Benarkah sebutan negaholics atau difficult people hanya milik karyawan saja? Tidak juga. Sebagai manusia yang tak luput dari kelemahan, dua sebutan itu bisa juga terjadi pada manajer. Manajer, sebagai pimpinan unit, bisa juga sebagai pengeluh, penunda solusi, penggertak, penggugup, dan pendiam. Sebagai pengeluh, manajer bisanya hanya mengungkapkan keluhan-keluhan saja. Apakah keluhan menyangkut beratnya pekerjaan, karyawan yang bandel, kurangnya fasilitas kerja, dsb. Dia cenderung berdiam diri saja tanpa mencari pendekatan solusi. Kemudian sebagai penunda, manajer seperti karyawan bisa saja mengulur-ngulur waktu penyelesaian pekerjaannya. Dalam pandangannya masih ada waktu hari esok untuk mengerjakan yang diperintahkan direksinya. Atau kalau ada masalah yang dihadapi tidak segera diatasi. Padahal menunda satu masalah akan menimbulkan masalah lebih dari satu.
Selain itu manajer pun bisa sebagai penggertak. Dengan sedikit ancaman, manajer melakukan gertakan dengan suara keras kepada karyawannya. Namun tanpa alasan yang jelas yang bisa dipahami karyawan. Sementara itu ternyata manajer pun bisa menjadi penggugup. Kalau ada masalah sedikit saja, manajer segera bingung dan gugup. Tidak sigap menanganinya dengan tenang. Keadaan demikian tentunya bisa jadi membuat karyawan ikut gugup pula. Tak tahu apa yang harus dilakukannya. Nah,sebutan lain yakni pendiam, berarti sang manajer cenderung punya sifat tertutup. Dia sangat jarang sekali berkomunikasi langsung dengan lingkungannya. Pelit untuk mengutarakan pendapat atau masalah yang dihadapinya. Yang dilakukan cukup dengan memberi perintah dengan ucapan ala kadarnya. Atau berkomunikasi lewat media lain, bisa lewat orang lain atau tertulis.
Perilaku manajer di atas yang jelas akan memengaruhi lingkungan kerja. Bisa-bisa para karyawannya akan apatis dengan pekerjaannya. Fungsi kendali dari manajer akan tidak efektif. Ujung-ujungnya kinerja unit bersangkutan berada di bawah standar perusahaan. Pertanyaannya mengapa sampai ada perilaku manajer seperti itu? Apakah ada yang salah dalam sistem rekutmen calon manajer? Ataukah memang ada faktor-faktor penyebab intrinsik dan ekstrinsik? Dalam artikel ini tidak akan diuraikan faktor-faktor penyebab tersebut. Yang jauh lebih penting adalah apa yang harus dilakukan perusahaan dan lingkungan terdekatnya.
Dari sisi perusahaan, direksi sebagai atasan manajer langsung harus melakukan identifikasi apa saja faktor-faktor yang menyebabkan manajer berperilaku sulit. Setelah diketahui penyebabnya maka barulah direksi mengadakan pendekatan personal kepada manajer. Pendekatan sebaiknya dilakukan secara formal dan informal. Secara formal, pihak manajer dapat diminta mengikuti pelatihan yang berdimensi membangun kepribadian seperti pelatihan soft skills, kepemimpinan, dan komunikasi efektif. Sementara itu, dalam pendekatan informal direksi secara pribadi memberikan pandangan dan saran-saran perubahan sifat atau sikap yang sebaiknya dilakukan sang manajer sulit itu.
Tentunya bergantung pada sebutan tipe manajer sulit tersebut maka saran pendekatan pun bisa berbeda-beda. Disinilah terjadi dialog atau interaksi seberapa jauh manajer memahami solusi yang disampaikan direksi. Katakanlah manajer menerima yang dianjurkan direksi yakni lewat pelatihan dan pembinaan diri sendiri. Maka selanjutnya pihak direksi perlu memantau proses perubahan yang ada. Sekaligus dilakukan penilaian terhadap kemajuan perubahan yang terjadi. Tentu saja karena keberhasilan perubahan merupakan fungsi dari proses dan dimensi waktu maka pengaruhnya tidaklah bisa dilihat dalam tempo singkat. Dan ada unsur yang sangat signifikan pengaruhnya yakni unsur kesediaan dari manajer untuk berubah. Walaupun pihak direksi telah memberikan remedi permasalahan yang bagus namun kalau dalam prosesnya ada resistensi atau minimal keraguan dari sang manajer tersebut untuk menerimanya maka perubahan yang terjadi bakal mengalami stagnasi.
September 25, 2008 at 6:21 pm
Kalau ada manajer sulit yang diuraikan dalam artikel ini berarti sistem rekrutmen manajer ada yang keliru.Misalnya hanya mengandalkan pada masa kerjanya saja.Padahal hemat saya harus dilihat pula dari jejak kinerja dan kepemimpinannya sebelum diangkat menjadi manajer.
September 25, 2008 at 6:53 pm
Kenyataanya memang demikian, banyak sekali kok manajer sulit sebagaimana Prof. bahas dalam artikel ini. Manajer juga manusia kecenderungan bersifat negaholic itu ada. Namun saya setujuh dengan pernyataan sdr. Kurniasani, ada sistem rekruitment yang tidak benar disana. Kalo demikian direksinya kebagian dosanya juga.
Sependapat dengan Prof. saya menganggap menjadi manajer itu memang sulit, untuk meraih posisisi itu juga tidak mudah, tetapi jika sudah menjadi manajer ya jangan menjadi “manajer sulit” lah.
September 25, 2008 at 8:10 pm
sependapat mbak kur…..bisa jadi karena ada yang keliru dalam sistem rekrutmen….tetapi bisa terjadi kemungkinan proses rekrutmen relatif sudah berjalan semestinya…..namun maklum sifat manusia yang lemah maka dalam proses berikutnya terjadilah deviasi personaliti….yakni sifat-sifat negatif….
September 25, 2008 at 8:15 pm
ya bung untung….idealnya demikian….kalau sudah dipercaya menjadi manajer….. haruslah menunjukkan sifat-sifat prima…..cuma setiap kita tak luput dari pengaruh eksternal….lalu muncullah hukum keseimbangan perubahan…..tinggal lagi kita bertanya pada diri kita…..apakah kita mampu menghindari atau bahkan menghalau pengaruh-pengaruh negatif pada kepribadian kita…..atau menyerah pada keadaan……
September 26, 2008 at 5:46 am
Pak,kalau karyawan sulit yang sudah diberi perlakuan untuk memperbaiki sifat-sifat atau perilaku negatifnya tidak berubah juga biasanya lalu dipecat.Apakah ini bisa berlaku pula pada manajer?
September 26, 2008 at 6:57 am
ya bung johan….apa boleh buat…bahkan setelah dilakukan mutasi jabatan atau rotasi tetapi sifat-sifat negatifnya masih tidak berubah……apalagi akan merugikan suasana kerja dan kinerja unit…..maka pihak manajemen puncak bisa saja memPHKkan….asalkan sudah melalui prosedur semestinya……
September 26, 2008 at 7:16 am
Wah manajer sulit. kasihan karywannya Prof. btw tulisan diatas kok hanya ditujukan ke direksi,(mereka kan yang memegang keputusan dan kebijakan* apa susahnya?), kalo untuk pelajurit seperti saya, gimana menghaapinya Prof. mereka ini selain menumpulkan kreatifitas juga menjadi kendala peningkatan soft skills bawahan. jika berkenan mampir di blog saya, Prof bisa login. thanks.
September 26, 2008 at 9:47 am
ya bung demustaine……siapa lagi yang menangani manajer sulit kalau bukan sang direksinya?…..justru keterlibatan direksi untuk melindungi para prajurit-karyawan dari kedhaliman manajer sulit……nah dalam hal ini karyawan bisa memberikan umpan balik ke manajer bersangkutan…namun kalo tidak bisa nembus langsung saja ke direksi…..btw saya sudah coba beberapa kali ingin masuk ke blog anda….tapi belum berhasil juga…..
September 26, 2008 at 10:44 am
Kadang manager sulit, karena untuk menutupi kelemahannya. Saat awal masuk kerja, saya mendapati banyak manager seperti ini, kalau ketemu sulit sekali, bak raja. Namun situasi makin berubah, peraturan membuat manager harus makin transparan….sehingga jarang ditemui manager yang kalau marah semua istilah kebon binatang keluar semua.
September 26, 2008 at 2:44 pm
betul mbak edratna….itulah yang sebagian terjadi di kalangan manajer…..
September 27, 2008 at 1:39 am
Ada satu ciri dari manager sulit tersebut, yang mengingatkan saya pada salah satu manager di tempat kerja saya dulu adalah “Penggugup”. Padahal beliau itu Manager yang sangat baik dan pekerja keras serta sangat bertanggung jawab. Tetapi kalau sudah dapat tugas langsung dari GM langsung gugup. Walaupun demikian semua anak buahnya sayang ke beliaunya. terimakasih
September 27, 2008 at 1:47 am
betul mbak yulism….rupanya gugup pun terjadi di kalangan manajer…..dosen pun yang bergelar doktor dan prof….ketika saya uji dengan pertanyaan-pertanyaan….. dalam rangka memilih dosen berprestasi mereka suka gugup………ahaa termasuk sebagian dari kita ketika pertama kali mau ketemu calon mertua……mungkin itulah ciri manusiawi ya…..
Februari 16, 2009 at 11:04 am
[…] Tulisan asli artikel ini dan tulisan-tulisan menarik lain tentang MSDM dan personal development dapat juga diakses melalui: MENGHADAPI MANAJER SULIT […]
Mei 26, 2011 at 1:06 pm
Manager juga merupakan karyawan ya pak… tapi apakah treatment untuk manager yang sulit bisa dipakai untuk karyawan yang sulit? Terima kasih 🙂
Juni 3, 2011 at 7:26 pm
ya massigit…prinsip umumnya bisa disamakan perlakuannya…namun dalam aspek2 lain secara individualperlu dibedakan karena fungsi,peran dan tugasnya dari keduanya sangat berbeda…