Tidak jarang para karyawan kesulitan menterjemahkan apa yang dikehendaki manajernya. Khususnya ketika sang manajer sedang menjelaskan, misalnya tentang kebijakan perusahaan yang baru, peraturan pekerjaan, metode pekerjaan, dsb. Kalau itu sering terjadi maka proses pekerjaan di tingkat unit akan terganggu hanya karena ketidakjelasan informasi yang disampaikan. Karena itu manajer hendaknya mampu membangun suasana komunikatif pada saat berbicara dengan memanfaatkan tip-tip berikut:
* Merebut perhatian karyawan pada awal pembicaraan. Karena itu, kalimat pertama digunakan untuk mengawali pembicaraan menjadi sangat penting. Contoh: Jika berbicara tentang pentingnya pekerjaan maka sebaiknya manajer menggunakan kalimat pertama seperti “Peraturan pekerjaan yang baru telah menyebabkan kinerja perusahaan para pesaing meningkat”. Karena itu maka para karyawan hendaknya ……… dst.
* Membuat struktur pembicaraan dengan efektif, mencakup pendahuluan, kerangka pembicaraan, dan penutup: Kerangka bicara disusun secara sistematis, logis, dan efektif dan dibuat dalam butir-butir pokok pembicaraan. Jika belum terbiasa berbicara dengan hanya menggunakan butir-butir, gunakan kertas-kertas kecil (segi empat) sebagai tempat menulis poin-poin yang dianggap penting untuk disampaikan secara lengkap. Potongan kertas ini akan mengurangi kesibukan membuka halaman kertas yang lebih besar, yang biasanya akan mengganggu konsentrasi pendengar dan juga pembicara sendiri. Jika tersedia sarana OHP (sudah sangat jarang digunakan) dapat menggunakan plastik transparansi untuk menuliskan pointers pembicaraan. Jangan semuanya, nanti terkesan seperti pindahan naskah bicara. Hal yang sama juga berlaku dalam penayangan power points melalui LCD.
* Menggunakan rumus ENAM POIN, 45 MENIT. Artinya, rentang perhatian kebanyakan orang [pendengar] terbatas sekitar 45 menit dan hanya mampu menyerap 6 sampai 7 poin selama waktu itu. Jadi jangan mencoba meliput terlalu banyak poin dalam satu kali berbicara
* Menggunakan HUMOR, ANEKDOT atau ILUSTRASI karena akan lebih mudah diingat. Lebih baik menggunakan humor, anekdot atau ilustrasi berdasarkan pengalaman sendiri atau jika terpaksa gunakan pengalaman orang lain atau buat ilustrasi hipotetis. Alasannya, jika anekdot atau ilustrasi ini diingat oleh pendengar maka mereka pun akan ingat pesan yang disampaikan.
* Libatkan karyawan dalam mengajukan pertanyaan. Gunakan benda nyata yang dapat dianalisis oleh pendengar atau memberi kesempatan mereka untuk bertanya. Karena itu manajer handaknya menstimulus karyawan dengan suatu pertanyaan umum dan karyawan meresponnya. Misalnya apa pendapat karyawan tentang peraturan baru itu. Juga dapat berupa penyajian kasus kecil dan karyawan diminta meresponnya.
Komunikasi kata-kata dilakukan langsung lewat penyampaian kata-kata. Pendekatan ini dinilai cocok-manjur karena merupakan kombinasi perpaduan keunikan antara kepribadian dan ungkapan kata-kata. Sampai saat ini, masih banyak orang yang beranggapan bahwa kemampuan seseorang di dalam mengkomunikasikan ide dan gagasan serta mempengaruhi orang lewat pembicaraan merupakan anugerah yang bersifat individual. Anggapan ini mungkin ada benarnya tapi tidak bersifat mutlak karena pada dasarnya keterampilan berbicara dapat dipelajari dan ditingkatkan tarafnya dengan berlatih. Masalahnya adalah bagaimana cara berlatih yang tepat agar kemampuan berbicara para manajer secara efektif dapat ditumbuhkan.
Februari 26, 2009 at 11:30 pm
Tidak dipungkiri cukup banyak manajer menyampaikan informasi tertentu dengan kaku dan kurang informatif.Bahkan cenderung instruktif.Kurang membuka wawasan kritis pada karyawan.Lebih-lebih kalau manajer bersifat otoriter,karyawan cuma bisanya ngangguk-ngangguk saja hanya untuk menyenangkan sang bos.
Februari 27, 2009 at 5:02 am
Wah makasih banget buat pembelajarannya ya… bukan sekedar teori, tapi bisa langsung diaplikasikan..
Nice article.. Thanks
Februari 27, 2009 at 7:47 am
Selamat siang Pak Sjafri,
Artikel bapak ini sempat saya kirimkan ke suami dan dia baru sempat membacanya pagi ini di kantor sebelum memimpin meeting. Baru saja dia menelfon dan mengatakan meeting kali ini berbeda. Waktu saya tanya kenapa berbeda, katanya “saya mengikuti anjuran artikel yang kamu kirimkan. Terima kasih banget, kamu benar-benar istri yang baik….” Wahh jadi bangga deh Pak. Assik juga cuma modal kirim artikel, malah dapat pujian.he…he…. Terima kasih banyak ya Pak Sjafri…
Februari 27, 2009 at 2:47 pm
Satu hal yang sering terlupakan dalam suatu komunikasi adalah empati.
Di Jakarta, sering saya ngomel sendiri ketika sedang menyetir tiba-tiba di sebelah kiri, kanan, depan dan belakang terdapat pengendara sepeda motor. Saking semrawutnya, nampak seperti kerumunan tawon yang bergerak zig zag kurang aturan. Lha bagaimana jika di depan ada mobil yg tiba2 berhenti, atau ada lubang, atau ada orang menyeberang? apa tidak celaka! Kenapa pengendara motor senekat itu? Punya nyawa rangkap apa?
Penasaran besoknya saya mencoba mengendarai sepeda motor di lokasi yang kemarin. Ternyata….. sontoloyo juga si sopir mobil ya…. saya minggir ke kiri ee dia mepet ke kiri, mau ambil kanan, eee ada angkot yang asal serodok dr depan…..pas di lampu merah, haduh kenalpot mobil nyembur kena muka saya, mana tahan saya di belakang mobil terus……..
Dari dua kasus di atas mungkin dapat diambil pelajaran, bagaimana kita akan efektif dalam berkomunikasi jika satu sama lain beda pemikiran dan perasaan. Komunikasi dua arah akan terbentuk jika masing2 memberikan respons. Sama halnya dalam hubungan asmara….. bagaimana caranya agar tidak bertepuk sebelah tangan.
Nilai MSDM anak2 MB IPB bagus-bagus…. berarti Profesornya yang memberikan mata kuliah memang jempolan…… he he he serius.
Februari 27, 2009 at 11:42 pm
bung rusli….kalau sejak awal penunjukan manajer dengan mempertimbangkan kemampuan berkomunikasi dengan subordinasinya…..maka kasus seperti yang anda ungkapkan seharusnya tidak terjadi……jadi dalam konteks learning organization manajer seharusnya bersikap luwes dan terbuka dalam memimpin….khususnya dalam berkomunikasi…..selalu membuka peluang kapada karyawannya untuk menyampaikan info, pendapat, dan ide-idenya
Februari 27, 2009 at 11:46 pm
bung joddie….semoga artikel ini bermanfaat….btw saya sudah mampir ke blog cerita inspirasi yang kental dengan sisi kemanusiaan….menarik sekali….. salam
Februari 27, 2009 at 11:47 pm
sukurlah mbak mulan….boleh juga tuh dikirim ke teman sejawat….biar kemampuan berkomunikasinya semakin oke…..salam….
Februari 27, 2009 at 11:58 pm
ya mas bodong…..kalu begitu elemen komunikasi berupa isi pesan,media,simbol,kebisingan,dan mutu perilaku komunikasi ada yang salah….kalau yang terjadi berupa saling sewot, bukannya muncul interaksi positif….bukannya ada umpan balik tapi malah konflik…..untung masing-masing ngga turun dari mobil atau montor…..jalanan bakal macet total padat merayap….semua karena unsur ego pelaku komunikasi yang begitu sentris….yang merasa paling penting adalah gua bukan elu dan bukan kita……btw mahasiswa mb ipb memang kapabilitas akademiknya bagus …..teraaaang saja layak mendapat nilai msdm dan nilai lainnya bagus-bagus……
Maret 1, 2009 at 2:07 pm
Betul pak, karyawan harus merasa “diuwongke”…dianggap perannya dalam organisasi. Pimpinan juga harus mendorong karyawan berani menyampaikan pesan-pesan, saran pada atasan…ini bisa dilakukan baik secara informal atau formal. Kadang melakukan aktifitas informal diluar jam kerja, juga dapat mendukung keberhasilan, karena pesan yang disampaikan tak terasa seperti pesan.
Maret 1, 2009 at 9:06 pm
[…] Ulisan ini dan tulisan menarik lainnya tentang tentang leadership dan MSDM dapat juga diakses langsung melalui: CARA MANAJER MENYAMPAIKAN PESAN KOMUNIKATIF […]
Maret 2, 2009 at 1:25 pm
Banyak manajer yang tidak memasukkan unsur komunikasi dalam kepemimpinannya, sehingga banyak manajer yang bicaranya tidak enak didengar, kaku, ketus dan menyakitkan. Komunikasi juga sering tidak dimasukkan sebagai parameter keberhasilan seorang manajer. Mereka hanya dinilai hasilnya : sales up, produksi naik, growth bertambah terus. Padahal, segala keberhasilan itu tak lepas dari bantuan pihak lain, termasuk anak buahnya. Gimana, Prof ?
Maret 3, 2009 at 4:21 am
betul mbak edratna….pimpinan harus bergaya kepemimpinan yang fleksibel…namun tanpa mengorbankan mutu……selalu membuka peluang berkomunikasi pada karyawannya….jalur informal sering jauh lebih efektif ketimbang formal…..
Maret 3, 2009 at 4:22 am
ok bung aris
Maret 3, 2009 at 4:26 am
betul banget mas husnun…itulah yang namanya pemimpin yang terlalu beorientasi pada output semata….tidak diseimbangkan dengan pendekatan proses….jadinya kurang menghargai jerih payah karyawan yang kental dengan intuisi dan perasaan……jadi perlu pengembangan komunikasi multiarah…..
Maret 12, 2009 at 3:13 am
Wah Mak yuss tenan,,,
Maret 13, 2009 at 11:58 pm
mak yuss juga….sampan
April 5, 2010 at 7:18 am
Pak Sjafri, terima kasih atas tulisan ini, jadi lebih membuka wawasan untuk saya memimpin departement, yang selama ini sudah saya pikir bener ternyata masih belum bener (masih egois untuk mengakui kekeliruan – maklum namanya juga boss)
April 7, 2010 at 12:06 pm
bung rudy…semoga sukses selalu….