Ketika masih menjadi pendatang baru, para karyawan umumnya merasa tidak peduli siapa dan apa kepribadian manajernya. Yang penting mereka bekerja sesuai dengan uraian pekerjaan yang diberikan manajer. Pada tahap-tahap awal khususnya ketika masa orientasi pekerjaan, para karyawan itu masih begitu mengandalkan pada arahan-arahan manajernya. Mereka berharap dengan petunjuk dari manajer lambat laun akan semakin memahami tentang pekerjaan yang dilakukannya. Begitu pula semakin mengenal rekan-rekan kerjanya yang sudah lebih senior. Ketika semua itu berlangsung, katakanlah menjelang setahun, para karyawan baru sudah mulai merasakan kekuatan dan kelemahan dari manajernya. Utamanya dilihat dari sisi gaya kepemimpinan dan kepribadian manajer.
Pada awalnya respek yang diterima karyawan bukan karena seseorang menjadi manajer atau pemimpin. Para karyawan bisa jadi tidak memberikan respek pada atribut yang dikenakan sang manajer. Respek dengan sendirinya akan muncul ketika karyawan memahami dan mampu bekerja sesuai dengan apa yang seharusnya dikerjakan. Kalau berjalan lancar, paling-paling mereka sudah mulai mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang baru. Termasuk sudah mulai mengenal kepribadian para rekan kerja. Dalam teori perilaku organisasi telah terjadi tanda-tanda untuk terwujudnya dinamika kelompok.
Secara bertahap para karyawan semakin mamahami siapa manajernya. Pada gilirannya kalau sang manajer telah mulai menerapkan kaidah-kaidah kepemimpinan efektif maka respek karyawan akan datang dengan sendirinya. Misalnya gaya kepemimpinan yang dirasakan efektif itu berbentuk gaya demokrastis dan partisipatif. Namun sebaliknya kalau gaya kepemimpinan manajer berbentuk transaksional bahkan otoriter. Pola kepemimpinan yang transaksional cenderung mencerminkan pola manajemen yang diterapkan relatif statis dan tidak berkembang secara visioner. Sementara gaya otoriter lebih pada berorientasi tugas, sentralistik, dan instruktif.
Hal-hal yang menyangkut kepribadian manajer pun menjadi perhatian para karyawan. Pribadi yang hangat dan komunikatif seperti halnya seorang sahabat dan seorang pelindung cenderung bakal mendapat tempat di hati para karyawannya. Para karyawan tidak dianggap sebagai subordinasi semata tetapi juga sebagai mitra dan sekaligus sahabat dalam pekerjaan dan pergaulan sesama. Ketika itu terjadi maka karyawan pun merasa lingkungan kerjanya dinilai begitu nyamannya. Maka lengkaplah respek yang diterima sang manajer yakni respek pada dia sebagai “pejabat” (karena jabatan) dan juga sekaligus sebagai sosok yang memiliki karakteristik mutu personalia yang tinggi.
Uraian di atas mengandung makna bahwa respek seseorang kepada orang lain,dalam hal ini manajer, bisa datang secara alami dan bisa juga dirancang. Secara alami kental kaitannya dengan sosok manajer sebagai seorang manusia yang memiliki kelemahan dan kekuatan aura kepribadiannya. Sementara sebagai seorang manajer sebenarnya dia bisa membangun simpati di lingkungan kerjanya dengan menerapkan gaya kepemimpinan yang bisa diterima karyawannya atau lingkungan kerjanya. Sekaligus juga sebagai seorang manajer yang bijak yang selalu melakukan evaluasi diri untuk mengetahui kapasitas sebenarnya. Hasil evaluasi dapat menjadi umpan balik untuk memperbaiki derajad kualitas kepemimpinan dan kepribadian yang bisa diterima semua karyawan.
Januari 7, 2009 at 2:11 pm
Setuju Prof….bahwa respek dari karyawan bisa dirancang oleh manajer. Karyawan akan menjadi respek pada manajer apabila manajer tersebut mampu menjadi pimpinan organisasi yang baik, yaitu pimpinan yang mampu mendayagunakan, menggerakkan, membimbing dan mengarahkan sehingga karyawan dengan sukarela tanpa tekanan dapat bekerja secara optimal. Hal tersebut hanya dapat terjadi berkat kepiawaian manajer dalam memahami kebutuhan karyawannya dan kemampuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif yang dapat membuat para karyawan termotivasi untuk bekerja.
Namun demikian, menurut saya, usaha-usaha memahami kebutuhan karyawan harus disertai dengan penyusunan kebijakan organisasi dan prosedur kerja yang efektif. Untuk melakukan hal ini tentu bukan perkara yang gampang, tetapi memerlukan kerja keras dan komitmen yang sungguh-sungguh dari manajer.
Januari 7, 2009 at 6:29 pm
Sangat setuju pak.Mengormati seseorang karena jabatan sifatnya semu dan sementara.Namun kalau pejabat itu memiliki kelebihan berupa kepribadian yang memiliki enerji positif maka rasa hormat subordinasi kepadanya relatif akan abadi. Sekalipun yang bersangkutan bukan sebagai pejabat lagi,misalnya karena pindah ke posisi lain atau sudah pensiun.
Januari 7, 2009 at 7:45 pm
artikel ini betul-betul hidup Prof.., betul nyata apa yang terjadi diberbagai lingkungan kerja. Saat satu sama lain belum saling kenal, seolah saling mencari satu sama lain, saling menghargai bahkan melebihkan orang lain, setelah berlangsungnya waktu baru kemudian saling mengukur kemampuan satu sama lain, termasuk dengan manajernya.
Saya setuju jika respek karyawan dipengaruhi (ada hubungan) dengan kinerja dan gaya kepemimpinan manajernya. Dan salah satunya adalah gaya kepemimpinan demokratis dan partidipatif. Mungkin agak sulit ya Prof, demokrasi yang seperti apa, mengingat setiap individu karyawan selalu memiliki persepsi yang berbeda terhadap gaya kepemimpinan demokrasi, dan persepsi penilaiannyapun juga berbeda. Mohon penjelasan.
Januari 8, 2009 at 1:00 am
Respek seharusnya tidak bernada meminta.Hanya gara-gara seseorang lebih senior maka seakan yuniornya wajib merespeknya.Memang secara manusiawi sah-sah saja kita respek pada orang yang lebih tua.Tapi jangan diabaikan bahwa tidak sedikit mereka yang pantas disebut senior namun perilaku menyimpangnya berjubel.
Januari 8, 2009 at 3:10 am
ya mas adi……kebijakan perusahaan antara lain yang menyangkut pengembangan sdm khususnya yang menyangkut softskills dan promosi karir dan pengembangan organisasi……selain itu peluang untuk pengembangan kepemimpinan lewat pendelegasian wewenang kepada karyawan juga sebagai salah satu upaya untuk pemberian respek pada karyawan…..dan sebaliknya karyawan akan respek pada manajernya…..
Januari 8, 2009 at 3:17 am
betul mbak nur…….biarkanlah respek itu muncul secara alami…….disamping kita juga tahu respek itu bisa by design……jangan dipaksakan…….
Januari 8, 2009 at 3:21 am
ya bung untung….itulah suatu proses menuju dinamika kelompok……salah satu cirinya adalah saling respek diantara anggota grup atau tim kerja…….btw perbedaan persepsi tentang kepemimpinan dapat dilakukan lewat pelatihan,keteladanan pimpinan, dan pendelegasian wewenang kepada karyawan atau subordinasi…..lambat laun plus pembelajaran setiap individu karyawan akan memiliki persepsi yang cenderung sama tentang gaya kepemimpinan tertentu…….
Januari 8, 2009 at 3:25 am
ya bung johan….memperoleh respek dari orang lain sebenarnya tak perlu pakai ongkos….seperti halnya seorang manajer yang kaya senyum dan bersahabat kepada karyawan,……. pasti untuk itu dia tak perlu mengeluarkan duit…..dan hasilnya adalah respek dari karyawan yang juga tak perlu dibeli sang manajer…..jadi respek datang sendiri…….tanpa diminta……
Januari 8, 2009 at 6:04 pm
Siapapun dia seharusnya bekerja itu tidak untuk memperoleh respek dari orang lain.Kalau ikhlas dia tidak peduli dengan respek.
Januari 10, 2009 at 12:41 am
betul bung rusli…..kalau bekerja ikhlas sekaligus juga kita tidak bakal mengharapkan respek dari lingkungan……rspek itu datangnya bisa secara alami dan by design……
Oktober 24, 2009 at 7:38 pm
Mana yang lebih sulit dan penting. menjadi manajer yang dicintai karyawan atau menjadi karyawan yang dicintai manajer? Namun, menjadi karyawan yang dicintai manajer menjadi salah satu modal untuk menjadi manajer di kemudian hari 🙂
Oktober 27, 2009 at 10:54 pm
…adek…hal itu akan lebih mudah jika diawali dengan pentingnya saling mengerti dan memahami…ujungnya saling menyayangi…