Employees Relationship). Tujuan pengembangan HI adalah untuk menciptakan hubungan yang aman dan harmonis, dinamis dan berkeadilan antara semua unsur yang berkepentingan tersebut sehingga dapat meningkatkan produktivitas usaha. Salah satu wujud manajemen HI di setiap perusahaan adalah merumuskan peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama yang memuat hak dan kewajiban pekerja serta kewenangan dan kewajiban pengusaha. Hak pekerja merupakan pemenuhan kewajiban pengusaha. Kewajiban pekerja didasarkan pada kewenangan pengusaha untuk mengaturnya. Kewajiban pekerja adalah melakukan pekerjaan sesuai dengan penugasan pimpinan menurut disiplin kerja dan dalam waktu kerja yang diaturkan.
Harus diakui bahwa masalah dan ketentuan hubungan industrial itu cukup luas dan kompleks, yang perlu dipahami oleh semua pemangku kepentingan atau stakeholders. Oleh sebab itu diperlukan pendidikan HI terutama bagi para pimpinan serikat pekerja dan pimpinan perusahaan, supaya mereka memahami prinsip-prinsip HI, peraturan-perundangan ketenagakerjaan, peranan dan fungsi lembaga-lembaga ketenagakerjaan, serta meningkatkan kemampuan mereka berorganisasi, berunding bersama, dan menyelesaikan perselisihan HI.
Bagi banyak perusahaan swasta dan perusahaan negara, globalisasi merupakan peluang, karena memperbesar pasar barang dan meningkatkan mobilitas tenagakerja. Namun di pihak lain, globalisasi tersebut merupakan tantangan bahkan dapat menjadi ancaman, karena pihak luar negeri dapat merebut peluang bisnis dan kesempatan kerja yang dimiliki Indonesia. Itu sebabnya setiap pengusaha di dunia secara terus menerus berupaya meningkatkan daya saingnya.
Dalam rangka memenangkan persaingan tajam seperti itu, pengusaha dan serikat pekerja harus bekerjasama. Bila mereka terus berselisih, bertikai, mogok dan berperkara, perusahaan akan ambruk, dan akibatnya manajemen dan pekerja akan kehilangan kesempatan kerja dan sumber penghasilan. Para pemimpin serikat pekerja di negara maju di dunia Barat sudah memahami hal ini dan telah merobah sikap dan pola perjuangan. Yang dulu berjuang secara konfrontatif kepada manajemen dengan menggunakan pemogokan, sekarang pimpinan serikat pekerja mulai membangun kolaborasi dengan mengefektifkan dialog dan negosiasi. Akhir-akhir ini, hampir tidak pernah lagi kedengaran berita pemogokan di negara-negara maju tersebut…
Jadi peran management dalam HI :
1. management harus paham terhadap peran masing2 stakeholder.
2. memobilisasi peran2 tersebut supaya dapat memberikan kontribusi.
3. memahami dan memenuhi kepentingan semua stakeholder secara adil dan optimal.
4. menjaga keharmonisan dan keserasian.
Sekian pak Safri..
Mei 3, 2009 at 7:22 pm
ya mbak emmy…..sependapat,tinggal bagaimana caranya HI itu bisa diposisikan sebagai instrumen untuk mengubah paradigma perjuangan buruh selama ini…dari konfrontatif menjadi kolaboratif bagi bipartit…..ini yg tak mudah,ketika di indonesia banyak sekali serikat pekerja…yg dikhawatirkan disusupi beragam kepentingan politik…..trims uraian mbak memerkaya artikel ini…btw,Prof. Payaman sahabat saya,kenal sejak 1985…..salam sukses ya…
Mei 2, 2009 at 3:02 pm
aduh…maaf pak Sjafri….kepanjangan ya…
Mei 4, 2009 at 5:06 am
[…] Tulisan asli dari tulisan ini dan ulasan menarik lainnya seputar MSDM dapat juga diakses melalui link berikut MAY DAY: TUNTUTAN BURUH TAK PERNAH BERUJUNG […]