Menurut kalender Cina, tahun 2009, hari ini adalah tahun baru imlek 2560 dan tergolong Tahun Kerbau dengan unsur tanah. Menurut kepercayaan masyarakat Cina, peruntungan tahun ini lebih buruk ketimbang sebelumnya. Kondisi perekonomian masih jauh dari kepulihan. Entah karena faktor kebetulan atau memang kondisi nyata, tampak memang seperti itu yakni pada tahun 2009 bakal terjadi krisis ekonomi global yang semakin parah. Tambahan pengangguran global saja diperkirakan mencapai jumlah sekitar 20 juta orang. Di Amerika sendiri ditaksir bakal ada dua juta penganggur. Kalau pada saat normal mereka ngantre untuk memperoleh pekerjaan maka kini mereka melakukan hal sama untuk mendapat tunjangan pangangguran. Perusahaan-perusahaan besar seperti microsoft, industri manufaktur otomotif, perbankan seperti citigroup, diperkirakan bakal memutuskan hubungan kerja dengan sekitar 200 ribuan sampai 500ribuan karyawan. Indonesia pun terkena getahnya. Pada tahun ini kalau tak ada kebijakan stimulus ekonomi diperkirakan tambahan pengangguran di Indonesia bisa mencapai satu sampai satu setengah juta orang.
Karena bukan pakar fengsui, saya tidak membahas hal ikhwal tahun kerbau. Yang menjadi fokus perhatian adalah makna ”kerja keras”. Dan seruan itu tidak harus terjadi pada tahun-tahun khusus seperti tahun ini saja. Etos kerja keras seharusnya menjadi perilaku yang nempel atau otomatis mendarah mendaging (internalisasi) pada setiap orang. Tiada hari tanpa kerja keras. Mereka yang berperilaku santai termasuk pihak manajemen puncak akan tergusur oleh perilakunya sendiri yang tidak produktif. Semakin tingginya perilaku tidak produktif semakin tidak mampunya seseorang menghadapi turbulensi eksternal. Kebijakan stimulus apapun dari pemerintah kalau secara agregasi para pelaku bisnis kurang memiliki etos kerja keras akan percuma saja. Hal ini diduga sangat berkait dengan budaya kerja produktif mulai di tingkat keluarga, sekolah, sampai di tempat kerja.
Budaya bekerja produktif mengandung komponen-komponen: (1) pemahaman substansi dasar tentang bekerja, (2) sikap terhadap pekerjaan, (3) perilaku ketika bekerja, (4) etos kerja dan (5) sikap terhadap waktu. Bekerja seharusnya dipandang sebagai ibadah, kehidupan, panggilan jiwa, aktualisasi diri dan kesucian. Sebagai ibadah, bekerja dinilai sebagai tanda rasa syukur kepada Allah atas kehidupan yang dijalaninya. Bekerja dilakukan secara ikhlas semata-mata untuk memperoleh keridhoan Allah. Sebagai kehidupan, hidup diabdikan dan ditujukan untuk beribadah/bekerja sesuai dengan ajaran agama. Sementara sebagai panggilan jiwa, bekerja harus didasarkan pada pengabdian secara profesional dan efisiensi waktu. Sebagai aktualisasi diri, bekerja terkait dengan peran, impian atau cita-cita dan keinginan kuat si pelakunya. Kerja tidak dipandang sebagai kegiatan rutin melainkan sebagai bentuk pengembangan diri dan organisasi. Dia harus terus mengoptimumkan sumberdaya manusianya. Selain itu bekerja dipandang sebagai sesuatu aktifitas padat dengan kesucian. Artinya ia harus dijaga dan tidak terkontaminasi oleh perbuatan ingkar, mungkar, dan dosa-dosa lainnya seperti korupsi dan kezaliman. Pertanyaannya apakah semua pekerja utamanya pihak manajemen sudah berbudaya kerja produktif?
Pemahaman pekerja tentang etos kerja keras diperkirakan masih lemah. Budaya organisasi atau budaya perusahaan masih belum banyak dijumpai. Hal ini pulalah juga agaknya yang kurang mendukung terciptanya budaya produktif. Perusahaan belum mengganggap sikap produktif sebagai suatu sistem nilai. Seolah-olah pekerja dan manajemen tidak memiliki sistem nilai apa yang harus dipegang dan dilaksanakan. Ditambah dengan rata-rata pendidikan pekerja yang relatif masih rendah maka produktivitas pun rendah. Karena itu tidak heran produktivitas kerja di Indonesia termasuk terendah bahkan sekedar dibanding dengan negara-negara Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina. Dalam keadaan seperti itu maka derajat persaingan bisnis perusahaan-perusahaan Indonesia relatif masih rendah.
Kembali ke makna tahun kerbau, kalangan pakar fengsui mangatakan tahun ini adalah tahun tanah atau bumi. Dengan kata lain, kalau ini benar konon keterdekatan kerbau dengan bumi akan menciptakan sinerji yang lebih baik, terutama buat bisnis-bisnis yang dekat dengan elemen bumi dan atau tanah seperti agribisnis dalam arti luas (produksi, pengolahan, distribusi, dan pemasaran). Umumnya para pekerja di sektor agribisnis termasuk ulet atau beretos kerja keras. Terlepas dari benar tidaknya pemaknaan tentang tahun ini, seharusnya dari fenomena krisis finansial global ini pemerintah menuai hikmah. Yakni mulai semakin sadar secara substansi bahwa sektor pertanian dengan kebijakan revitalisasinya harus mendapat perhatian lebih serius lagi. Bersama-sama dengan sektor riil lainnya maka diharapkan sektor pertanian akan mampu menjadi pelaku kecenderungan utama pembangunan nasional. Seperti yang terjadi pada krisis ekonomi tahun 1998, sektor pertanian lah yang mampu tumbuh walau relatif kecil yakni sebesar 1,6%. Sementara sektor-sektor lain mengalami konstraksi pertumbuhan. Tentunya perlu dukungan kerja keras dan cerdas dari semua lapisan masyarakat.
Januari 26, 2009 at 4:30 pm
Walaupun pekerja keras ada satu karakteristik kerbau yang harus dihindari………yaitu bodoh……..jangan sampai bekerja keras namun tanpa pertimbangan yang matang……kerja tanpa mengedepankan pertimbangan-pertimbangan yang didasari kemampuan berpikir menyebabkan hasil tidak optimal. Dan satu lagi yang penting…… jangan seperti kerbau dicocok hidungnya…..kerja seperti robot,tidak kritis dan tidak punya kreativitas dan inisiatif……yang pada dasarnya merupakan akibat kebodohan tadi……
Januari 26, 2009 at 6:11 pm
Walau kerbau punya sifat lamban, namun ia bekerja dengan pasrah (hampir tak pernah ngamuk) dan penuh dengan kerelaan bekerja. Semoga saja tahun ini ketika pertumbuhan ekonominya diperkirakan relatif lambat (4-5%), kondisi sos-ek bangsa Indonesia akan mulai pulih lagi.
Januari 26, 2009 at 7:11 pm
Wah saya termasuk orang yang kurang percaya pada perhitungan-perhitungan makna suatu tahun.Jangan terjebak pada ketidak-rasionalan.Kita fokus saja pada bagaimana bangsa kita mampu segera bangkit dari pengaruh global yang “dahsyat” itu.Bagaimana kebijakan pemerintah di satu sisi dapat menstimulus perekonomian dan di sisi lain semua lapisan masyarakat yang sementara ini lamban dapat bekerja lebih keras lagi.
Januari 27, 2009 at 2:55 am
semoga tahun ini menjadi tahun yang positif
Januari 27, 2009 at 4:17 am
Saya kira kerja keras sudah dilakukan oleh banyak orang sejak dulu hingga kini dan tentu saja tetap ada orang yang tidak bekerja keras. Akan tetapi dengan situasi kompetisisi yang makin ketat ditambah dengan kondisi ekonomi global yang kurang mendukung, kerja keras saja tidak cukup. Lihatlah, maaf banyak kuli-kuli panggul, nelayan, dan semisalnya sudah terbiasa bekerja keras. Tapi lihat pula, apakah hasil yang diperoleh dapat membebaskan mereka dari kondisi finansial? Itulah sebabnya kerja keras saja tidak cukup. Uang dapat dihasilkan dari gagasan-gagasan dan bukan dari hasil kerja keras. Kini selain kerja keras, perlu kerja cepat. Seorang dokter mempercepat konsultasinya per-pasien agar memperoleh pendapatan lebih banyak. Tapi ini tetap ada batasnya. Dokterpun perlu makan minum istirahat olah raga dan melakukan hal-hal lain. Untuk keluar dari keterbatasan ini sang dokterselain melakukan kerja keras, kerja cepat, perlu melakukan kerja pintar. Inilah yang disebut sinergi “work hard, work fast, and work smart.”
Salah satu contoh gemilang dari sinergi ketiga kombinasi tersebut adalah keberhasil seorang dokter seperti yang dikisahkan Adam Khoo dalam (2006), Dr, Rajesh Shah dari Mumbai, India. Dokter ini tidak puas dengan terbatasnya jumlah pasien dan layanan yang diberikan walaupun sudah bekerja keras dan cepat. Kini setelah bekerja pintar ia memiliki lebih dari 100.000 pasien dari 112 negara melalui praktik medis online-nya (www.e-homoeophaty.com).
Dan tentu banyak contoh serupa yang menggambarkan success story karena mensinergikan ketiga jenis kerja di atas. Terima kasih,
Salam untuk Prof. Pak Sjafri dan penggemar beliau,
Januari 27, 2009 at 12:19 pm
[…] Artikel asli dari editorial ini dan artikel lainnya tenang MSDM dapat diakses juga pada: TAHUN KERBAU : TAHUN KERJA KERAS? […]
Januari 27, 2009 at 1:46 pm
Kerja keras tidak tergantung tahun apa dan perhitungan perbintangan maupun feng shui. Kalau ingin sukses, tidak ada kata lain, harus kerja keras. Bukan hanya kerja keras, tapi kerja cerdas dan ikhlas
Januari 27, 2009 at 10:12 pm
ya mas adi….itulah kiasan karakter kerbau yakni kelambanan….bahkan walau kerja keras tetapi tidak cerdas……apapun kerbau adalah mahluk vital bagi para petani……ia merupakan sahabat dekat dengan petani…..biarlah ia bersifat lamban…..namun kerjanya tulus-ikhlas….ketimbang ada kalangan cerdik cendekia namun angkuh,koruptor, dekat dengan kekufuran……betul yang ideal adalah tahun kerja keras ini seharus dibarengi kerja cerdas, jujur da ikhlas……
Januari 27, 2009 at 10:13 pm
ya bung rusli….insya allah…..
Januari 27, 2009 at 10:16 pm
betul mbak kur…..mengapa harus percaya pada ramalan…..yang dekat dengan ketidakrasionalan….spekulatif….sependapat yang penting semua komponen bangsa bekerja keras dan cerdas kapanpun dan dimanapun……
Januari 27, 2009 at 10:18 pm
amiin mas hoihei……
Januari 27, 2009 at 10:21 pm
betul sekali bung mezzo……inti dari kerja keras dan cerdas adalah proses belajar yang tak pernah kenal henti…….trims uraian anda memperkaya artikel ini……salam kembali….semoga anda selalu sukses…..
Januari 27, 2009 at 10:22 pm
ok bung aris…..
Januari 27, 2009 at 10:23 pm
sependapat mas husnun…..kerja keras,cerdas, dan ikhlas semata-mata demi ridha allah….amiin
Januari 28, 2009 at 10:11 am
Saya sepakat Pak sektor agribisnis harus mendapat perhatian dari pemerintah. saya heran Pak di mall botani squer harga jeruk dari cina dijual Rp 4990/kg, sementara jeruk lokal dari medan dijual Rp.12.000/kg. saya kagum Pak bagaimana china bisa memproduksi jeruk dengan HPP yang sangat rendah padahal sudah termasuk ongkos transfortasi dan tenaga kerja. Pemerintah punya kewajiban moral Pak kayaknya untuk mencerdaskan petani biar produk mereka bisa bersaing.
Januari 29, 2009 at 1:48 pm
ya bung andi…..itu karena mereka berusahatani secara efisien….manajemennya dalam pola komunal…….dan untuk produksi massal……harga pokoknya bisa ditekan sejalan dengan produksinya yang besar……plus semangat atau spirit kerjanya luar biasa….saya pernah ke beberapa daerah pertanian komunal di cina……memang kita harus banyak belajar dari mereka…..