Tidak jarang orang menterjemahkan arti efisiensi berbeda-beda.
Bergantung dari sudut mana orang mengartikannya. Akibatnya
sering muncul salah pengertian bahkan bisa merugikan pihak
tertentu. Berikut saya kutip kisah Nashruddin.
Nashruddin pernah bekerja pada seorang yang sangat kaya,
tetapi seperti biasanya ia mendapatkan kesulitan dalam
pekerjaannya.
Pada suatu hari orang kaya itu memanggilnya, katanya,
"Nashruddin kemarilah kau. Kau ini baik, tetapi lamban sekali.
Kau ini tidak pernah mengerjakan satu pekerjaan
selesai sekaligus. Kalau kau kusuruh beli
tiga butir telur, kau tidak membelinya sekaligus.
Kau pergi ke warung, kemudian kembali membawa
satu telur, kemudian pergi lagi,
balik lagi membawa satu telur lagi, dan seterusnya,
sehingga untuk beli tiga telur kamu pergi tiga kali ke warung."
Nashruddin menjawab, "Maaf, Tuan, saya memang salah.
Saya tidak akan mengerjakan hal serupa itu sekali lagi.
Saya akan mengerjakan sekaligus saja nanti supaya cepat beres."
Beberapa waktu kemudian majikan Nashruddin itu
jatuh sakit dan iapun menyuruh Nashruddin pergi
memanggil dokter. Tak lama kemudian Nashruddin
pun kembali, ternyata ia tidak hanya membawa dokter,
tetapi juga bebarapa orang lain. Ia masuk ke kamar
orang kaya itu yang sedang berbaring di
ranjang, katanya, "Dokter sudah datang, Tuan,
dan yang lain-lain sudah datang juga."
"Yang lain-lain? Tanya orang kaya itu. "Aku tadi hanya
minta kamu memanggil dokter, yang lain-lain itu siapa?"
"Begini Tuan!" jawab Nashruddin,
"Dokter biasanya menyuruh kita minum
obat. Jadi saya membawa tukang obat sekalian.
Dan tukang obat itu tentunya membuat obatnya
dari bahan yang bermacam-macam dan saya juga
membawa orang yang berjualan bahan obat-obat-an
bermacam-macam.
Saya juga membawa penjual arang, karena biasanya
obat itu direbus dahulu, jadi kita memerlukan
tukang arang. Dan mungkin juga Tuan tidak sembuh
dan malah mati. Jadi saya bawa sekalian
tukang gali kuburan."..;-)
(HUMOR SUFI-Sapardi Djoko Damono),FreeList,UGM,
http://groups.yahoo.com
9 Juli 2003
September 2, 2007 at 7:39 am
hm…lucu juga…
September 2, 2007 at 8:57 am
ya conandole,…di balik kelucuan ada makna hidup…kita mesti “berterimakasih” pada nashruddin….atau pada pengarangnya ya?…
September 2, 2007 at 1:17 pm
hehehe…
menarik pak…
pak, besok kami ujian akhir MSDM…
doakan kami…. ^_^
September 2, 2007 at 1:30 pm
semoga sukses dinda….jangan lupa doa….
September 2, 2007 at 5:15 pm
Haha…
Terkadang memang ada orang yang menerapkan segala “sesuatu” pada konteks lain, walaupun seringkali tidak nyambung.
Dalam contoh di atas, Nasruddin menerapkan pengalaman sebelumnya pada konteks yang berbeda.
Jadinya, ya…, gitu deh… lucu! 😀
September 2, 2007 at 10:12 pm
ya mr math;apakah itu karena terjadi distorsi info ataukah salah tafsir ataukah……karena ulah nashruddin memang seperti itu….harap maklum saja…thanks to nashruddin….membuat kita awet muda…
September 2, 2007 at 11:58 pm
Pak Syafri,
Dalam kehidupan saat ini hal seperti itu juga masih ada. Saya melihatnya dari asisten(“maid”) saya yang baru. Pertama kali datang dari kampung, saya mulai mengajarkan tugas yang sederhana, dibuat daftarnya…dan setelah 10 bulan dia bisa mengerjakan tugas tsb.
Tapi jangan menyuruhnya membuat tugas diluar daftar, atau diluar yang terprogram…untuk mulai bisa lagi, minimal perlu waktu seminggu dan harus dilatih terus tiap hari. Jadi kalau belanja ke pasar, bisa bolak balik 3 sampai 5 kali, padahal paginya udah ditanya dan dicatat apa-apa yang akan dibeli. Saya awalnya kasihan, udah panas-panas dia mesti bolak-balik ke pasar…tapi dia menikmati kok., dan kelihatan gembira aja.
Kata suami saya…kalau dia pinter, dia udah jadi GM di kantor…hahaha
September 3, 2007 at 1:04 am
ya mbak edratna;
saya alami juga di rumah….bahkan di kantor…mungkin kita juga yang nganggap setiap orang (subordinasi) harus sepintar kita…..tapi kita belum tentu mampu berkomunikasi dengan orang lain secara emphati….