Apakah karyawan suatu perusahaan selalu sadar akan perlunya sebuah rencana karir? Belum tentu. Dalam hal ini bisa jadi karyawan dapat digolongkan ada yang sudah sadar, cukup sadar, belum atau tidak sadar, dan yang tidak peduli tentang karir. Yang sudah sadar bisa digolongkan lagi yakni yang sudah punya perencanaan karir dan yang belum. Dari berbagai pengalaman empiris masih banyak karyawan yang belum sadar tentang kebutuhan dan keuntungan dari perencanaan karir, baik yang dibuat sendiri oleh karyawan ataupun oleh perusahaan. Kalaupun pernah sadar, mereka sering kekurangan data dan informasi untuk membuat rencana karir dengan sukses.
Sebenarnya departemen SDM merupakan unit yang sangat tepat untuk meningkatkan kesadaran karyawan melalui teknik pengembangan sikap akan karir yang beragam. Sebagai contoh, sambutan, memorandum, dan makalah dari kalangan eksekutif yang terdokumentasi atau tidak tertulis dapat menstimulus minat tanpa karyawan mengeluarkan biaya sama sekali. Jika para eksekutif mengkomunikasikan keyakinannya tentang perencanaan karir, para manajer lainnya akan berbuat hal sama. Pada gilirannya hal itu diturunkan ke para karyawannya.
Contoh lainnya bentuk sosialisasi tentang karir adalah berupa seminar dan lokakarya. Kedua kegiatan ini bertujuan menjelaskan konsep-konsep kunci yang terkait dengan perencanaan karir kepada karyawan. Dengan demikian karyawan dapat meningkatkan minatnya untuk mengetahui dan memahami dan menyiapkan rencana karir. Kegiatan seminar dan lokakarya juga membantu karyawan menyusun tujuan karir, mengidentifikasi alur karir, dan menemukan kegiatan pengembangan karir yang spesifik. Upaya-upaya pengembangan sikap ini dapat dilengkapi dengan informasi berbentuk bahan cetakan atau video. Dengan seminar dan lokakarya dapat digambarkan semua informasi karir yang bertujuan:
- membantu para karyawan memahami lebih baik bagaimana pekerjaan dan karir mereka diperusahaan dapat mengkontribusi tujuan mereka di masa depan.
- Menyediakan kebutuhan para karyawan dengan sebuah pendekatan perencanaan karir individual.
- Membuat batasan peran para karyawan, penyelia, dan departemen SDM dalam perencanaan karir dan pengembangan personil.
- Menyediakan pekerjaan yang realistis dan informasi karir untuk pembuatan rencana karir.
Dalam prakteknya belum tentu semua perusahaan sudah memiliki program untuk mengembangkan sikap karyawan tentang pentingnya karir. Semuanya diserahkan saja pada inisiatif karyawannya. Padahal upaya dalam bentuk seminar, lokakarya, dan pertemuan-pertemuan untuk membicarakan karir merupakan bagian dari perhatian perusahaan terhadap karyawan. Yang lebih parah lagi jika perusahaan selain tidak mensosialisasikan tentang karir juga tidak memiliki perencanaan dan pengembangan karir. Kalau sudah begitu bagaimana karyawan bisa memfokuskan pekerjaannya buat pengembangan karir. Istilahnya karyawan sudah tidak peduli dengan karir dan merasa sudah mentok.
Januari 13, 2009 at 1:00 am
Tidak jarang karyawan bersikap apatis tentang karirnya ketika di pihak manajemen ada yang berprilaku nepotisme dan bahkan disktiminatif. Kalaupun perusahaan punya perencanaan karir dan sosialisasi karir tetapi dalam prakteknya tidak berjalan optimum.Karena itu ada kecenderungan para karyawan tidak betah bekerja.
Januari 13, 2009 at 1:17 am
pada prakteknya sering perencanaan karier tidak berkesinambungan ketika pergantian TOP management, hal ini ada faktor : ingin populer dengan program yang baru bagi pejabat baru , ingin mencoba berbagai konsep pengembangan yang tidak selamanya berjalan mulus. di perusahaan mestinya perencanaan karier juga tetap dikaitkan dengan rencana strategis perusahaan dan rencana jangka panjang perusahaan sehingga siapapun pejabat pada TOP manajemen harus terus melanjutkan perencanaan karier yang sudah ada tinggal melanjutkan dan mengembangkan saja. terima kasih pak Syafri
Januari 13, 2009 at 2:18 am
Karir seharusnya merupakan salah satu kebutuhan karyawan selain kompensasi dalam bentuk finansial.Hanya masalah yang sering dijumpai keputusan tentang karir pada seseorang tidaklah mudah karena bisa jadi ada intervensi dari atasan.Kalau sudah begitu maka ukuran-ukuran objektifitas menjadi mubazir.Karena memang yang memiliki otoritas tertinggi tentang karir ada pada manajemen puncak.
Januari 13, 2009 at 6:53 pm
ya bung johan….karena itu asas perencanaan dan pengembangan karir perlu dijalankan yakni adil,jujur, dan tidak diskriminasi……selain itu harus bersifat terbuka agar para karyawan berhak mengetahui tentang kinerja riilnya….dan apa imbalannya……
Januari 13, 2009 at 6:57 pm
betul mas cahyono….seharusnya taatasas antara perencanaan dan pengembangan karir dengan strategi sdm dan strategi sdm dengan strategi bisnisnya…….kalau uraian isinya sebenarnya konsisten…..namun dalam prakteknya tidak jarang menyimpang…..karena top manajemen menerapkan model nepotisme bukan profesionalisme….bahkan ada yang dengan pendekatan asal bapak dan ibu senang…….
Januari 13, 2009 at 7:00 pm
ya mbak kur….karena bersifat transparan sejak ada proses penilaian kinerja….seharusnya disitu karyawan boleh tahu hasil penilaian kinerjanya…..bahkan paling tidak diberi kesempatan bertanya……sementara dalam keputusan karir pun karyawan berhak tahu mengapa karirnya belum berkembang…….
Januari 14, 2009 at 3:09 am
Karir seseorang sangat ditentukan oleh performa yang bersangkutan Namun masih banyak karyawan yang tidak mengetahui secara rinci tentang hak-haknya dan bagaimana prosedur untuk meningkatkan karirnya. Termasuk seberapa jauh mereka mengetahui mutu kinerjanya.Betul karena itu mereka perlu diberi sosialisasi tentang karir
Januari 14, 2009 at 9:46 am
Tulisan yang sangat menarik Pak. Kebetulan saya pernah diceritakan oleh seseorang (saya sebut saja si X) mengenai karirnya di sebuah perbankan. Dari mulai dia diterima di bank tersebut, pimpinan bank sangat tertarik kepada X karena dia cerdas, pekerja keras, punya kemampuan bahasa Inggris yang excellence (maklum, lulusan ABA), wawasan yang luas, dan lain sebagainya. Dan hal itu dibuktikan X dengan selalu berkinerja baik, bahkan selama beberapa tahun X mampu meraih penghargaan sebagai karyawan bank terbaik. Singkat cerita, pimpinan bank merancang karir untuk X, yaitu dia dipersiapkan untuk menjadi pejabat bank devisa di bank tersebut. Untuk itu, berbagai pendidikan dan pelatihan diberikan kepada X, yang biayanya mencapai ratusan juta rupiah (TAHUN 1990-AN).
Suatu ketika, X mulai merasakan kejenuhan dalam bekerja di bank dan pada puncaknya dia mengajukan pengunduran diri dengan alasan sakit sehingga tidak kuat lagi bekerja di bank. X sebelumnya telah menganalisis, jika dia mengundurkan diri, dia tidak akan dikenakan sanksi apapun dari pihak bank. Padahal, pada waktu itu jabatannya di bank tersebut sudah menjadi kepala cabang dan merupakan satu-satunya pejabat yang diandalkan pada bank devisa. Awalnya, Pihak bank tidak menerima pengunduran diri X, akan tetapi pihak bank ternyata tidak punya dasar hukum yang kuat untuk menolak pengunduran diri X. Akhirnya, pihak bank dengan berat hati menerima pengunduran diri X.
Demikian cerita tentang si X Pak. Kalau ada kasus seperti itu, apakah perusahaan dalam hal ini pihak bank telah gagal mempersiapkan karir seseorang yang sangat potensial, Pak?. Terima kasih Pak Sjafri.
Januari 14, 2009 at 1:03 pm
AsWrWb, Pak Sjafri, ini saya Harimurti baru mulai ikutan ngeblog, biar 10 th lebih tua tapi tdk mau ketinggalan sama Anda, sdh coba buka blog di WordPress juga tapi ternyata kok repot juga jadi pelan2 deh, harimurtimartojo’s blog gitulah julukannya.
Berikut Ini komentar mengenai posting terakhir mengenai karir terakhir ini dan beberapa masalah MMSDM, yang sdh terbaca sekilassaya jadi bertanya-tanya apa ANda sdh ikut training ESQ Way 165 nya Ary Ginanjar? kalau belum kan rektor kita yg kini dan pak Mattjik termasuk penasehat ESQ Leadership Center. Jadi pendeknya sdh yakin jln keluar mengenai pemberdayaan SDM adalah melalui cara ESQ way dan sasarannya th 2020 sudah diharapkan akan mencapai Indonesia Emas dimana seluruh (sungguh besar cita2nya!) SDM indonesia sudah berhati emas, karena memegang 7 nilai dasar: jujur, tanggung jawab, visioner, disiplin, kerjasama, adil, dan peduli. Dengan mengerahkan alumni yang sekarang sdh 600 ribuan orang “satria ESQ” mas Ary Cs sdh yakin berhasil. Bgmn Pak Sjafri komentar Anda mengenai upaya pak Ary ini apa termasuk yang mentang-mentang itu? Kalau saya sendiri masih mau mengomentari pendapat yang mungkin jugapendapat Anda bahwa IQ tidak penting dalam meraih sukses sebagai SDM, dan hanya merupakan modal dasar. Disini saya sbg seorang pemulia ternak yang menerapkan prinsip pemuliaan untuk manusia (ternyata bedanya, manusia adalah hewan yang beriman , berakal dan berakhlak). Para pakar IQ (lihat website Linda S Gottfredson) sepakat justru IQ ini yang diwarisi dari kedua orang tuanya adalah faktor penentu, bak pondasi suatu gedung, menentukan seberapa tinggi dan bentuk dari gedung yang akan didirikan diatasnya. Dan pada waktu seorang bayi dilahirkan -sampai umur 3 tahun, pondasi ini sudah dicor dan hampir tidak bisa diubah dengan upaya apa pun lagi. Kalau saja kita boleh menuntut ganti rugi dari penjajah yang telah menstatus-quo kan level IQ sebagian besar rakyat Indonesia selama 350 tahunan ( 14 generasi ) dengan dengan tidak memberi kesempatan sekolah (cuma sekolah SD 2 th), dan hanya sejmlah kecil mereka yang sengaja dipilih untuk menjadi mandor sampai pamong yang orangnya penurut dan dijadikan perpanjangan tangan sinyo-sinyo yang memang akan membiarkan sebagian besar manusia Indonesia ini menjadi kuli-kuli kontrak yang hanya bisa kerja kasar di berbagai perkebunan dan kultuurstelsel. Jiwa budak yang digambarkan sebagai jiwa yang trima nasib, tidak berkemauan untuk berubah/maju, tidak berinisiatif, takut mengambil resiko, kalu tidak diawasi mandor istirahat/tidur dsb. Jad sifat2 ini antaranya yang terpelihara secara turun temurun sebagai warisan nenek-moyangnya 350 tahun yang lalu yang status nya memang budak.
Menurut teori pemuliaan, hanya seleksi yang dapat mengubah semua itu dengan agak cepat (dengan menyeleksi kelompok siswa 25% terbaik untuk mendapat jaminan untuk terus meraih pendidikan menengah atas dan tinggi) dan menganjurkan kepadamereka untuk tidak terlalu taat mengikuti anjuran ber KB dan berpedoman “tambah gaji tambah anak” maka akan terjadi perbaikan kecerdasan anak bangsa. Ini terjadi secara spontan, seperti yang sdh terjadi sejak kemerdekaan , mereka yang berpendidikan SMA cenderung menikahi teman yang selevel (sekufu) demikian seterusnya yang S1 dengan sesama lulusan S1atau lebih tinggi. dan seterusnya terjadi tanpa paksaan. Karena daya waris (heritabilitas) skor IQ sangat besar 60-80% maka dengan meyakinkan skor IQ kedua orang tua akan mewaris kepada anak-anaknya. Karena itulah maka pendidikan SD sampai PT yang merupakan rangkaian ujian kecerdasan atau IQ para siswa sampai mahasiswa,tidak lain adalah cara seleksi untuk mereka yang berbakat atau berpotensi genetik tinggi ( skor IQ tinggi diekspresikan dalam prestasi akademik tinggi) dan upaya seleksi ini akan sia-sia kalau tidak diikuti dengan pemberian kesempatan (beasiswa) seluas-luasnya agar mereka dapat mencapai puncak prestasinya dalam berbagai karir dalam berbagai bidang profesi, yang secara umum meningkatkan Human Development Index dan rataan skor IQ bangsa. Akhirnya MMSDM memang harus dimulai dengan seleksi prestasi akademik dan banyak sedikitnya jumlah yang terjaring menggambarkan berapa atau dimana taraf rataan Skor IQ atau rataan kecerdasan anak bangsa secara daerah atau nasional. Hasil analisis tingkat kelulusan UAN dan UMPT atau USMI versi IPB dari tahun ketahun adalah cerminan tingkat laju peningkatan kecerdasan/pencerdasan bangsa sebagai hasil perkawinan antara mereka yang terjaring/terseleksi atas dasar prestasi akademiknya, mengenai berbagai softskills yang berdasar teori adanya EQ, SQ dan berbagai Q lain adalah pengantar meraih sukses akhir seseorang bagaikan ilmu bela diri atau persenjataan yang diberikan kepada seseorang untuk bersaing diantara manusia dalam skala lokal, regional maupun global. Sementara itu ada pendapat yang menganjurkan agar manusia lebih baik bersinergi dari pada bersaing. Wallahualam.
Saya kira cukup sekian dulu untuk kali ini, Semoga mendapat tanggapan secukupnya dan menambah warna-warni komen-komen yang masuk. WasWrWb.
HMarto (hmarto@Indo.net.id)
Januari 14, 2009 at 1:06 pm
AsWrWb, Pak Sjafri, ini saya Harimurti baru mulai ikutan ngeblog, biar 10 th lebih tua tapi tdk mau ketinggalan sama Anda, sdh coba buka blog di WordPress juga tapi ternyata kok repot juga jadi pelan2 deh, harimurtimartojo’s blog gitulah julukannya.
Berikut Ini komentar mengenai posting terakhir mengenai karir terakhir ini dan beberapa masalah MMSDM, yang sdh terbaca sekilassaya jadi bertanya-tanya apa ANda sdh ikut training ESQ Way 165 nya Ary Ginanjar? kalau belum kan rektor kita yg kini dan pak Mattjik termasuk penasehat ESQ Leadership Center. Jadi pendeknya sdh yakin jln keluar mengenai pemberdayaan SDM adalah melalui cara ESQ way dan sasarannya th 2020 sudah diharapkan akan mencapai Indonesia Emas dimana seluruh (sungguh besar cita2nya!) SDM indonesia sudah berhati emas, karena memegang 7 nilai dasar: jujur, tanggung jawab, visioner, disiplin, kerjasama, adil, dan peduli. Dengan mengerahkan alumni yang sekarang sdh 600 ribuan orang “satria ESQ” mas Ary Cs sdh yakin berhasil. Bgmn Pak Sjafri komentar Anda mengenai upaya pak Ary ini apa termasuk yang mentang-mentang itu? Kalau saya sendiri masih mau mengomentari pendapat yang mungkin jugapendapat Anda bahwa IQ tidak penting dalam meraih sukses sebagai SDM, dan hanya merupakan modal dasar. Disini saya sbg seorang pemulia ternak yang menerapkan prinsip pemuliaan untuk manusia (ternyata bedanya, manusia adalah hewan yang beriman , berakal dan berakhlak). Para pakar IQ (lihat website Linda S Gottfredson) sepakat justru IQ ini yang diwarisi dari kedua orang tuanya adalah faktor penentu, bak pondasi suatu gedung, menentukan seberapa tinggi dan bentuk dari gedung yang akan didirikan diatasnya. Dan pada waktu seorang bayi dilahirkan -sampai umur 3 tahun, pondasi ini sudah dicor dan hampir tidak bisa diubah dengan upaya apa pun lagi. Kalau saja kita boleh menuntut ganti rugi dari penjajah yang telah menstatus-quo kan level IQ sebagian besar rakyat Indonesia selama 350 tahunan ( 14 generasi ) dengan dengan tidak memberi kesempatan sekolah (cuma sekolah SD 2 th), dan hanya sejmlah kecil mereka yang sengaja dipilih untuk menjadi mandor sampai pamong yang orangnya penurut dan dijadikan perpanjangan tangan sinyo-sinyo yang memang akan membiarkan sebagian besar manusia Indonesia ini menjadi kuli-kuli kontrak yang hanya bisa kerja kasar di berbagai perkebunan dan kultuurstelsel. Jiwa budak yang digambarkan sebagai jiwa yang trima nasib, tidak berkemauan untuk berubah/maju, tidak berinisiatif, takut mengambil resiko, kalu tidak diawasi mandor istirahat/tidur dsb. Jadi sifat2 ini antaranya yang terpelihara secara turun temurun sebagai warisan nenek-moyangnya 350 tahun yang lalu yang status nya memang budak.
Menurut teori pemuliaan, hanya seleksi yang dapat mengubah semua itu dengan agak cepat (dengan menyeleksi kelompok siswa 25% terbaik untuk mendapat jaminan untuk terus meraih pendidikan menengah atas dan tinggi) dan menganjurkan kepadamereka untuk tidak terlalu taat mengikuti anjuran ber KB dan berpedoman “tambah gaji tambah anak” maka akan terjadi perbaikan kecerdasan anak bangsa. Ini terjadi secara spontan, seperti yang sdh terjadi sejak kemerdekaan , mereka yang berpendidikan SMA cenderung menikahi teman yang selevel (sekufu) demikian seterusnya yang S1 dengan sesama lulusan S1atau lebih tinggi. dan seterusnya terjadi tanpa paksaan. Karena daya waris (heritabilitas) skor IQ sangat besar 60-80% maka dengan meyakinkan skor IQ kedua orang tua akan mewaris kepada anak-anaknya. Karena itulah maka pendidikan SD sampai PT yang merupakan rangkaian ujian kecerdasan atau IQ para siswa sampai mahasiswa,tidak lain adalah cara seleksi untuk mereka yang berbakat atau berpotensi genetik tinggi ( skor IQ tinggi diekspresikan dalam prestasi akademik tinggi) dan upaya seleksi ini akan sia-sia kalau tidak diikuti dengan pemberian kesempatan (beasiswa) seluas-luasnya agar mereka dapat mencapai puncak prestasinya dalam berbagai karir dalam berbagai bidang profesi, yang secara umum meningkatkan Human Development Index dan rataan skor IQ bangsa. Akhirnya MMSDM memang harus dimulai dengan seleksi prestasi akademik dan banyak sedikitnya jumlah yang terjaring menggambarkan berapa atau dimana taraf rataan Skor IQ atau rataan kecerdasan anak bangsa secara daerah atau nasional. Hasil analisis tingkat kelulusan UAN dan UMPT atau USMI versi IPB dari tahun ketahun adalah cerminan tingkat laju peningkatan kecerdasan/pencerdasan bangsa sebagai hasil perkawinan antara mereka yang terjaring/terseleksi atas dasar prestasi akademiknya, mengenai berbagai softskills yang berdasar teori adanya EQ, SQ dan berbagai Q lain adalah pengantar meraih sukses akhir seseorang bagaikan ilmu bela diri atau persenjataan yang diberikan kepada seseorang untuk bersaing diantara manusia dalam skala lokal, regional maupun global. Sementara itu ada pendapat yang menganjurkan agar manusia lebih baik bersinergi dari pada bersaing. Wallahualam.
Saya kira cukup sekian dulu untuk kali ini, Semoga mendapat tanggapan secukupnya dan menambah warna-warni komen-komen yang masuk. WasWrWb.
HMarto (hmarto@Indo.net.id)
Januari 14, 2009 at 10:31 pm
ya mbak avita….karena itulah perusahaan harus bersifat transparan dalam hal kebijakan tentang karir…..termasuk tentang kinerja seseorang……..dengan demikian setiap karyawan akan memperoleh info yang jelas dan dipakai sebagai umpan balik untuk memperbaiki kinerjanya…….
Januari 14, 2009 at 10:37 pm
fresh…….keberhasilan perusahaan menyiapkan kader-kader penerus tidak saja ditentukan oleh proses pengembangan sdm dan perencanaan karirnya…….ada yang lebih strategis lagi yakni bagaimana suasana lingkungan kerjanya….. dikondisikan banyak “tantangan” yang merupakan daya tarik tersendiri bagi para karyawan khususnya manajer untuk bekerja dengan motivasi tinggi….sebaliknya kalau situasi kerjanya monoton akan menyebabkan terjadinya kejenuhan…..apalagi ditambah kalau ada perusahaan lain yang lebih menarik (lingkungan kerja, kompensasi finansial dan nonfinansial) bagi karyawan bersangkutan…….cepat atau lambat akan mendorong seseorang keluar dari perusahaan itu……
Januari 14, 2009 at 10:44 pm
waalaikum salam ww…..terimakasih pak Harimurti ysh telah berkunjung…….insya Allah, saya sedang menyiapkan artikel tentang IQ dan ESQ dan sekaligus sebagai komen terhadap masukan-uraian bapak yang berharga ini……..namun ada catatan kecil…….betul saya belum mengikuti training ESQ apapun termasuk dari Ary G…..selama ini saya cuma menikmati isi acara beliau di telivisi….dan juga saya cuma belajar dari buku-buku,majelis taklim, dan universitas kehidupan…….saya berharap setiap training apapun bermanfaat tidak sebatas dalam kawasan kognitif saja tetapi yang terpenting dapat mengubah sikap mental……salam
Januari 22, 2009 at 5:07 pm
udah baca aja blog ini http://kaifahadza.blogspot.com/
Februari 16, 2009 at 9:33 am
Artikel anda di
http://karir-pekerjaan.infogue.com/sikap_tentang_karir
promosikan artikel anda di infoGue.com. Telah tersedia widget shareGue dan pilihan widget lainnya serta nikmati fitur info cinema, game online & kamus untuk para netter Indonesia. Salam!
Oktober 23, 2009 at 9:57 am
Assalamu’alaikum Pak Sjafri, saya Mahasiswa yang lgi ngerjain Thesis dgn judul Karakteristik Individu, Karakteristik Organisasi dan Penempatan Pegawai terhadap pengembangan karir Pegawai, mohon pak kalau ada artikel Bapak yang relevan dengan judul tersebut sudilah kiranya Bapak kirimi saya, Matur Nuwun Pak, semoga Bapak selalu Sehat dan panjang umur
Oktober 27, 2009 at 11:25 pm
mbak dini…melihat judulnya cukup menarik namun pasti dimensinya begitu banyak ya….cobalah insya allah anda selusuri blog ini mungkin ada artikel yg menyangkut thesis anda…
Maret 9, 2010 at 2:54 am
Mhn izin, sy kutip sdkt tulisan’a buat penulisan laporan akhir !
Maret 10, 2010 at 12:17 am
silakan agam…dengan senang hati…
Desember 27, 2017 at 4:20 am
Good day very cool blog!! Guy .. Beautiful .. Amazing
.. I will bookmark your website and take the feeds additionally?
I am glad to find so many helpful information right here in the publish,
we want work out more strategies in this regard, thanks for sharing.
. . . . .