Tidak dapat disangkal, maju mundurnya perkembangan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh jumlah dan mutu karyawannya. Karyawan diposisikan sebagai aset perusahaan. Sekaligus pula mereka sebagai unsur investasi efektif perusahaan. Karena itu mutu mereka perlu dikembangkan dan dipelihara melalui  pemberdayaan pada individu dan kelompok karyawan secara berkelanjutan. Pemberdayaan disini tidaklah bernuansa sempit yakni hanya dalam bentuk pelatihan dan pengembangan. Dalam perspektif yang lebih luas pemberdayaan juga bermakna sebagai refleksi adanya proses demokrasi di tubuh perusahaan yakni dengan melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan organisasi.

 

Selain pemberdayaan ada istilah pengembangan partisipasi karyawan yang kedengarannya bermakna  sama namun dalam beberapa segi  ternyata memiliki perbedaan. Partisipasi selama ini diartikan sebagai bagian tak terpisahkan dari pemberdayaan karyawan. Partisipasi berarti terjadinya konsultasi, terbukanya kegiatan berbagi opini dan keputusan-keputusan karyawan. Istilah partisipasi juga sangat erat kaitannya dengan model manajemen kemitraan. Dalam model manajemen ini, karyawan dipandang sebagai mitra kerja ketimbang sebagai subordinasi dari superordinasi.

 

Partisipasi mengandung makna adanya keterlibatan para karyawan dalam aspek-aspek mental dan emosional yang mendorong mereka untuk berkontribusi dalam pencapaian tujuan perusahaan. Bentuk partisipasi ini sebenarnya merupakan proses komunikasi atau teknik mendapatkan dan memanfaatkan umpan balik dari karyawan dalam proses pengambilan keputusan. Namun dalam hal ini pihak karyawan tidak memiliki otoritas mengambil keputusan karena yang berwewenang untuk suatu keputusan hanyalah prerogratif  pihak manajemen. Karyawan hanyalah ikut dalam proses pengenalan atau identifikasi masalah, mengadakan monitoring dan evaluasi atas pekerjaannya, melaporkan kegiatannya, dan menyarankan atau mengusulkan saran-saran pemecahan masalah.

 

Sementara pemberdayaan karyawan bermakna lebih luas ketimbang istilah partisipasi karyawan. Dalam pemberdayaan terdapat pendelegasian wewenang yang diberikan kepada karyawan tertentu dalam pengambilan keputusan sejauh tidak menyimpang dari kebijakan perusahaan. Misalnya ketika manajer berhalangan mengkoordinasi rapat tim kerja di unitnya maka dia bisa mendelegasikan kepada seseorang yang dianggap pantas (kemampuan manajerial dan kepemimpinan) untuk memimpin rapat. Atau bisa berupa pendelegasian pada ketua tim kerja subunit tetentu untuk menyusun dan mengatur kegiatan dan jadwal kerja. Jadi tampak pemberdayaan karyawan berimplikasi pada kebebasan dan kemampuan karyawan tertentu untuk membuat keputusan dan komitmen; tidak sekedar hanya berbagi informasi dan saran-saran. Pemberdayaan menyangkut tentang kewenangan dan penguatan otoritas dari karyawan tertentu. Pasalnya  karena adanya kepercayaan dari pihak manajemen kepada karyawan.

 

Walau pemberdayaan merupakan proses pembelajaran  bagi karyawan namun dalam prakteknya tidak semua perusahaan sudah melakukannya. Kalau memang ada tetapi tidak semua pengambilan keputusan sisi kebijakan diberikan kepada karyawan. Beberapa hal yang sangat strategis seperti penyusunan anggaran program, perencanaan kebutuhan sumberdaya manusia, perekrutan dan penseleksian karyawan, dan perjanjian bisnis masih merupakan keputusan pihak manajemen.