Tiap orang dalam hidup dan kehidupannya pasti punya cita-cita. Termasuk manajer dan karyawan dalam suatu perusahaan. Pencapaian cita-cita itu pasti pula dibarengi dengan ekspektasi. Ada yang berharapan pesimis, ragu-ragu, dan optimis bakal tercapai. Semakin besar sumberdaya yang dimiliki dan semakin lama pengalaman hidup seseorang maka cenderung semakin tinggi pula tingkat ekspektasi menjadi kenyataan. Tentunya di dalam suatu unit kerja tidak mungkin ekspektasi tentang prestasi kerja tertentu hanya dimiliki seseorang saja,misalnya manajer. Kalau itu terjadi maka ekspektasi yang dinantikan manajer bakal gagal karena tidak dikondisikan ke seluruh karyawan. Karyawan hanya bekerja secara rutin tanpa ekspektasi maksimum.
Ekspektasi bisa berupa ekspektasi individu, kelompok, dan organisasi. Masing-masing punya kepentingan. Bagi karyawan, suatu ekspektasi bisa berbentuk perolehan kenaikan kompensasi, dan pengembangan karir. Hampir sama dengan karyawan , ekspektasi manajer lebih pada karir dan perolehan otonomi dalam pengambilan keputusan. Lambat laun ekspektasi pun meningkat ingin menjadi direktur dan manajemen puncak. Sementara kalau ekspektasi di kalangan individu menguat maka ekspektasi kelompok akan begitu juga hingga ke tingkat organisasi. Ekspektasi di tingkat perusahaan adalah harga suatu citra. Itu semua adalah ekspektasi output atau outcome atas proses pekerjaan. Jadi semacam ekpektasi keberhasilan transformasi proses input dan output dalam suatu sistem yang total. Untuk itu maka dibutuhkan adanya pengkondisian ekspektasi.
Pengkondisian ekspektasi merupakan pendekatan psikologis di lingkungan kerja. Karyawan dikondisikan sedemikian rupa oleh manajer agar memiliki ekspektasi optimis atas suatu pekerjaan. Semangat mereka dibangun tanpa henti. Namun demikian tidak cukup dengan cara itu saja tetapi juga perlu adanya dukungan manajemen pelatihan dan pengembangan dan manajemen kompensasi (finansial dan non-finansial). Untuk itu karyawan perlu dikondisikan agar mereka merasa eksis dan dihargai sebagai elemen penting dalam perusahaan. Tujuannya agar proses dan prestasi kerja yang ingin dicapai berhasil seoptimum mungkin.
Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan manajer dalam pengkondisian ekspektasi di lingkungan karyawan adalah:
1) Sosialisasi dan internalisasi setiap kebijakan yang dikeluarkan perusahaan. Manajer mengundang semua karyawan; paling tidak para ketua tim kerja untuk menjelaskan semua hal yang dianggap penting diketahui dan dipahami oleh karyawan.
2) Merespon cepat atas kebijakan perusahaan dalam bentuk penyusunan program dan kegiatan operasional unit kerja. Seluruh karyawan sebaiknya dilibatkan dalam kegiatan itu. Maksudnya adalah agar tumbuh rasa memiliki dan tanggung jawab atas keberhasilan program/kegiatan unit kerjanya.
3) Di setiap kegiatan formal seperti tercantum pada butir 1) dan 2) di atas hendaknya dibarengi dengan membangun spirit ekspektasi dan suasana optimis. Implikasinya adalah manajer harus mampu mengkondisikan setiap karyawan untuk bekerja dengan nyaman. Dan yang berkinerja tinggi diperjuangkan untuk memeroleh pengakuan dari manajemen puncak.
4) Selain dalam bentuk kegiatan formal maka pengkondisian eksptasi perlu dilakukan lewat jalur informal. Misalnya dalam pertemuan kekeluargaan di unit kerja dan bisa juga dalam bentuk pertemuan keluarga besar karyawan dengan keluarga manajer. Suasana bathin ini diciptakan untuk menanamkan ekspektasi optimis di kalangan karyawan bahkan di kalangan keluarganya.
Setiap manajer dan karyawan boleh-boleh saja memiliki ekspektasi tertentu. Namun demikian ekspektasi atas sesuatu tidaklah mesti berlebihan. Ia haruslah realistis dan memiliki kecenderungan besar tercapai. Karena itu setiap individu harus mampu mengkalkulasi kekuatan dan kelemahan unit kerja, potensi diri, dan posisinya. Di sisi lain tiap individu harus sudah siap lapang dada kalau ekpektasinya tidak terpenuhi. Namun pantang menyerah dan mencoba lagi di lain kesempatan. Selain itu untuk mewujudkan ekspektasi harus dimanifestasikan dengan kerja keras, cerdas, dan ikhlas. Dengan kata lain tidaklah mungkin suatu ekspektasi akan terealisasi ketika yang bersangkutan bekerja seadanya apalagi juma berleha-leha saja. Ekspektasi seperti itu cuma sebatas impian dan angan-angan kosong semata.
April 21, 2009 at 2:20 pm
Yang patut diwaspadai adalah ekspektasi berlebihan yang disampaikan manajer ke karyawannya.Mereka memandang ekspektasi dari manajer adalah suatu janji.Resikonya tidak kecil kalau tidak tercapai.Karena itu manajer harus menjelaskan secara detil syarat-syarat ekspektasi sesuatu agar dapat tercapai.
April 21, 2009 at 2:32 pm
mbak nur…karena itulah manajer harus selektif mana ekspektasi yang perlu diungkapkan mana yang disembunyikan….untuk memperkecil rasa kecewa karyawan kalau tidak berhasil
April 22, 2009 at 5:50 am
Ekspektasi optimis harus didukung oleh kerja keras, kerja cerdas, dan ikhlas. Saya sangat setuju Pak. Belakangan ini, banyak orang yang lupa dgn 3 faktor tsb. Harapan yang terlalu tinggi tanpa didukung oleh kemampuan yg memadai akan mengakibatkan kegagalan yg dpt dialami oleh seseorang.
April 26, 2009 at 7:58 am
ya fresh…walau punya ekspektasi…..jadi kita perlu berusaha,berdoa dan bersikap wajar-wajar saja…
April 22, 2009 at 7:03 am
Ekspektasi boleh-boleh saja.Tapi harus tahu diri dan jangan berlebihan.Dan harus percaya bahwa unsur pemutus dari segala pemutus adalah Tuhan.Kita cuma merencanakan.
April 26, 2009 at 7:59 am
ya bung rusli…kita yang merencanakan…namun allah yg memutuskan
April 22, 2009 at 7:17 am
hi
April 24, 2009 at 8:24 am
Manfaat ekspektasi bakal signifikan jika didukung dengan perencanaan yang strategis. Dan lebih dari itu sangat bergantung pada tindakan yang terpadu didukung semua komponen perusahaan.
April 26, 2009 at 7:52 am
ya mbak avita…sependapat…intinya perlu saling berbagi…