Lho kok malas kerja dikelola? Maksudnya apakah malas kerja itu perlu dikembangkan? Tidak juga. Sama halnya dengan stres dan marah yang semuanya bernuansa negatif maka malas pun perlu dikelola. Tujuannya adalah agar malas kerja tidak berkembang sebagai perilaku destruktif buat diri sendiri maupun orang lain dan organisasi. Selain itu agar seseorang yang memiliki rasa malas mampu mengatasi dirinya sendiri. Malas yang berkepanjangan akan mencerminkan orang tersebut tidak memandang bahwa kerja produktif sebagai suatu kebutuhannya.
Aktifitas seseorang berkait dengan derajad bioritmenya. Bioritme seseorang pada dasarnya menggambarkan fluktuasi kegiatannya yang dipengaruhi oleh siklus fisik-biologis, emosional, dan intelektualnya. Seseorang dapat memperbaiki mutu hidupnya dengan memantau naik turun siklusnya. Kemudian melakukan penyesuaian-penyesuian diri dengan siklus tersebut. Sebagai contoh ketika seseorang akan ujian maka penggunaan kadar intelektualnya akan tinggi, sementara ketika kadar emosionalnya sedang rendah maka dia akan menghindari berbicara terlalu banyak dengan orang lain, dan akan meningkatkan kinerjanya ketika kondisi fisiknya sedang sangat prima.
Malas kerja adalah perilaku seseorang yang merupakan buah dari proses fluktuasi kadar bioritmenya. Berarti ketika itu kadar fisik, emosional, dan bahkan intelektualnya sedang rendah. Jadi kemalasan bukanlah suatu fenomena yang aneh. Tiap orang sangat potensial memiliki rasa malas. Ia bisa terjadi pada siapapun. Yang membedakan hanyalah derajadnya saja; ada yang rendah namun ada yang kebangetan tingginya atau rasa malas yang akut. Karena itu dalam teori motivasi misalnya dikenal ada teori X dimana seseorang tidak punya gairah kerja sama sekali atau malas. Orang seperti itu termasuk golongan karyawan yang mementingkan dirinya sendiri sekaligus tak bertanggung jawab.
Dalam prakteknya kemalasan kerja dari seseorang disebabkan beragam faktor. Bisa karena faktor inrinsik dan bisa faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik penyebab malas yang paling sering terjadi adalah rasa bosan hingga jenuh terhadap pekerjaan tertentu. Tak ada variasi pekerjaan atau serba monoton. Kalau toh pekerjaan itu tetap dilakukan produktifitasnya bakal rendah. Selain itu kalau kondisi fisik sangat lelah termasuk sedang sakit cenderung timbul rasa malas. Ketika itu rasa malas kerja menjadi-jadi. Inginnya istirahat saja termasuk tidur. Kemudian kalau keadaan mental atau emosi sedang gundah maka kemalasan kerja juga akan muncul. Termasuk didalamnya rasa pesimis dan apatis terhadap manfaat suatu pekerjaan. Bisa saja terus menyendiri diam di kamar. Bagaimana dengan faktor ekstrinsik?
Faktor ekstrinsik penyebab malas antara lain adalah beban kerja yang relatif berat hingga di atas standar kerja. Semakin tinggi beban semakin lelah fisik yang dirasakan dan pada gilirannya timbul rasa malas untuk melanjutkan pekerjaan. Selain itu suasana lingkungan kerja yang kurang ramah. Para karyawan bisa timbul enggan atau malas bekerja karena interaksi sosial mengalami stagnasi. Apalagi kalau sering terjadi konflik horisontal dan vertikal dalam proses pekerjaan. Sepertinya tidak ada tempat untuk cur-hat yang memadai. Sementara itu infrastruktur ke tempat pekerjaan yang tidak lancar bisa juga menimbulkan malas kerja. Bahkan bukan saja rasa malas tetapi juga stres melihat kesemerawutan lalulintas.
Lalu apa yang harus dilakukan dalam mengelola atau mengatasi kemalasan kerja ini? Dalam konteks pekerjaan oleh suatu tim, hendaknya para manajer melakukan pemantauan rutin terhadap kedisiplinan kerja karyawannya. Seharusnya diketahui faktor-faktor apa yang menyebabkan karyawan malas kerja. Harus bisa teridentifikasi mana karyawan yang memiliki kemalasan nyata atau terlihat dan mana yang tersembunyi. Kalau yang terlihat bisa dikategorikan kemalasan masuk kerja, kemalasan kerja nyata atau cepat pulang kerja. Sementara kemalasan tersembunyi dicirikan kinerja yang rendah atau di bawah standar walau jam kerjanya normal. Ini berarti selama jam kerja yang bersangkutan tidak serius bekerja. Dalam keadaan seperti itu manajer perlu terus melakukan bimbingan kerja dan bimbingan kedisiplinan kerja. Dianggap perlu ada peringatan keras sampai ancaman kalau selama bimbingan tidak ada perubahan perilaku malas kerja. Sebaliknya kalau terjadi perubahan maka manajer perlu memberikan penghargaan kepada karyawan yang kembali rajin bekerja; bisa dalam bentuk penghargaan promosi dan bisa berupa pengumuman tentang karyawan teladan.
Apa yang harus dilakukan oleh karyawan sendiri? Yang pertama adalah melakukan evaluasi diri mengapa yang bersangkutan malas kerja. Kalau malas lalu apa yang akan dikerjakan dan apa manfaatnya. Tentu saja dievaluasi apa manfaat buat dirinya dan perusahaan. Setelah berpikir mendalam dan ternyata lebih banyak kerugiannya maka perbaikilah sifat malas kerja menjadi sifat disiplin kerja. Kedua, kalau kemalasan timbul karena rasa bosan kerja maka hubungilah manajer. Katakan terus terang dan mintalah dilakukan rotasi atau mutasi kerja. Atau mintalah pekerjaan yang lebih menantang. Ketiga, sebaiknya melakukan olahraga teratur agar peredaran darah lancar. Kalau tidak lancar maka peredaran oksigen ke otak juga bisa terhambat. Ketika itu terjadi maka yang bersangkutan bisa cepat merasa ngantuk dan pusing yang ujungnya timbul kemalasan bekerja. Keempat, meningkatkan hubungan serekan kerja dan bersenang-senanglah ketika sebelum kerja dan saat waktu istirahat. Jangan kikir untuk berhumor ria dan tertawa bersama rekan kerja. Ini bermanfaat untuk memperkecil kepenatan kerja.
Diharapkan dengan mengelola kemalasan kerja, pihak karyawan sekaligus perusahaan akan mampu meningkatkan kinerjanya. Namun untuk itu diperlukan syarat-syarat dimana (1) karyawan bersangkutan harus memahami dan memiliki kesadaran tentang kerugian dari perilaku malas kerja dan (2) karyawan seharusnya siap untuk mau merubah perilaku malasnya. Program apapun untuk mengelola atau mengatasi kemalasan kerja di kalangan karyawan bakal percuma kalau kedua syarat itu tidak terpenuhi.
Januari 4, 2009 at 3:18 pm
Sering terjadi bahwa rasa malas kerja karena dipimpin oleh seorang manajer yang sangat bergaya boss.Jarang sekali melibatkan karyawannya dalam proses pengambilan keputusan unit kerja.Jadi karyawan bekerja hanya berorientasi pada rutinitas saja.Tidak menantang.Bagaimana pak?
Januari 4, 2009 at 4:29 pm
Malas bisa timbul sebagai fenomena alami dimana tiap individu terkena siklus bioritme.Pertanyaannya adalah apakah semua tipe malas juga berkait dengan bioritme; misalnya malas bicara,malas olahraga,malas makan,malas menegur,malas membaca,malas menonton teve,dsb.Lalu apakah perilaku malas selalu berkonotasi negatif?
Januari 5, 2009 at 4:18 am
Karyawan malas kemungkinan juga disebabkan karena manajernya malas melakukan supervisi dan bimbingan terhadap karyawannya. Bagaimana caranya untuk membuat para manajer tidak malas ?
Januari 5, 2009 at 2:01 pm
Malas yang timbul sebagai akibat kelelahan fisik memang dapat diatasi dengan mengkonsumsi suplemen atau makanan bernutrisi, agar dapat fresh kembali. Yang susah diatasi dan dimenej, kalau malas yang menimpa pegawai merupakan akibat mental atau penyakit psikis. Pegawai yang hanya mau mengerjakan pekerjaan yang nyaman, enak-enak saja, dan ringan (tidak menyukai tantangan), pegawai yang hanya mau bekerja kalau diperintah itupun dengan setengah hati, pegawai yang hanya mau bekerja kalau dilihat oleh atasan……………………nah saya setuju, bila pegawai-pegawai seperti ini yang perlu bimbingan kerja dan bimbingan kedisiplinan bila perlu ada peringatan keras sampai ancaman dan pemecatan kalau memang secara mental sulit diubah.
Januari 5, 2009 at 7:04 pm
Saya baru tahu Prof kalau hal yang negatif seperti rasa malas itu harus dikelola, kalau direnungkan betul juga Prof,,,kalau tidak soalnya akan lebih banyak rasa malasnya daripada tidaknya.
Pertanyaannya Prof.., bagaimana kita mengenali penyebab rasa malas itu, kadang yang terjadi sama saya, kalau pas lagi malas ya malas saja, apa penyebabnya kadang tidak tahu,,,yang mungkin kombinasi rasa capek, lelah, bosan, jenuh serta ketidaktahuan apa yang harus dilakukan dan sebagainya.
Dari sekian banyak ketidakmanfaatan rasa malas itu Prof.., ada tidak ya sedikit manfaat (entah itu berapa 0,0000sekian persen)?
Januari 6, 2009 at 3:58 am
Betul pak, jika kita sendiri sebagai karyawan harus selalu berusaha memotivasi diri sendiri agar selalu bergairah. Dan caranya adalah tak sekedar bekerja, tapi memahami betul pekerjaan itu, mencari celah2 yang bisa membuat peluang risiko, serta mengusulkan perbaikannya. Istilahnya selalu berpikir jika kita menjadi atasan, apa yang diharapkan seorang atasan dari pekerjaan bawahannya.
Demikian juga jika menjadi atasan, pahami karakter dan kompetensi masing-masing anak buah, sehingga kita bisa mendorong masing-masing karyawan berkinerja baik. Sering diskusi dengan karyawan, mendengarkan masukannya, dan menjelaskan mengapa perusahaan membuat kebijakan seperti ini dsb nya, sehingga karyawan memahami mengapa mereka diminta untuk dapat mencapai target seperti itu.
Januari 6, 2009 at 4:48 am
semoga saya dan bangsa Indonesia terhindar dari sifat-sifat negatif seperti malas. Makasih Pak Sjafri, bisa menjadi referensi cara meminimalisir/menghilangkan malas.
Januari 6, 2009 at 9:23 am
Tulisan Bapak sangat bagus karena malas adalah sesuatu yang sangat merugikan tetapi susah dihilangkan sebagaimana dikatakan mantan PM Singapur waktu berpidato saat pertama kali lepas dari penjajahan malaysia mengatakan “kita harus bekerja keras dan menghilangjan sifat malas karena kita tidak memiliki sumberdaya apa-apa di negara kita” Dalam sebuah buku juga Pak yang pernah saya baca, penulisnya mengatakan “hilangkanlah kata malas dalam kamus kehidupan Anda”. saya sudah berusaha Pak untuk tidak memakai kata “malas” tersebut dalam setiap dialog kehidupan. apakah kata yang kita ucapkan sehari-hari dapat mempengaruhi karakter kita ya Pak. terimakasih..Kiat-kiat yang Bapak berikan akan saya coba Pak.
Januari 6, 2009 at 9:36 am
saat ini saya dalam keadaan malas…
mohon bapak memberikan tips mengenai waktu paling baik untuk berfikir secara mendalam agar saya dapat menghilangkan rasa malas saya..
terima kasih pak.
Januari 7, 2009 at 3:13 am
bung zulkand…..salah satu pendekatan terpenting adalah sang manajer pun harus memberi keteladanan tidak bermalas-malasan…..termasuk tidak bersikap bossy…….harus dekat dengan karyawannya tanpa harus mengurangi kewibawaannya……karyawan boleh saja minta pekerjaan yang lebih menantang…..
Januari 7, 2009 at 3:15 am
ya mbak nur……. fenomena kehidupan dari manusia berkait dengan bioritme…..contoh yang mbak sampaikan dekat dengan bioritme psikologis atau mental…….btw sifat malas selalu berkonotasi negatif kalau berlebihan dan permanen…..
Januari 7, 2009 at 3:18 am
ya mas budhi……nah kalau manajer malas bisa disolusikan dalam bentuk teguran sampai ancaman oleh sang direkturnya……lalu sebenarnya karyawan pun bisa “mengendalikannya” lewat saran-saran langsung kepada manajer bersangkutan…..tentang pentingnya fungsi koordinasi dan supervisi dari manajer…….
Januari 7, 2009 at 3:20 am
betul mas adhi…….karena itu fungsi kontrol dari manajer pada karyawan sangat penting….baik dalam rangka pencegahan maupun tindakan……
Januari 7, 2009 at 3:25 am
bung untung…..kalau malas disebabkan faktor kelelahan fisik relatif bisa dipecahkan lewat istirahat sebentar dan olahraga reguler plus makan pil suplemen…..namun kalau faktor penyulutnya aspek psikis tidaklah mudah…..karena “pengobatannya” relatif makan waktu yang lebih lama….btw malas selalu berkonotasi negatif…..namun karena segala sesuatu perlu diambil hikmahnya….maka malas lewat evaluasi diri bisa mendorong untuk mengurangi sifat itu….dan beralih ke disiplin kerja……..
Januari 7, 2009 at 3:27 am
betul mbak edratna….disinilah pentingnya suasana lingkungan kerja yang nyaman perlu dikembangkan……termasuk didalamnya dikembangkan intensitas komunikasi multiarah (karyawan dan karyawan; manajer dan karyawan; manajer,karyawan dan pemangku kepentingan)……hingga umpan balik akan terjadi efektif…….
Januari 7, 2009 at 3:29 am
bung fajar…..itulah harapan kita semua…..amiiiin
Januari 7, 2009 at 3:33 am
ya betul bung andi…..substitusi kekurang pada sumberdaya alam adalah sdm……tuan Lee sangat menyadarinya…..karena itu konon agar supaya rakyatnya disiplin…..lalu dilakukanlah revolusi tentang “waktu”…..dimana di Singapore penetapan waktu lebih maju sejam ketimbang di indonesia….maksudnya agar rakyat singapore bangun lebih awal untuk segera kerja…….waktu adalah uang……
Januari 7, 2009 at 3:37 am
bung fnovi…….tiap orang memiliki waktu atau saat yang berbeda mana yang dianggap paling efektif…….. untuk memikirkan dan mengevaluasi tentang kemalasannya…..saya sendiri bisa kapan saja…..yang penting ada waktu luang……tapi biasanya lebih intensif ketika mau tidur dan saat setelah sholat tahajud……
Januari 7, 2009 at 4:22 am
Kalau saya membaca tulisan Bapak, saya jadi ingin melakukan introspeksi diri Pak. selama ini rasa malas sering menghinggapi diri saya Pak dan kebanyakan berasal dari dalam diri saya. Saya merasa agak aneh juga Pak, karena yang saya rasakan kalau penyebab rasa malas datangnya dari luar diri saya (faktor ekstrinsik) biasanya bisa saya atasi. Tapi, saya sering kalah kalau rasa malas itu timbul dari dalam diri saya sendiri (faktor intrinsik).
Padahal, sebenarnya saya sangat mengetahui bahwa malas dapat merugikan diri saya. mungkin itulah pembuktian teori motivasi XY terhadap diri saya ya Pak.
Januari 8, 2009 at 3:04 am
ya fresh…..malas tak mungkin terhilangkan pada diri masing-masing individu….itu sifat manusia….karena itu sering perilaku malas vs rajin disebut adanya ambivalensi pada diri manusia……bagaimana memperkecilnya?….diskusinya pasti panjang karena tiap individu punya penyebabnya masing-masing…..semoga selalu fresh….bung fresh……
Januari 20, 2009 at 1:40 am
aslkm..
sudah lama tak berblog ria,,,
hehe
kalo saia pak, males ituh rutinitas saia,,dengan bermalas2an kita bisa menenangkan pikiran kita yang suntuk..tp jgn ampe kebablasan ajh,,,tapi pak, kadang atasan g mau perduli, pokoknya kudu kerja, padahal kita sedang dalam badmood, jadi nya bermalas2an ituh yang ditanggepin sama atasan selalu negatif…gmn dunk pak yah, disatu sisi kita ingin menenangkan diri, di satu sisi kita ditekan sama atasan kudu bekerja banting tulang.
Januari 20, 2009 at 4:59 am
ya bung marwan….betul malas yang wajar sah-sah saja….siapapun tak terkecuali mereka yang termasuk dosen,guru besar,montir, dokter, dsb terkadang malas misalnya akibat kejenuhan kerja……jadi kalau malas dipakai sebagai proses untuk mengolah enerji maka dia akan produktif…….so seharusnya atasan perlu memberi waktu reses yang cukup untuk karyawan mengendorkan tegangan fisik dan mental…..sementara kalau perusahaan sudah menetapkan waktu reses seyogianya karyawan jangan malas……timbal balik lah…….win win output…….
April 25, 2009 at 10:35 am
[…] sebuah artikel di internet yang membahas cara mengelola kemalasan bekerja. Anda bisa melihatnya di https://ronawajah.wordpress.com/2009/01/04/mengelola-malas-kerja/. Malas kerja adalah perilaku seseorang yang merupakan buah dari proses fluktuasi kadar […]
Juli 26, 2009 at 4:37 pm
artikel ini cukup membantu kuliah saya,trims
Juli 27, 2009 at 8:34 am
sukurlah mas surianto….
Maret 4, 2010 at 8:16 am
saya setuju dengan tujuan yang bapak paparkan dalam mengelola rasa malas ini yaitu agar malas kerja tidak berkembang sebagai perilaku destruktif buat diri sendiri maupun orang lain dan organisasi.
karena saya mengalami akibat kemalasan dari rekan kerja saya, padahal yang bosan dan jenuh dengan rutinitas tidak hanya dia seorang pak.
Maret 5, 2010 at 11:01 pm
ya fifi…walau malas adalah fenomena fisik dan mental….sebaiknya tidak dipelihara sebagai habit….
Juni 18, 2010 at 2:55 am
Malas kerja dapat pula diakibatkan oleh lemahnya atau buruknya sistem manajemen yang kurang mampu menghargai atas prestasi atau kinerja yang telah diberikan oleh pekerja. Hal ini merupakan efek dari perasaan tidak dihargainya keringat dan jerih payah yang telah diberikan pekerja kepada pihak pemberi kerja. Sebagai contoh riilnya antara lain kenaikan upah yang selalu terlambat, bonus atau insentif yang selalu berkurang, meski laba perusahaan semakin meningkat, kesejahteraan karyawan yang selalu dipotong, brengseknya pemimpin unit kerja dan sebagainya. Hal ini apabila dibiarkan berlarut-larut hanya akan menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja. Tentu saja apabila ini terjadi akan merugikan berbagai pihak, termasuk pemerintah, karena akan dampaknya tidak hanya dari sisi finasial pemberi kerja ataupun pekerja, tetapi berdampak luas di masyarakat
Juni 23, 2010 at 2:08 pm
ya mas bagus…itulah fenomena demotivasi…karena pengakuan atas prestasi karyawan dari pihak manajemen tidak ada…karena itu pd konteks ini perlu ada pengintegrasian antara komponen beban kerja,kinerja,kompensai, dan promosi karir…yg bersifat obyektif,adil,terbuka, dan akuntabel….
November 22, 2010 at 3:58 am
selamat untuk bapak karena bloger anda telah diketahui oleh banyak orang.
sekali lagi selamat ya untuk bapak sjafri.
November 22, 2010 at 10:45 pm
alhamdulillah…terimakasih bung saiful…