Ini merupakan tulisan pertama dari Rantai Cerita-2 tentang Bogor bertopik “Surat ‘cinta’ buat walikota Bogor”. Penulis berada di Grup Hitam bertugas menuliskan hal-hal yang bukan saja  dari sisi kekurangan Bogor namun  usulan untuk kemajuan Bogor. Dalam tulisan ini penulis memfokuskan tentang kondisi lingkungan daerah aliran sungai. Penulis lainnya  dalam grup ini adalah  MT, Chandra Iman, Erfano Nalakiano, Nonadita, Dieyna, Utami Utar, Miftah, Echaimutenan dan  Httsan

       Belakangan ini begitu banyaknya kejadian bencana alam di Tanah Air. Ada banjir bandang, longsor, angin putting beliung, gempa bumi, gunung meletus, dan banjir lahar dingin. Tak sedikit harta, sawah, dan bahkan nyawa menjadi korbannya. Tentu saja saya mencoba berempati apa jadinya kalau itu menimpa kota Bogor tercinta. Sebagai warga Bogor, saya terpanggil untuk menyarankan kepada Pemerintah Daerah Kota Bogor agar melakukan antisipasi menghindari terjadinya musibah. Salahsatunya adalah kemungkinan akan terjadinya longsor di daerah aliran sungai Pakancilan Bogor. Berikut surat yang saya kirim ke Walikota Bogor.

Bogor 5 Desember 2011
Kepada Yth
Bapak Walikota Bogor
Jln. Ir. H. Djuanda Bogor

Assalamualaikum wr wb

Semoga Bapak selalu sehat dan memperoleh kesuksesan dan keridhaan dari Allah SWT dalam menjalankan tugas sehari-hari.

Kurang lebih sepuluh tahun yang lalu saya pernah mengirimkan surat ke Walikota dan Ketua DPRD Kota Bogor menyangkut kekhawatiran saya tentang kondisi pemukiman penduduk di daerah aliran sungai Pakacilan seberang Jalan Paledang Kecamatan Bogor Tengah. Kondisi tanah sudah sedemikian kritisnya. Jalan setapak sudah sangat sempit dan tidak layak. Begitu pula kondisi rumah yang rawan jatuh ke jurang karena dayadukung lahan yang rendah (sempit dan tekstur-struktur kritis) dengan topografi yang sangat terjal.

Dalam surat itu pula saya mengusulkan beberapa hal berikut ini (garis besar) :

(1) Daerah di atas sekitar aliran sungai seharusnya dijadikan sebagai jalur penghijauan tanpa ada area pemukiman penduduk.

(2) Relokasi penduduk yang tinggal di bantaran sungai tersebut ke daerah baru, misalnya ke lokasi pemukiman (real estate) atau lokasi lain di sekitar Bogor. Untuk itu diperlukan penyuluhan dan subsidi dari pemerintah kota dan/atau pusat. Sangat dianjurkan terjalinnya kerja sama pemerintah kota dengan pihak real estate demi kemanusiaan.

Namun surat ini tidak ditanggapi. Padahal surat itu salah satu bentuk keterlibatan masyarakat terhadap pembangunan kota Bogor, khususnya tentang kelestarian lingkungan. Saya khawatir dengan kondisi curah hujan yang tinggi dan kemungkinan terjadinya gempa kalau tidak segera dilakukan tindakan nyata, pada gilirannya cepat atau lambat, akan menimbulkan kerawanan bencana longsor. Tidak saja akan muncul kerugian materi tetapi juga korban jiwa.

Saya percaya Bapak akan mempertimbangkan keprihatinan saya ini demi menghindari tragedi kemanusiaan dan kerusakan lingkungan. Perencanaan dan tindakan yang matang memang sangat dibutuhkan untuk menangani kondisi lingkungan yang kritis. Atas perhatian Bapak diucapkan terima kasih.

Wassalamualaikum wr wb.
Sjafri Mangkuprawira
Jln. Gunung Batu 81 Bogor
Tel.
8322932, 8385488

Nah para blogor, surat ketiga ini untuk menegaskan kembali betapa pentingnya antisipasi yang perlu dilakukan Pemda Kota Bogor terhadap isyu yang saya sampaikan di atas. Kalau tidak direspon dalam bentuk tindakan nyata oleh pemda maka sebaiknya apa yang harus dilakukan oleh masyarakat peduli lingkungan? Juga kalau surat “cinta” ini untuk ketiga kalinya tak gayung bersambut apakah kita lalu berdiam diri saja?