Dalam peringkat daya saing global, ternyata Indonesia hanya mampu menduduki peringkat 54 dari 136 negara yang disurvei (The Global Competitiveness Report 2007-2008). Peringkat ini relatif rendah ketimbang negara-negara ASEAN lainnya. Singapura berhasil berada di urutan 7, Malaysia di posisi 21, dan Thailand di peringkat 28. Sejak krisis ekonomi tahun 1998, peringkat daya saing Indonesia kian merosot. Indonesia yang sempat duduk di peringkat 37 pada 1999, turun ke posisi 44 di tahun 2000. Peringkat ini menurun lagi di tahun 2001 ke urutan 49, dan 69 di tahun 2002, sebelum akhirnya menduduki peringkat terendah di tahun 2003 pada urutan 72.
Diduga salah satu unsur yang sangat memengaruhi daya saing usaha adalah pelayanan prima. Boubekri (2001) dalam tulisannya “Technology eneblers for supply chain management, Integrated Manufactoring System” mengatakan persaingan tidak lagi bersifat inventory-driven system tetapi lebih bersifat service – driven system. Dengan kata lain pelayanan prima seharusnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam bisnis guna mewujudkan suatu superior customer value. Hal ini sejalan dengan pendapat Powell (1995) dalam jurnal “Strategic Management Journal; Total quality management as competitive advantage” dimana kualitas pelayanan dinilai sebagai pervasive strategic force. Sementara Dean dan Bowen (1994; ”Management theory and Total Quality:Improving Research and Practice through Theory Development”, Academy of Management Review)) mengatakan bahwa mutu pelayanan sebagai isyu strategi penting dalam agenda manajemen strategi perusahaan. Lalu bagaimana kedudukan sumberdaya manusia (SDM) berkait dengan strategi perusahaan untuk meningkatan pelayanan prima?
Peranan SDM semestinya sangat signifikan dalam membangun daya saing bisnis. Hal ini beralasan karena dalam prateknya, mutu pelayanan dapat dilihat dari beragam sisi seperti sisi fisik dan non-fisik. Misalnya sisi fisik, perusahaan harus mampu menampilkan mutu barang atau jasa yang ditawarkan yang sesuai dengan preferensi konsumen dan pelanggan. Disinilah peran SDM untuk mampu menjaga mutu dan kerusakan produk perusahaan dengan dukungan fasilitas,dan perlengkapan mutu menjadi sangat penting. Dari sisi non-fisik, peranan SDM menjadi penting pula ketika pelayanan prima ditunjukkan oleh kehandalan dan komitmen pelayanan dengan segera, akurat, dan memuaskan konsumen dan pelanggan. Misalnya kalau ada permintaan seharusnya para karyawan atau manajer menanggapinya dengan segera melalui tatap muka, telepon, dan internet. Selain itu ketika para karyawan dan manajer sedang melayani langsung para konsumen dan pelanggan, mereka harus bersikap sopan, penuh perhatian, empati, dan dapat dipercaya.
Strategi SDM yang bisa diterapkan adalah pengembangan SDM berbasis kompetensi. Pengembangan SDM para manajer dan karyawan tidak saja dalam bentuk peningkatan pengetahuan dan ketrampilan teknis tetapi juga pengembangan sikap. Sikap yang dibutuhkan adalah berupa daya respon dan kepekaan terhadap masalah-masalah perilaku pasar dan mutu produk. Untuk itu disamping diperlukan pelatihan bagi manajer dan karyawan juga perlu disosialisasikan sikap kritis tentang pentingnya jaminan mutu bagi pencapaian kinerja perusahaan. Setelah tersosialisasi, para karyawan pun pada skala unit kerja dilibatkan dalam pengambilan keputusan tentang pelayanan prima. Kemudian pelatihan dan pengembangan sikap para karyawan yang langsung berhadapan dengan para konsumen dan pelanggan menjadi sangat strategis. Termasuk membangun kepribadian karyawan yang hangat dan empati sehingga pelayanan prima dapat terwujud secara efektif. Dengan kata lain mereka harus mampu membangunan kepercayaan jaminan mutu di kalangan konsumen dan pelanggan.
November 4, 2008 at 10:06 am
Sebenarnya berangkat dari kemauan dan kesadaran yang sederhana untuk selalu memanjakan konsumen lebih baik daripada pesaing, sedikit demi sedikit saya yakin daya saing di Indonesia akan lebih baik. Sayangnya di negeri ini tidak semuanya berfikir begitu. Dari kesadaran untuk memberikan yang terbaik bagi konsumen ini nantinya akan merambah sendiri ke dalam kesadaran untuk memajukan SDM mulai dari memajukan diri sendiri. Karena memajukan SDM ini tentu saja merupakan bagian dari usaha untuk memberikan yang terbaik bagi konsumen.
Dari dosen yang sering mangkir, customer service yang asal njawab, salesman yang sering mengobral janji dan tidak sesuai dengan kenyataan, dan lain-lainnya yang remeh temeh harus mulai ditinggalkan, dan mulailah kita untuk memberikan yang terbaik bagi konsumen….. apapun bentuk konsumen itu.
November 4, 2008 at 10:51 am
Konon bangsa indonesia dikenal sangat ramah,Apakah julukan seperti itu masih pantas ketika para pelayan,apapun bidangnya,ternyata tidak sedikit yang malas atau enggan menunjukkan kehangatan,empati,dan miskin berucap terimakasih kepada konsumennya?.
November 4, 2008 at 1:03 pm
ya mas yariNK….saya khawatir semua perilaku kurangnya kemauan dari karyawan untuk memanjakan konsumen dan pelanggan karena mereka bekerja dengan berorientasi sangat rutin….bukan pengembangan……cirinya adalah cepat puas hanya dengan bekerja dan berkinerja minimum……akibatnya loyalitas konsumen dan pelanggan mudah goyah….lalu ngabur ke pesaing……..
November 4, 2008 at 1:10 pm
mbak avita……apakah kalau begitu sebagian dari karyawan “pelayan” termasuk bersifat munafik?….saya kurang berani menyimpulkannya….saya duga fenomena itu karena lemahnya mutu sdm….so ya dekati saja dengan pengembangan sdm plus manajemen kompensasi…..
November 4, 2008 at 2:33 pm
Saya berpendapat pelayanan prima merupakan derivasi dari manajemen pengendalian mutu terpadu atau total quality management.Karena itu pelayanan prima bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri tanpa dukungan strategi sdm.Mutu tugas karyawan lini terdepan dalam melayanani langsung kebutuhan dan kepentingan konsumen akan berpengaruh dalam membangun mitra pelayanan prima suatu perusahaan.
November 4, 2008 at 3:43 pm
Terima kasih sharingnya Pak Syafri…. menarik untuk dibahas….
Jika di SCM ada namanya Integrated Manufactoring System”, maka saat ini service harus diintegrasikan dengan teknologi: Service through Technology: Integrated Customer Service Management System.
How it works? Unhappy customer report via phone, fax,e-mail, personal visit, itu akan dicatat dalam CSS (Customer Service System), then diteruskan ke Internet SMS gateway, then melalui Global System for Mobile (GSM) dan Code Division Mobile Access (CDMA) mobile phone tower, sms dikirim ke PIC as diligent resource immediately responds. So easy, quick and efficient way to eliminate the problems.
November 5, 2008 at 1:06 am
Pak Jeffry, apakah sesederhana itu? yakni dengan mengkonversi behavior pelayanan dan kompetensi petugas peyananan suatu perusahaan/industri kedalam sistem/IT. Saya kurang sependapat karena mayoritas masyarakat indonesia (sebagai pelanggan) masih mempunyai habit “untuk dilayani” sehingga walk in service di single point of contact dengan keramahan, kehangatan dan bentuk relationship petugas pelayanan akan mampu untuk meretensi kastemer agar loyal, trust dan akhirnya repurchase intention.
Saya menduga maksud tulisan pak Sjafri tersebut adalah “mengajak” rekan2 bloger untuk mencoba merenung apakah dengan SDM yang sekedarnya dalam melayani dapat membawa perusahaan untuk tetap bertahan di krisis yang konon khabarnya akan berkepanjangan. Jangan-jangan di Januari atau Pebruari 09 yang diduga akan merupakan inflection point bagi perusahaan ternyata banyak yang berguguran dan ironisnya karena disebabkan mutu SDM yang sekedarnya tadi, dan akhirnya pengangguran dan kemiskinan lagi kan pak Jeffry
November 5, 2008 at 1:49 am
Pak Rahadi, intinya… harus ada segragation of duties (SOD) yang melayani dan yang menerima laporan dari unhappy customer serta yang shoot problem solving…. dan itu harus diintegrasikan dengan konsep: Integrated CSS through Technology… framework SOD ini ditekankan juga dalam Sarbanes Oxley (SOX)..
Ya… sebagian orang ingin dilayani face to face … tapi untuk melaporkan unhappy services orang akan terlalu direpotkan/ take time jika harus menghadap Single Point of Contact (SPC)… network e-marketing, e-payment, e-business, e-customer service, e-banking etc… akan menjadi trend masa kini and bahkan in the future… karena kebanyakan orang akan mobile…waktu sangat berharga…multitasking dan multihanding harus menjadi kompetensi …gitu lho mas….
November 5, 2008 at 6:08 am
saya setuju dengan pemanfaatan teknologi tapi juga pelayanan face to face tetap menjadi kebutuhan sampai kapanpun. Namun yang harus dipikirkan adalah bukannya SDM kita tidak mampu tapi mau atau tidak ? karena budaya melayani lebih rendah daripada budaya dilayani.
Pelayanan bukan saja ada di frontliners tapi juga harus didukung oleh backliners dan tentunya ini harus ada sinergi yang di-“push” oleh manajemen.
November 5, 2008 at 12:10 pm
ya mbak nuraini…..intinya pelayanan prima merupakan proses terintegrasi…….lini depan,tengah, dan bahkan lini belakang…..
November 5, 2008 at 12:23 pm
bung jefrrey dan mas rahadi…….inti dari pelayanan prima adalah bagamana membangun loyalitas pelanggan atau konsumen…….apa yang anda berdua ulas sebenarnya saling mengisi……hal ini dapat kita lihat bahwa loyalitas dapat dibangun lewat kegiatan-kegiatan initiate contact (keluhan dan kepuasan konsumen) lewat kontak-kontak surat,telepon,email didukung data base; anjuran inisiatif seberapa besar pelanggan perlu mengetahui apa yang dilakukan perusahaan; kalau perlu ada insentif berupa diskon,hadiah, kontak kontinyu;dst…….bagaimana dengan pilihan teknologinya?….hemat saya sangat situasional dan kondisional……..semakin banyak nasabah semakin memerlukan pendekatan yang lebih efektif dan efisien antara lain lewat teknologi…….namun bukan berarti pelayanan tatap muka tidak penting (budaya)……saya melihat uraian anda berdua punya prinsip sama yakni apapun pendekatannya yakni ditujukan untuk terciptanya kredibilitas dan trust……di kalangan pelanggan…..deep loyalty…..
November 5, 2008 at 12:24 pm
betul bung indra….sependapat…..
November 6, 2008 at 12:51 am
[…] Artikel ini dan tulisan menarik lain dapat dibaca di: STRATEGI SDM DAN PELAYANAN PRIMA […]
November 6, 2008 at 5:22 am
saya punya pengalaman di tahun 2005-2007 sebagai pelayan konsumen di toko orangtua saya Pak yang bergerak di bidang distributor barang. saya bisa melihat bahwa loyalitas konsumen bisa dibangun melalui pelayanan yang baik serta pemberian harga yang kompetitif.akhirnya saya mengusulkan kepada orangtua saya agar para karyawannya dibekali dengan kemampuan soft skill bersama dengan hardskill. satu hal yang tidak kalah penting Pak menurut saya adalah bagaimana membuat karyawan merasakan bahwa perusahaan tempat dimana mereka bekerja adalah milik mereka juga, begitu perasaan ini sudah tertanam, maka mereka akan sangat maksimal dalam bekerja.selain dapat meningkatkan jumlah pelanggan, hal ini juga dapat menghemat biaya seperti biaya turnover. Terima Kasih Pak.
November 6, 2008 at 6:23 am
Pak Syafri Yth, banyak orang bicara tentang SDM bahkan juga dikaitkan dengan kompetensi dan kinerja. Khusus SDM aparatur pemerintah semuanya sudah diatur dengan banyak Undang-undang, Kepres, Kepmen, Kepbup/Wako, dll yang semuanya tersebut tumpang tindih dan membingungkan. Bagaimana pandangan Bapak tentang pengembangan SDM aparatur pemerintah daerah dalam konteks otonomi daerah. Lalu, bagaimana pula Bapak melihat adanya tarik-menarik atau lempar tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Daerah sehingga membingungkan juga dalam proses penetapan standar gaji, insentif, dan kesejahteraan pegawai di Daerah? Terima Kasih.
November 6, 2008 at 8:29 pm
bung tasril….undang-undang dan keputusan-keputusan lainnya adalah hanya instrumen hukum dan institusional saja….karena itu yang jauh lebih penting dipertanyakan adalah apakah itu sudah dirancang bangun dalam suatu sistem yang terintegrasi, efektif dan efisien?…..kecenderungannya belum seperti yang anda katakan yakni banyak tumpang tindih…..jadi seharusnya pihak pusat dan daerah meningkatkan koordinasinya dengan mempertimbang kepentingan pusat dan daerah lewat pemberdayaan kelembagaan dan fungsi-fungsi perencanaan,pengendalian, dan pengawasan ……jangan sampai timbul eksternalitas negatif yang akhirnya banyak biaya sosial yang harus ditanggung rakyat…..
November 6, 2008 at 8:34 pm
betul bung andi…sofskills memegang peran utama bagi siapapun dalam rangka peningkatan kreatifitas,prakarsa,empati, kemampuan kerjasama dan membangun jejaring hubungan sosial dan bisnis……ya berarti anda sudah menerapkan teori Z yang mencerminkan bahwa setiap karyawan punya posisi sosial sebagai anggota keluarga besar perusahaan……mengabdi jangka panjang…..
November 6, 2008 at 8:57 pm
ok bung avis
November 8, 2008 at 3:27 am
Kalau menurut saya, pemanfaatan teknologi seperti e-banking, e-commerce, e-CS dan e–e- lainnya memang membuat pelayanan menjadi lebih efisien. Namun untuk membuat suatu sistem pelayanan menjadi efektif, tetap sumberdaya manusianya yang lebih berperan. Tidak tertutup kemungkinan sebuah sistem yang semuanya sudah serba e- tetapi SDM-nya memblé tidak memberikan pelayanan yang lebih baik dibandingkan sebuah sistem yang baru setengah e- tetapi dengan SDM yang prima……..
November 8, 2008 at 3:36 am
ya mas yariNK….antara teknologi dan sdm sebagai pelakunya ya harus punya kesepadanan (match) dan keterkaitan (link)….tidak jarang kita impor teknologi baru namun sdmnya (julah dan mutu) belum siap….jadilah idle……karena itu dalam konteks pelayanan prima,unsur sdm baik ada teknologi baru maupun belum ada….tetap punya peran sentral……
Mei 12, 2009 at 6:56 am
saya hanya ingin menyampaikan mari kita tingkatkan prestasi indonesia mulai dari perusahaan2 kecil dalam pelyanan prima……..
Mei 14, 2009 at 7:49 pm
sependapat yuniee
Mei 15, 2009 at 5:05 am
assalamuaikum …
maaf pak sebelumnya .. saya pingin tanya apa sih keunggulan dan kekurangan manajemen individu / figure ?
mohon partisipasinya … sekian terima kasih
Mei 17, 2009 at 12:56 am
bung toumy…keunggulan mengelola diri antara lain….mengetahui siapa diri kita sebenarnya,mengendalikan diri,memahami orang lain,membangun kepemimpinan diri, dan efektifitas kepemimpinan buat orang lain
November 29, 2009 at 7:06 am
Sudah satu tahun artikel yang sangat menarik ini ditulis. Berdasar pengamatan saya badan usaha barang dan jasa yang kecil maupun yang besar telah banyak yg menerapkan teori pelayanan prima. Namun sayangnya masih dalam lingkup “teori”. Praktiknya? masih jauh. Tak jarang kekecewaan masih muncul setelah keluar dari toko atau penyedia jasa yang katanya punya pelayanan prima tapi sama sekali tidak tercermin pada SDMnya…butuh usaha lebih keras lagi ..tapi tetap optimis Indonesi pasti bisa.. 😀
November 29, 2009 at 10:29 pm
ya mbak yesru…teori cuma tinggal teori saja…pasti bakal percuma jika tidak diterapkan dalam dunia nyata…yg dikemas dalam bentuk manual praktis…dan diperlukan pelatihan berkomunikasi efektif, penampilan elegan, bagaimana melayani pelanggan dgn baik yi senyum dan penuh perhatian serta siap membantu kebutuhan konsumen…ya perlu optimis….
Maret 8, 2010 at 11:27 am
[…] Artikel ini dan tulisan menarik lain dapat dibaca di: STRATEGI SDM DAN PELAYANAN PRIMA […]
September 14, 2011 at 12:39 pm
saya bekerja pada sebuah bank. dari awal saya masuk kerja saya sangat memperhatikan pelayanan para front liner pada perusahaan ini. sampai sekarang saya terus ingin membangun kualitas pelayanan kepada para nasabah agar lebih effisien lagi. di perusahaan kami sudah mempunyai suatu standar pelayanan yang harus dijalankan. pada awalnya memang sangat sulit untuk dijalankan tapi lama kelamaan menjadi suatu kebiasaan yang kalau tidak dilakukan rasanya seperti malu sendiri. apa yang harus saya lakukan untuk dapat meningkatkan pelayanan prima kepada para nasabah secara efektif dan tidak kaku? bolehkah bapak memberi referensi buku apa yang harus saya baca. karena saya percaya suatu hari pelayanan yang memang benar-benar prima dapat berjalan dengan baik. terima kasih sebelumnya.
September 21, 2011 at 10:18 am
putri…maaf saya tak punya referensi pelayanan prima khusus di perbankan…