Minggu-minggu ini sejumlah partai yang dimotori Partai Golkar dan PDIP tengah sibuk merumuskan koalisi besar. Suatu koalisi  konon yang inti tujuannya bagaimana membangun suatu pemerintahan yang kuat dan stabil. Namun yang masih belum jelas apa sebenarnya target kongsi partai itu. Apakah kuat dugaan ada  kaitannya dengan bagi-bagi kekuasaan?. Apakah itu terkait dengan siapa capres dan cawapres atau apakah hanya satu calon dari koalisi besar atau bisa lebih dari satu calon?. Atau juga nantinya  apakah sampai pada keputusan “tersembunyi” pada bagi-bagi kekuasaan mulai dari siapa menko dan menteri? Sementara agenda strategi dan taktiknya masih digodok oleh tim kecil antarpartai. Pada saatnya, menjelang 9 Mei 2009, nanti para ketua umum partai yang tergabung dalam koalisi besar itu akan memutuskan sesuatu. Namun tidak jelas apa yang dimaksud dengan sesuatu itu.

Yang menjadi pertanyaan secara ideologis, betulkah koalisi itu sudah disepakati dibentuk? Apa sih dasar utama sampai diperlukannya koalisi besar itu? Apakah dasar atas kepentingan sesaat ataukah jangka panjang? Betulkah ini merupakan penggalangan kekuatan sebagai bagian pertarungan untuk menghadang SBY nanti dalam  pilpres? Saya melihat sangat tidak mudah menjawabnya. Ketika tiap partai memiliki kepadatan  ideology dan kepentingan strategisnya maka ketika itu pula tidak mudahnya menyatukan semua partai dalam suatu koalisi. Jadi tidak hanya cukup dari pertimbangan kesamaan platform partai.  Jangankan koalisi besar melakukan konsolidasi internal dalam satu partai saja sulitnya minta ampun. Lihat saja Golkar,ssebagai partai tertua, begitu beragamnya paham dan pandangan yang terjadi di kalangan fungsionarisnya. Begitu pula yang terjadi pada P3 dan PAN.

Namanya juga koalisasi atau kongsi. Pasti ada modal politik yang ditanam atau dibagi.  Bergantung pada untung ruginya yang bisa diraih oleh masing-masing organisasi maka koalisi bisa berlangsung mulus dan bisa  berakhir kapan dan dimana saja. Perceraian bisa terjadi  tanpa diduga-duga atau menggantung tak tentu nasibnya. Apalagi dasar pembentukannya sangat kuat  karena kepentingan syahwat politis. Namanya juga syahwat yang sifatnya  fluktuatif dan sangat bergantung pada “mood” semua  aktor. Kalau di satu pihak  nafsunya begitu besar sementara pasangan lainnya syahwatnya sedang dingin  maka bisa saja terjadi  konflik bathin. Tergolek tak berdaya, kelelahan mental, karena tidak bertemunya kepentingan partai yang satu dengan partai lainnya. Saking lelahnya sampai tidak sempat berucap “gud bay”.