Apakah Anda percaya; konon dengan uang sebesar 15 juta rupiah seseorang tanpa mengikuti proses belajar mengajar  dapat memperoleh gelar MBA? Dengan uang sepuluh juta rupiah mendapat DR HC, dan 25 juta rupiah mendapat PhD. Di antara mereka yang “bergelar” tersebut diduga ada yang tergolong selebritis seperti politikus, artis, peramal dan masyarakat biasa. Pada tahun lalu saja diperkirakan jumlah penyandang “gelar” tersebut mencapai sekitar 10 000an.

        Bukan main! Padahal gelar kesarjanaan secara formal tidaklah mudah untuk diraih. Diperlukan perjuangan keras didukung kondisi fisik dan mental yang prima. Kuliah, penelitian, konsultasi dan ujian-ujian tak bisa dilakukan dengan santai. Bisa-bisa yang tidak kuat mengikutinya bakal stres sampai depresi.

Berkaitan dengan itu ternyata sebagian masyarakat kita masih menempatkan gelar sebagai status di atas segalanya. Pemujaan terhadap gelar begitu tingginya hanya untuk memperoleh ”pengakuan”, ketenaran dan harga diri yang sesaat dan  sangat semu sifatnya. Mereka sebenarnya orang yang termasuk tidak memiliki kepercayaan diri. Memoles harga dirinya dengan memakai asesori dan topeng gelar yang diperolehnya dengan sangat mudah.

Hakekatnya  proses belajar mengajar di perguruan tinggi secara formal tidak menempatkan gelar sebagai tujuan. Itu hanya suatu pengakuan, pemegang gelar telah selesai menempuh program studi tertentu. Gelar bukanlah sesuatu yang patut disakralkan. Kehormatan seseorang bukan pada gelarnya tetapi pada pemanfaatan pengetahuan yang diperolehnya dengan penuh kebajikan, kearifan dan kinerja-amalannya bagi dunia nyata.

        Sadarlah wahai saudara-saudaraku siapapun yang bergelar semu. Pasti  hidup Anda tidak akan nyaman. Mengapa? Karena Anda telah menipu diri Anda sendiri, sekaligus menipu publik. Anda seharusnya lebih baik mentertawakan diri Anda dahulu sebelum ditertawakan orang lain. Tawadulah!