Pendekatan modern semakin menjadi tuntutan ketika proses restrukturisasi para karyawan secara berkelanjutan dilaksanakan. Hal ini berkait dengan respon pada lingkungan pekerjaan yang semakin kompetitif. Sementara hubungan-hubungan kehidupan karyawan secara tradisional yang dicirikan dengan kehidupan perorangan sudah tidak zamannya lagi. Seperti yang telah diamati majalah Fortune:
“Bekerja akan bertahan dan dilakukan oleh para individual untuk sebuah proyek penting dan dirancang untuk dilakukan dalam bentuk sebuah tim kerja. Manakala tugas sudah tuntas dan tim bubar, individu akan meneruskan pekerjaannnya ke proyek berikutnya. Mungkin pada organisasi yang sama atau sebagai karyawan yang bebas tak terikat atau tugas-tugas lainnya, seperti para praktisi dan ahli yang bekerja sama membuat studi agribisnis.”
Lingkungan pekerjaan yang tidak pasti menjadi alasan bagi individu karyawan untuk terdorong meningkatkan tanggung jawab dan upaya dalam mengelola karirnya masing-masing. Namun, tidak seorang pun mampu memperkirakan kapan dan berapa lama karir akan diraihnya. Oleh karena itu, tidak jarang individu karyawan pasrah saja, apalagi jika departemen SDM dan atau atasannya tidak menunjukkan tanda-tanda bertanggung jawab atau mengabaikan kebutuhan karyawan akan karirnya.
Namun, sebagian karyawan sadar tentang konsep perencanaan karir yang dibuat perusahaan seobyektif mungkin. Misalnya, seorang karyawan di sebuah bank mulai dari status sebagai peserta pelatihan (karyawan pemula) sampai sebagai wakil eksekutif bisa jadi membutuhkan waktu sampai lebih dari 30 tahun masa kerja. Sebagai contoh, dari kedudukan sebagai teller di sebuah bank sampai asisten kepala teller butuh waktu enam tahun. Setelah lewat promosi, yang bersangkutan dapat menjadi penyelia atau kepala teller selama tujuh tahun. Berikutnya melalui promosi, pendidikan, dan transfer yang bersangkutan berada pada tingkat manajemen, mulai dari asisten manajer cabang sampai nantinya menjadi kepala kantor.
Semuanya itu membutuhkan waktu sampai tidak kurang 17 tahun lagi. Jika berpeluang, ia dapat berkedudukan sebagai eksekutif, baik sebagai wakil direktur maupun presiden direktur. Waktu yang memang tidak pendek untuk meraih sebuah karir. Semakin tinggi posisi yang akan diraih semakin kecil peluang seseorang untuk meraihnya. Karena memang jumlah karyawan pada posisi yang sama relatif jauh lebih banyak ketimbang karir yang tersedia.
Oleh karena itu, seorang karyawan manakala sadar atas situasi tersebut, kemudian bertanya pada dirinya: Apa tujuan karir saya? Apa langkah awal yang perlu dibuat? Jawabannya, sebuah rencana karir harus mulai dibuat sejak dia bekerja. Selain itu, pengembangan karir merupakan sebuah alat penting di mana manajemen dapat meningkatkan produktivitas karyawan, memperbaiki sikap karyawan dalam pekerjaan, dan mengembangkan kepuasan karyawan yang semakin besar. Bahkan program perencanaan karir juga mampu mengurangi perputaran karyawan, khususnya bagi mereka yang memiliki mobilitas pengembangan karir yang cepat.
November 5, 2008 at 2:38 pm
Meraih karir di suatu perusahaan jangan terlalu diharap berjalan adil ketika di situ kental dengan diskriminasi etnis. Terbuka dan sangat jelas dilihat dan dirasakan.Peluang mereka yang di luar etnis tsb sangatlah kecil untuk meraih jenjang karir manajemen.
November 5, 2008 at 3:15 pm
Kecemburuan sesama karyawan tentang karir bisa jadi karena merasa diperlakukan tidak adil.Misalnya ada beberapa orang yang berpendidikan dan berkinerja sama namun hanya karyawan tertentu saja yang memperoleh promosi kenaikan jabatan.Mengapa prof?
November 6, 2008 at 1:04 am
Career planning bisa dilihat dari sisi karyawan dan sisi sub sistem pengembangan SDM, analogi yang mirip dengan career planning adalah tujuan karyawan belum tentu sejalan dengan tujuan perusahaan. Dengan demikian sering muncul persepsi “ketidak adilan” karir, misalnya rekan kerja yang seangkatan baru saja dipromosikan untuk menduduki jabatan general manager, sedangkan rekan seangkatan lainnya yang merasa lebih well educated masih tetap sebagai manager. Apakah kita harus menyalahkan career planning?, tentunya tidak karena masih banyak variabel career planning yang harus dipertimbangkan dalam mempromosikan seorang karyawan, misalnya nilai kompetensi, nilai assesment, nilai kinerja, job target, job stream dan dukungan atau catatan administrasi candidate yang akan dipromosikan.
Mungkin akan lebih tenang hati kita apabila sudut pandang terhadap pekerjaan adalah sebagai ibadah sehingga semuanya akan menjadi positif dan gembira dalam bekerja.
November 6, 2008 at 3:21 am
Tujuan karier bisa dikaitkan dengan NIAT bekerja seseorang dan sangat mempengaruhi output yang dihasilkan, jika diniatkan untuk ibadah dengan IKLASH betul akan enjoy apapun suratan takdir akan diterima,( jenjang karier, promosi, kesempatan menjabat dll), tidak ngoyo sikut kanan sikut kiri mestinya semua itu diartikan mengemban amanah dari yang sang maha pemberi rizky dengan demikian menjadikan seseorang dapat mengukur kemampuan dirinya berdasarkan penilaian orang lain dan lingkungan sekitarnya secara obyektif. pada prakteknya need assesment, assesment center tetap saja assesornya juga manusia yang didalamnya selalu ada sifat subyektif meskipun perangkat assesment center nya sudah canggih menggunakan indikator penilaian yang dipakai. Pertanyaan saya prof,…. Seberapa jauh Corporate Culture mempengaruhi pengembangan karier baik terhadap individu maupun sebuah tim kerja ?
November 6, 2008 at 4:04 am
Pak Syafri… hebat-hebat tulisannya… dan selalu memotivasi saya untuk membahasnya….
Bicara Career Development Planning (CDP) akan strong link exist antara 1. Performance Management Process (appraisal result and development agreement, etc), 2. Succession Planning (employee and business needs alignment), 3. Strategic Staffing (include Job Slating Selection, etc), 4. Business Planning Process (business needs long term, etc), and Horizon (cross functional assignments, etc) and 5. Pathway (competency assessment dan accelerated growth, etc)
Dan 5 aspek tersebut dapat kita kembangkan dan analisis melalui Spider diagram….
Dialog CDP diharapkan terjadi antara employees and supervisors sehubungan dengan the employee’s career interests, talents and capability gaps. The Supervisor menyediakan input as to whether there is a likely chance of attaining career interests. These discussions provide a mechanism to more closely match the employee’s career development aspirations and abilities with business needs.
Untuk organisasi besar sebaiknya dibentuk Cross Functional Personal Development Committee (PDC) untuk reduce favoritism dan subjektivitas.
November 6, 2008 at 6:16 am
hmm … artikel yang menarik.
Keinginan setiap manusia untuk mencapai posisi atau tingkatan yang lebih tinggi adalah kodrat dan naluriah. Walaupun cara untuk mendapatkannya ada yang berjalan dengan semestinya juga ada yang dengan cara yang lewat jalan pintas.
Benar yang dikatakan pak Prof, untuk mencapai posisi yang lebih tinggi dengan mengikuti alur yang ada di perusahaan membutuhkan waktu yang sangat lama .. belum lagi kalo misalnya ada unsur KKN.
Dulu saya pernah diberi ‘wejangan’ yang mengutip dari kata-kata presiden AS, “jangan pernah berpikir apa yang akan diberikan negara untukmu, tapi pikirkan apa yang akan kamu berikan untuk negara’ dengan context perusahaan.
Tapi, saya juga mendapatkan sedikit ungkapan ‘jangan terlalu loyal pada perusahaan, karena perusahaan belum tentu loyal pada kita’. Dan pengalaman membuktikan ungkapan tersebut.
Jadi mengikuti alur karir yang membutuhkan waktu lama tsb hanya cocok untuk PNS, kalo perusahaan swasta ? belum tentu .. tinggal tunggu nasib atau harus dengan cara bajing loncat .. salam
November 6, 2008 at 9:51 am
idem…pencerahan bagi yang baru memulai karir, untuk kehidupan yang lebih baik (dunia +akhirat)
November 6, 2008 at 7:48 pm
ya bung rusli….seharusnya yang disebut perencanaan dan pengembangan karir dilaksanakan secara adil, jauh dari tindakan diskriminasi…..namun manajemen sering berulah bahwa karena memang secara kebetulan kaum etnis tertentu lebih bagus kinerjanya……..
November 6, 2008 at 7:53 pm
bung zulkand…..dengan asumsi perlakuan pengembangan karir berjalan normal maka faktor-faktor yang menentukannya tidak saja sisi pendidikan……. namun juga aspek lain misalnya kapabilitas kepemimpinan, berkribadian baik, dan kepiawaian hubungan sosial……
November 6, 2008 at 7:59 pm
betul mas rahardi…….idealnya ketika perencanaan dan pengembangan karir dilaksanakan diperlukan pendekatan yang transparan dan akuntabilitas…..didukung dengan sistem informasi dimana data atau catatan performa seseorang tercatat dengan baik…..benar bahwa karir seseorang tidak hanya ditentukan satu dua faktor saja…..btw memandang bekerja dilihat dari sudut pandang sebagai ibadah baik-baik saja sehingga kita ikhlas dan tidak mudah lelah dan kecewa……namun bukan berarti hak atas karir atau hak-hak lainnya tidak perlu diperjuangkan….
November 6, 2008 at 8:02 pm
bung jeffrey….ulasan anda memerkaya artikel ini…..saya sedang menulis artikel baru tentang perencanaan karir…..btw akan lebih informatif lagi kalau anda mencantumkan rujukan buku atau jurnal tentang karir sehingga para pembaca dapat menjadi lebih kaya pengetahuannya….nuhun……
November 6, 2008 at 8:12 pm
ya bung indra….idealnya pengembangan karir berjalan normal….namun tantangan yang sering dihadapi adalah pihak manajemen yang terkena syndrom atau hello effect dan contrast effect atau bias……..disinilah setiap keputusan karir seseorang harus didasarkan pada suatu sistem yang prima dengan dukungan data performa obyektif,terbuka, dan akuntabilitas……penilaian rutin menjadi sangat penting……. btw sesuatu yang terlalu memang jelek….bisa-bisa kehabisan amunisi…..tentang karir sebagai nasib sebaiknya bukan lalu pasrah diri tetapi harus diraih lewat kerja keras dan cerdas…..
November 6, 2008 at 8:14 pm
ya betul bung fajar….kalau kita memandang kerja sebagai ibadah….wah tenang rasanya….namun bukan berarti karir diabaikan….sebab karir menunjukkan seberapa jauh itu direfleksikan sebagai hak kita karena memang kita berperforma dengan baik……
November 6, 2008 at 8:21 pm
betul mas cahyono…..kalau semua pekerjaan dipandang sebagai ibadah maka kita akan ikhlas apapun hasilnya……namun dalam pengertian dinamis atau tidak berjalan di tempat……btw efektifitas tim kerja cenderung dipengaruhi oleh pemahaman, sikap, dan ketrampilan berbasis budaya korporasi….antara lain semakin efisien,semakin tinggi mutu kerjasama, semakin tinggi kompetensi, smakin tinggi akuntabilitas maka semakin tinggi kekompakan timkerja dan pada gilirannya tingka kinerja tim semakin tinggi……
November 6, 2008 at 8:38 pm
[…] Tulisan asli dan artikel menarik lainnya dapat dilihat di:PENTINGNYA ARTI KARIR […]
November 6, 2008 at 8:55 pm
ok bung avis
November 7, 2008 at 1:24 pm
Karir. Diskusi yang selalu menarik. Succession Planning selalu dibuat oleh banyak perusahaan, namun system tersebut selalu kalah dengan ego dan ke-aku-an orang-orang yang sedang menjalankan system karir tersebut. Akhirnya sistem tersebut menjadi bergantung kembali orang-orang yang menjalankannya. Salam Pak…
November 8, 2008 at 3:13 am
betul mas prasabri……bahkan karir itu oleh sebagian karyawan yang egosentris…dipandang sebagai suatu hak semata….padahal di dalamnya ada makna kewajiban….yakni yang bersangkutan harus memberikan kontribusi positif dulu pada perusahaan….lalu dinilai performanya…….salam hangat…..
November 11, 2008 at 9:47 am
Artikel anda di
http://karir-pekerjaan.infogue.com/pentingnya_arti_karir
promosikan artikel anda di infoGue.com. Telah tersedia widget shareGue dan pilihan widget lainnya serta nikmati fitur info cinema, game online & kamus untuk para netter Indonesia. Salam!