Kesal atau dongkol pada diri seseorang sering direfleksikan dengan marah di dalam hati atas suatu kejadian tertentu. Tetapi kalau tidak tahan sering diungkapkan dengan teriakan minimal dengan bergunggam. Bayangkan saja misalnya ketika orang-orang sedang begitu sabarnya mengantre untuk membeli tiket kereta, tiba-tiba ada seseorang nyelenong saja ke tempat tiket. Dan anehnya kok dilayani oleh petugas tiket. Wajar saja lalu setiap orang disitu kesal melihat ulah ke dua orang tersebut. Itulah yang disebut dengan kesal yang wajar. Bagaimana dengan contoh yang satu ini; misalnya ketika seseorang (A) telah memberikan pertolongan kepada orang lain (B). Namun yang ditolong (B) tidak mengucapkan terimakasih sedikit pun kepada si A. Pantaskah si A begitu kesalnya kepada si B?. Ya bisa jadi timbul kesal karena merasa tidak dihargai. Namun dikategorikan kesal yang tak wajar. Bahkan dekat dengan ciri kebodohan. Mengapa? Karena kalau seseorang telah membantu orang lain dengan tulus iklas lalu mengapa dia harus mengharapkan penghargaan dari orang yang ditolongnya. Kecuali kalau tidak ikhlas alias mengharapkan sesuatu dari yang ditolongnya. Lalu bagaimana di dunia pekerjaan?
Rasa kesal adalah famili dari rasa kecewa. Kesal lebih berdimensi lingkup masalah dan waktu yang relatif lebih sempit dan berjangka pendek ketimbang kecewa. Kecewa dikenali sebagai langkah awal timbulnya stres yang kemudian berlanjut ke depresi. Rasa kesal lebih cepat hilang ketimbang kecewa apalagi kalau kecewa berat. Akumulasi dari sejumlah kekesalan, lebih-lebih kesal yang tak terselesaikan, lambat laun akan membentuk kekecewaan.Seperti halnya pada habitat kehidupan yang lain setiap karyawan bisa mengalami rasa kesal di tempat kerjanya. Apakah karena masalah jenis dan beban kerja yang relatif berat; masalah hubungan dengan rekan kerja dan atau atasan yang tiba-tiba kurang harmonis; masalah kinerja yang rendah; masalah penghargaan dari atasan yang kurang; dan kesal karena baru saja ditegur atasan.
Kekesalan seseorang pada orang lain bisa berangkat dari adanya prasangka. Disitu ada fenomena persepsi yang timbul karena adanya informasi tentang objek tertentu; misalnya tentang kelalaian karyawan dalam bekerja. Informasi itu bisa didapat dari orang lain atau dari hasil pengamatan sendiri. Persepsi yang muncul bisa melahirkan rasa kesal atasan kepada karyawan bersangkutan. Semakin banyak atasan memperoleh informasi yang akurat dan valid tentang kelalaian karyawan semakin memungkinkan timbulnya rasa kesal atasan. Sebaliknya semakin sedikitnya informasi yang diperoleh dan sepotong-potong atau hanya dari satu sisi saja semakin besar peluang terjadinya bias persepsi. Semakin bias informasi semakin besar terbuka peluang timbulnya prasangka negatif. Dengan kata lain terjadi kekesalan atasan yang tak terkendali Yang terjadi kemudian adalah bukan saja timbulnya rasa kesal karyawan tetapi juga rasa sesal mengapa sang atasan bisa bertindak sembarangan kepada karyawannya.
Kekesalan seorang karyawan bisa berdampak pada motivasi kerja. Bisa berbentuk menurunkan motivasi kerja dan malah bisa sebaliknya. Misalnya kalau ada atasan yang mengatakan bahwa beberapa karyawan termasuk ”bodoh”. Bisa dipastikan karyawan bersangkutan akan kesal. Sudah kerja keras kok atasan menilainya seperti itu. Semacam tidak ada penghargaan. Apa yang kemudian terjadi? Bagi karyawan yang berkepribadian lemah; semakin kesal semakin menurun motivasi kerjanya. Dan kondisi ini potensial menurunkan kinerjanya. Namun bagi mereka yang bermental kuat justru kekesalan bisa mendorongnya keluar dari rasa kesal. Dengan segala upaya, termasuk belajar bekerja dengan baik, maka karyawan bersangkutan ingin membuktikan bahwa dirinya bukanlah seperti yang dinilai oleh atasan tadi.
Untuk mengurangi kekesalan karyawan maka ada dua pendekatan yang bisa diterapkan; yakni dari sisi karyawan dan sisi manajemen atau atasan. Dari sisi atasan, manajemen seharusnya mampu menghindari rasa kesal dirinya yang berlebihan karena ulah karyawannya. Untuk itu atasan perlu memperkecil ungkapan-ungkapan negatif kepada karyawannya. Sebab kalau itu sering diungkapkan bukan saja akan membuat kesal karyawan tetapi juga potensial terjadinya konflik atasan-bawahan. Dengan kata lain teguran yang semena-mena mengakibatkan fenomena kontra produktif.Yang terbaik dilakukan adalah menjelaskan kepada karyawan tentang titik-titik kelemahan karyawan langsung ke yang bersangkutan. Kemudian sama-sama mencari jalan keluarnya.
Kemudian dari sisi karyawan, sebaiknya jangan memelihara kekesalan. Memang kesal itu wajar apalagi kalau karyawan bersangkutan tidak merasa keliru tetapi atasan menyalahkannya. Bergantung pada penyebab kekesalan maka sejauh mungkin para karyawan menahan diri untuk berbuat protes besar-besaran kepada manajemen. Kecuali hal-hal yang menyangkut sangat personal misalnya mengejek dengan kata-kata kasar, sampai-sampai menyebutkan nama-nama penghuni kebun binatang. Kemudian tidak salahnya secara individu, karyawan ”menegur” atasan untuk tidak melakukan hal itu kepada dirinya. Namun di luar itu, seperti teguran rutin yang berkait dengan ketidakdisiplinan, kelalaian kerja, kecerdasan berpikir dan bekerja, sebaiknya karyawan mengoreksi diri. Jadikan kekesalan hanya berskala sesaat saja dan menjadikan teguran sebagai unsur motivasi untuk memperbaiki kapabilitas diri. Anggap saja suatu teguran dari atasan berarti atasan bersangkutan masih memiliki perhatian besar terhadap karyawannya.
Januari 17, 2009 at 11:41 pm
Saya termasuk kesal kalau atasan marah-marah tak karuan kepada rekan-rekan kerja.Apalagi kalau terjadi pada saya sendiri.Bergantung pada penyebab marahnya memang kekesalan itu bisa cepat hilang atau malah berkepanjangan.Benar kekesalan akibat teguran atasan bisa memotivasi diri untuk memperbaiki cara kerja dan kinerja saya.
Januari 18, 2009 at 12:37 am
betul bung zulkand…..disinilah pentingnya manfaat berpikir positif…….semakin tingginya pikiran positif semakin kecillah pikiran untuk kesal……..salam
Januari 18, 2009 at 5:57 am
Derajad kekesalan seseorang sangat bergantung pada kekuatan mental dirinya.Semakin kuatnya mental termasuk pikiran positif dari seseorang semakin kuat untuk menghindari timbulnya rasa kesal.
Januari 18, 2009 at 12:33 pm
Salam kenal Pak Sjafri…
Saya suka artikelnya.
Saya link ke blog saya ya Pak, biar nanti bisa ke sini lagi.
Januari 19, 2009 at 2:36 am
mbak nur……betul sekali karena itu setiap individu harus memiliki soft skills atau EQ dan SQ…….
Januari 19, 2009 at 2:37 am
silkan bung herman……semoga blog ini bermanfaat……
Januari 19, 2009 at 4:33 am
Memang kita harus kerja dengan hati, bukan dengan rasa. Jengkel, marah dan dongkol terjadi karena rasa yang tersinggung. Selamat acara teman-teman Blogor di kebun rumah prof berjalan sukses
Januari 19, 2009 at 4:52 am
Ayo … semangat !!
Januari 19, 2009 at 5:00 am
saya kadang kesal Pak kalau sudah berbuat sesuatu buat orang lain tetapi ia tidak berterimakasih, contohnya ada seseorang yang nukar uang kecil, setelah kita tukarin ia langsung pergi aja tanpa bilang apa2. saya juga kesal Pak kalau ditegur apalagi kalau ditegur didepan orang banyak. berarti sejauh ini saya masih orang feodal ya Pak? dan tergantung perlakuan lingkungan kepada saya dalam bereaksi. terimakasih Pak.
Januari 19, 2009 at 9:47 am
he…he…lama gak ngunjungbagus artikel nya pak…oya saya ngirim sesuatu ke bapak isa minta alamatnya pak…?
Januari 19, 2009 at 2:05 pm
betul mas caknun…..kalau dengan rasa jengkel,marah en dongkol pasti bakal punya beban….dan cepat lelah mental……terimakasih……
Januari 19, 2009 at 2:06 pm
ya mbak rindu…..semoga SEMAKIN semangat…….
Januari 19, 2009 at 2:09 pm
bung andi…..resep kuncinya adalah….segala sesuatu yang kita perbuat harus kita pandang sebagai ibadah……pasti disitu ada nilai ketulusan…….so pasti pula kita tidak menuntut apapun dari yang kita tolong…..namun di balik itu kita percaya….setiap amalan akan dicatat allah sebagai kebajikan…….pahala……
Januari 19, 2009 at 2:11 pm
benar bung haris….udah lama kita tidak berinteraksi…….terimakasih telah berkunjung……alamat saya jl gunung batu 81/118 bogor……
Januari 20, 2009 at 8:25 am
Apa kabarnya pak Sjafri? Koreksi diri memang harus dilakukan oleh bawahan maupun atasan. Tapi terkadang atasan tidak mau disalahkan karena merasa memiliki wewenang, bagaimana motivasi kerja bisa terbentuk dengan kondisi seperti itu pak? Terima kasih….
Januari 21, 2009 at 1:32 am
Apa Kabar pak Sjafri? saya mau komentar sedikit pak, menurut saya Kekecewaan memang lebih kepada suatu perasaan yang mendalam sehingga membutuhkan proses yang lama untuk menetralisir kembali perasaan tsb menjadi sesuatu yang positif. Kekesalan yang terus menerus dihadapi oleh seseorang terutama di lingkungan kerjanya merupakan akar dari perasaan kecewa ya pak? dan ini akan membahayakan bagi pekerjaannya karena didalam dirinyapun sudah terbentuk sesuatu yang tidak kondusif dalam pekerjaan maupun lingkungan pekerjaannya sehingga benar apa kata bapak lambat laun akan mempengaruhi motivasi kerjanya……………
Januari 21, 2009 at 12:48 pm
hi! mbak rima….saya baik-baik aja….semoga anda juga oke-oke……atasan yang tidak mau disalahkan berarti dia itu baru sebatas sebagai pimpinan yang berbasis otoritas….bukan sebagai pemimpin yang arif…….karena itu pula karyawan tangguh biasanya tidak terlalu terganggu oleh sikap pimpinan seperti itu…….
Januari 21, 2009 at 12:51 pm
hi! mbak riesta……saya baik-baik aja….semoga anda juga oke-oke……betul karena itu manajer harus memiliki kepekaan tinggi melihat gejala-gejala emosional yang ada di lingkungan karyawan….tujuannya agar bisa diantisipasi lebih dini……memperkecil kekesalan dan kekecewaan yang ada……
Januari 26, 2009 at 4:50 am
Makasih atas artikelnya pak Sjafri, dah lama saya tidak berkunjung & baca-baca artikel di blog bapak. Semoga tetap terus bekarya & bermanfaat bagi semua.
Januari 26, 2009 at 2:15 pm
terimakasih bung salkomara….telah berkunjung lagi…..semoga anda selalu sukses……
Desember 17, 2009 at 5:10 am
Masih banyak dari pimpinan2 kita yang tidak mau menerima kritikan dari bawahannya. Mereka cenderung menganggap apa yang dilakukannya adalah benar dan wajib dikerjakan.
Setelah saya membaca artikel. Ada sedikit peningkatan mood saya dalam bekerja. Kekesalan yang saya rasakan bukan hanya dari kerjaan tetapi juga dari faktor yang lain. Dan artikel Bapak menjadi penyemangat saya untuk bangkit kembali. Terima kasih.
Desember 17, 2009 at 5:12 am
Masih banyak dari pimpinan2 kita yang tidak mau menerima kritikan dari bawahannya. Mereka cenderung menganggap apa yang dilakukannya adalah benar dan wajib dikerjakan.
Setelah saya membaca artikel. Ada sedikit peningkatan mood saya dalam bekerja. Kekesalan yang saya rasakan bukan hanya dari kerjaan tetapi juga dari faktor yang lain. Dan artikel Bapak menjadi penyemangat saya untuk bangkit kembali. Terima kasih.
Desember 18, 2009 at 1:55 am
ya mbak viesta…sangat bergantung pada sifat pemimpin dan teknik menyampaikan kritik….sukurlah anda menjadi lebih semangat
Oktober 20, 2010 at 4:07 pm
thank’s infonya,…namun bagaimana jika sudah bekerja keras dgn berbagai prestasi tetap saja dimata atasan jelek?????
Oktober 20, 2010 at 9:44 pm
boedijaeni…nah disitu ada masalah kepemimpianan…seharusnya kita pun bisa lebih proaktif…bertanya kalau ada penilaian jelek,dalam hal apa…ini penting agar diperoleh penilaian obyektif dan sekaligus kalau memang jelek maka kita tahu penyebabnya dan lalu dipakai untuk perbaikan kinerja…
Februari 24, 2011 at 12:02 pm
Saya sering jengkel dg tetangga yg sering membuang sampah di halaman saya. Awalnya dg ikhlas saya angkut ke tempat sampah. Heran, pdhal meski tak berpagar, ada batas jelas antara rumah yg satu dg yg lain dan tempat sampah sangat sangat terlihat. Hal sepele yg berulang2, tapi sejauh ini sy masih bertahan utk tdk tawuran. Hebatnya, dia memfitnah saya sering mebuang sampah ke halaman rumahnya. Manusia macam apa yg sedang saya hadapi???
Februari 25, 2011 at 12:02 am
hmmm mbak rina…saya juga pernah mengalami hal serupa…yg kami lakukan untuk beberapa kai saya diamkan saja…namun lalu kami bicarakan dari hati ke hati…dan dia sadar dan berhenti untuk tidak melakukannya lagi…ternyata yg membuat ulah itu adalah pembantunya…lalu juga pohon nangka yg sangat menggangu karena begitu dekatnya dengan pagar rumah saya…bisa dibayangkan daunnya berjatuhan di halaman saya…lalau lagi-lagi kami bicara dengan tetangga..akhirnya pohon itu ditebang habis…so disini peran komunikasi dalam menjaga hubungan dengan tetangga menjadi penting…
Februari 28, 2011 at 5:19 am
saya kerja selalu- boleh di blg setiap hari KESAL terhadap rekan kerja atau atasan dr bagian lain karena byk hal yg tidak di ketahui banyak oleh atasan yg bersangkutan namun selalu menghujat diri saya, pd hal penjelasan yg saya berikan sdh amat-amat banyak dan detail tapi ttp di tanggapi, hal ini apakah saya yg bermasalah atau diri dr atasan itu sndiri yg bermasalah yg artinya dia membela bagian dia sendiri…mohon sarannya. TQ
Maret 1, 2011 at 8:23 pm
xie liang ju…ada baiknya menilai diri sendiri dahulu…apakah masih ada kelemahan seperti dalam hal penampilan fisik dan nonfisik, tutur kata, kerendahan hati, emosi diri dsb…untuk itu tak ada salahnya berdiskusi dengan teman sejawat yg anda anggap dekat…dan jangan menyerah terus saja anda berupaya menjelaskannya pada sang atasan…salam
Februari 28, 2011 at 5:28 am
oh…maaf ada sedikit kata yg salah , mksd saya ” selalu tdk di tanggapi “
Maret 2, 2011 at 1:56 pm
ok pak…terima kasih atas sarannya, saya akan coba dengan cara menilai diri sendiri baru kemudian meminta penilaian dari orang lain, mungkin terkadang kita sendiri tdk bisa melihat kelemahan yg ada di diri kita sesuai dengan yg bapak bilang tadi… Saya akan coba…
Maret 9, 2011 at 8:51 pm
semoga sukses xie…
Juni 6, 2011 at 7:41 pm
Kalau kesal seperti saya sekarang bagaimana cara mengatasinya pak Sjafri, saya bantu seorang teman dengan memberikannya modal bekerja dia memanfaatkan uang saya tersebut untuk kepentingan sendiri sehingga saya rugi besar dan dia tidak mau bertanggung jawab, setiap dihubungi susah sekali, apa langkah yang perlu saya ambil, melalui cara hukum kah…, karena pendekatan secara musyawarah/persuasif sangat susah…, terimakasih
Juni 12, 2011 at 7:03 pm
bung yan…cara hukum adalah yg terakhir…namun coba lagi bagaimana hasilnya dengan pendekatan kekeluargaan…kalau perlu minta tolong orang ketiga yg dekat dengan ybs…
Maret 26, 2012 at 11:43 am
saya merasa kesal terhadap atasan saya,saya merasa mereka tidak bijaksana,rekan2 kerja saya yang dekat sama atasan saya tidak pernah di tegur walau mereka melakukan kesalahan dalam bekerja,sedangkan saya?bekerja dengan sekuat tenaga,mencurahkan segala fikiran untuk perusahaan tersebut,tapi apa balasan menejemen/atasan terhadap saya?saya merasa dibalas air tuba?saya ingin share sama bapak sebaik nya saya bagaimanaa?
Maret 28, 2012 at 10:25 am
indra…maaf saya belum bisa berbagi karena masalahnya belum jelas…yg penting diketahui mengapa sampai atas berbuat seperti iru…dari situlah solusinya bisa diambil…saya kurang info dalam hal ini…salam
Maret 29, 2012 at 2:58 pm
terimakasih atas balasan nya pak,intinya saya merasa paling di tekan,tidak jarang atasan mengeluarkan kata2 kasar pada saya,pdahal saya sudah melakukan yang terbaik,tapi tindakan itu tidak berarti(pernah dia lakukan)pada rekan saya yg lain?padahal dari segi tanggung jawab sama,malahan gaji saya disitu jauh paling kecil
April 1, 2012 at 9:38 pm
indra…hemat saya terus saja bekerja dengan tekun dan prestasi…biar saja dia seperti itu…toh dia sendiri akan bosan…
April 2, 2012 at 3:24 pm
terimakasih banyak pak sjafri atas blasan ny,pesan anda sungguh memotivasi saya lagi,mdah2n k dpan ny sya lbih baik lgi,s kli lgi mksih bnyak pa&rona wajah
April 6, 2012 at 8:59 am
sama-sama indra