Akhir-akhir ini berita di berbagai media tentang kasus kekerasan terhadap anak semakin marak saja. Ada orangtua yang menyetrika kaki, menyiram dengan air panas, pemerkosaan terhadap anak kandung atau anak tiri oleh sang bapak dan juga pemukulan dan bahkan pembunuhan. Itu baru kekerasan fisik yang berakibat pada trauma berat pada sang anak.
Ada juga dalam bentuk non-fisik seperti kurangnya perhatian dan kasih sayang, memarahi anak hampir setiap saat, mengkomersialkan anak sebagai pelacur, sebagai pengamen jalanan, dan diusir keluar rumah. dsb. Latar belakang kekerasan bermacam-macam, ada yang menyebutkan si anak memang bandel atau susah diatur, pola asuh yang salah, pelampiasan emosi orang tua akibat himpitan ekonomi, dan karena tidak sadar ketika melakukan kekerasan. Namun bukan berarti pada keluarga yang tergolong ekonomi kuat tidak terjadi kekerasan pada anak.
Semua di atas ditinjau dari sisi mikro keluarga. Dari sisi makro, kondisi kemorosotan sosial ekonomi, lemahnya penegakkan hukum, seringnya tayangan dan tampilan media tentang kekerasan dan seks, degradasi moral kolektif di kalangan ‘tokoh’ masyarakat dan pemimpin bangsa, pola pendidikan yang mensakralkan kecerdasan intelektual semata, dan kurangnya sosialisasi penumbuhan rasa kasih sayang sesama dan perdamaian, ikut memicu terjadinya kekerasan pada anak.
Sang anak menjadi korban penyimpangan kehidupan sosial yang jauh dari nilai-nilai luhur. Posisinya dalam keluarga dan luar keluarga menjadi lemah. Lalu terjadilah anak-anak putus sekolah dan anak-anak jalanan yang terlantar-luntang lantung tak tahu arah tujuan. Maka jangan aneh kalau dalam kondisi seperti itu cukup banyak kejadian kriminal yang dilakukan anak-anak di bawah umur. Perbuatan tersebut didorong tidak saja oleh tuntutan ekonomi keluarga tetapi juga oleh rasa muak dan frustrasi terhadap kondisi lingkungan konflik sosial keluarga dan bangsa.
Anak adalah titipan Allah. Kedua orangtuanya berkewajiban memelihara setiap titipan. Proses pemeliharaan optimum diharapkan dapat menjadikan seorang anak yang sehat jasmani dan rohani. Itulah namanya investasi sumberdaya manusia via sosialisasi keluarga dan proses pemberian kesempatan pendidikan dari pemerintah. Siapapun tak ingin mereka menjadi generasi imoral akibat ulah sebagian orangtua yang telah merampas hak asasi anak dari hak hidup, hak untuk bebas dari rasa takut, dan hak untuk mendapatkan rasa aman. Artinya kurangi tuntutan membabi buta terhadap anak agar patuh pada orangtua. Yang jauh lebih penting bagaimana setiap anak diberi kesempatan untuk mencari dan membentuk jati dirinya lewat pola asuh partisipasi aktif. Maknanya anak jangan dijadikan obyek melulu. Sewajarnya secara bertahap sesuai dengan perkembangan jiwanya, anak ditempatkan sebagai subyek pembinaan keluarga harmonis.
Tidak seimbang rasanya kalau hanya bicara tentang kekerasan orang tua pada anak. Beberapa kasus berupa kekerasan anak pada orang tua juga muncul ke permukaan. Mulai dari ayah-ibu yang dimaki-maki, yang dilukai dan sampai ada yang dihabisi nyawanya. Penyebabnya antara lain karena dendam kesumat, anak merasa disisihkan, perbedaan perlakuan antaranak, dsb. Sebagai contoh bisa jadi si anak menganiaya bapaknya karena terlebih dahulu mengalami penganiayaan berat dari sang bapak. Si anak tidak tahan setelah dalam waktu lama selalu dianiaya bapaknya tanpa belas kasihan sedikitpun. Lalu dia melakukan pemberontakan. Contoh lain berupa ketidaksenangan sang anak karena permintaan akan sesuatu tidak dikabulkan sang ayah. Terus dia marah, membentak, dan bahkan merusak apa yang ada sebagai tanda protes.
Semuanya bermuara pada gagalnya penerapan pola asuh anak untuk membangun rasa dan perilaku saling kasih sayang orang tua-anak. Memanjakan dan memarahi anak berlebihan dapat berakibat fatal yang sama. Wibawa orangtua akan semakin berkurang ketika fungsi kontrol orang tua pada anak semakin longgar (terlalu memanjakan anak). Semua serba akomodatif dan permisif. Dengan kata lain sang anak melihat orang tua tidak punya daya tolak ketika sang anak meminta apapun. Sekali ditolak maka akan timbul protes keras sampai terjadi kekerasan. Begitu juga wibawa semakin berkurang karena fungsi kontrol orang tua pada anak sangat ketat. Istilahnya hampir-hampir si anak tidak punya ruang nafas dan pendapat untuk menyuarakan hatinuraninya. Ketika itu terjadi maka tabung bathin akan meledak berupa protes sampai kekerasan pada orang tua.
Cerita kasus kekerasan dalam keluarga akan semakin panjang ketika juga ada kekerasan suami terhadap isterinya atau sebaliknya. Kalau semua kasus di atas itu terjadi maka model keluarga yang sakinah, mawadah, wa rohmah hanya berhenti menjadi pernyataan normatif agama saja. Dari sisi mikro keluarga, berbagai faktor bisa jadi penyebabnya.
Pertama, keteladanan perilaku orang tua yang kurang dalam hal sifat yang bijak, santun, kasih sayang dan setia pada isteri atau suami serta sesama anggota keluarga. Bahkan seringkali kita dengar terjadinya kenakalan orang tua.
Kedua, kepemimpinan otoriter : orang tua dalam mengasuh anak dan membimbing isteri dengan cara memaksakan kehendaknya sendiri tanpa mempertimbangkan kedaulatan isteri dan anak untuk berpendapat.
Ketiga, rendahnya dalam pemahaman fungsi masing-masing anggota keluarga antara lain karena rendahnya faktor silaturahim dan pendidikan sehingga sering terjadi konflik.
Keempat, unsur keegoan sehingga sering muncul sifat ingin menang dan benar sendiri yang lebih dominan ketimbang saling pengertian. Disini bisa jadi wibawa orang tua menjadi lemah karena tidak mampu menjadi panutan atau penengah.
Kelima, rendahnya interaksi; kesibukan masing-masing anggota keluarga di luar rumah yang begitu tinggi menyebabkan kesempatan untuk berinteraksi positif akan semakin rendah. Mereka mengalami kesulitan dalam merangkai kebersamaan satu rantai kehidupan yang harmonis.Dalam situasi konflik keluarga di atas dengan beragam dimensinya maka tidak ada jalan lain kecuali keluarga kembali pada ajaran illahi. Di dalam ajaran agama terdapat kental sekali petunjuk-petunjuk antara lain bagaimana perlunya dan manfaat dari suatu silaturahim, bagaimana berperilaku hormat pada orang tua dan saling hormat di antara anggota keluarga, dan bagaimana peran orang tua dalam mendidik anak-anaknya agar mereka menjadi anak yang soleh dan soleha.
Jadikanlah suatu keluarga menjadi sentra beragam kegiatan bermanfaat. Pertama sebagai sentra ibadah: keluarga menjadi pusat sujud, dzikrullah, dan pusat pemuliaan hidup di hadapan Allah. Rasulullah SAW bersabda: “Jika anak telah mengenal tangan kanannya dari tangan kirinya maka perintahkanlah dia untuk mengerjakan shalat” (HR. Ibnu Hibban dari Abi Sa’id).
Kedua sebagai sentra pengembangan ilmu baik ilmu agama maupun pengetahuan umum. Rasulullah SAW bersabda: “Berilah tiga macam pendidikan pada anak-anakmu; (1) cinta pada para nabi, (2) cinta pada keluarga nabi, dan (3) membaca Al-Quran; maka sesungguhnya orang yang hapal Al-Quran itu berada pada naungan Allah SWT, yaitu di hari yang tidak ada naungan kecuali naunganNYA beserta para nabi dan kekasihNYA”. (HR.Ad-Dailamiy dari Ali). Ketiga sebagai sentra ketaatan beribadah.
Keempat sebagai pusat interaksi keharmonisan keluarga dan contoh keluarga sakinah di masyarakat. Rasulullah SAW bersabda: “Bertaqwalah kepada Allah dan berlaku adillah terhadap anak-anakmu” (HR.Nu’man). Rasulullah SAW bersabda, “Kewajiban yang harus ditunaikan oleh suami terhadap isterinya adalah: memberinya makan apabila ia makan, memberikan pakaian apabila ia berpakaian; janganlah ia (suami) memukul wajahnya, menghinanya dan jangan lupa mengasingkannya kecuali ketika berada di rumah” (HR Hakim). Suatu keluarga sakinah mengandung makna dimana semua anggota keluarga merasa senang dan betah berkumpul di tengah-tengah keluarga. Insya Allah. Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah do’aku (Ibrahim; 40).
Juli 7, 2007 at 6:18 am
yang paling penting didikan moral terhadap keluarga bisa memperkuat hubungan yang baik dengan yang lainnya ya pak..
Juli 7, 2007 at 11:37 am
benar mbak erna;intinya perlu sosialisasi dan keteladan sang orangtua….
salam
Agustus 6, 2007 at 4:26 am
Pa’ Prof, saya pernah membaca sebuah buku kalau tdk salah judulnya Anak menurut Islam. Disana ada beberapa sunnatulah mengenai anak diantaranya;
1. Anak merupakan ujian. Surat Al Quran; “Harta dan anak-anakmu adalah ujian buatmu”
2. Anak merupakan salah satu musuh buatmu; kisah nabi Adam AS tentang Habil & Qabil, Nabi Nuh AS yang anaknya enggan ikut naik ke bahtera ayahnya, Nabi Luth AS anak & Istrinya enggan ikut pergi meninggalkan Azab Alloh SWT.
3. Orang tua lebih menyintai salah satu dari anaknya: nabi Yusuf lebih disayang oleh ayahnya ketimbang anaknya yang lain sehingga menimbulkan iri sdr2nya, Rosulullah lebih dekat dengan Fatimah Azzahra, Nabi Ibrahim sangat dekat dgn Nabi Ismail, dll.
4. Anak merupakan sarana menuju ketaatan kepada Alloh SWT, Nabi Ibrahim memohon anak kepada Alloh SWT, Nabi Zakaria memohon kepada Alloh karena tdk mempunyai keturunan.
5. Anak merupakan ladang amal; Hadits Nabi tentang 3 perkara setelah meninggal maka putuslah segala sesuatu ttg dunia kecuali 3 hal; amal sodaqoh jariah, anak yang soleh dan ilmu yang bermanfaat.
5. dsb
uraian diatas mudah2an jadi cerminan bahwa mendidik anak bukanlah hal yang mudah namun ganjaran pahalanya tiada terkira.
Orangtua tidak perlu khawatir akan hal itu tetaplah istiqomah, sabar, dan jadikan diri prbadi sebagai suri tauladan bagi anak, jgn jadikan anak sebagai sisa waktu kita tetapi prime time atau waktu utama, jalin komunikasi pada anak.
Agustus 6, 2007 at 4:37 am
melihat acara Urban di RCTI hari Sabtu tanggal 4 Agustus 2007 tentang anak gerbong
mereka merupakan anak jalanan yang hidup dan mencari makan di gerbong kereta api Jabotabek yang kebetulan home basenya dekat dengan tempat Pa’ Prof nih kurang lebih 150 M stasiun KA Bogor.
setelah diwawancara kenapa mereka kabur dari rumah sebagian besar mereka beralasan karena merasa tidak betah dirumah karena sering dipukuli orangtua mereka, Naudzubillah tega sekali saya sempat terharu ketika mereka ingin berkumpul dengan keluarga mereka tetapi mereka takut pulang dan akhirnya hidup menggelandang.
duh parah sekali bangsa ini, Pa Prof kita mulai dari mana yah membangun bangsa ini sampaikan salam saya ttg kondisi bangsa ini kalau Pa’ Prof bertemu dengan Pa’ SBY
Agustus 6, 2007 at 12:53 pm
Trims bung Ridwan,
justru membangun bangsa ini seharusnya mulai dari keluarga….keluarga sebagai sistem sosial terkecil yang seharusnya kental dengan sosialisasi keluarga….namun payahnya kalau semua berangkat dari kemiskinan,kefakiran maka yang dikhawatirkan justru terjadinya kekufuran….seharusnya anak sebagai titipan Allah malah diabaikan oleh orang tuanya….
btw jarak rumah saya dari stasiun KA Bogor l.k 1500 m. bukan 150 m….kapan mampir rid?
Agustus 7, 2007 at 2:55 am
Pa’ Prof boleh tidak saya kirim artikel, saya minta alamatnya pa’ Prof ya…
Agustus 7, 2007 at 3:09 am
Dengan senang hati Bung Ridwan,
Alamat saya Jl.Raya Gunung Batu 81 Bogor; e-mail:sjafmp@yahoo.com
Oktober 11, 2007 at 9:49 am
saya seorang gadis 19 tahun,selama ini saya mengalami yang namanya kekerasan dalam rumah tangga dikarenakan ortu saya yang tidak harmonis,pernah sewaktu SD saya mencoba beberapa kali bunuh diri. Sekarang saya sudah kuliah tetapi masih merasa tertekan,dan saat ini ada seorang lelaki yang ingin melamar saya tapi tidak disetujui oleh ortu,meski begitu saya berniat nekat akan menikah karena itu satu-satunya cara agar saya dapat pergi dari rumah dan meninggalkan keluarga. karena keinginan terbesar saya adalah pergi dari keluarga. lalu apa salah jika saya menginginkan hal seperti itu?
Oktober 11, 2007 at 11:42 am
nanda esa;saya ikut prihatin dengan keadaan anda…..saya yakin ortu anda bukannya tidak sayang dengan anda…..saking sayangnya mereka begitu ego….khawatir kehilangan anda…cuma caranya saja yang mungkin keliru….tentang kasus dengan pacar anda sebaiknya tidak dengan jalan pintas melarikan diri…..lebih merugi ketimbang menguntungkan……tetap bersabarlah…mintalah orang ketiga misalnya paman,tante atau siapa saja untuk mendamaikan hubungan anda dengan ortu…..salam islah
November 1, 2007 at 1:43 am
sip terus menulis ya pakkk biar saya bisa ikut baca dan ikut pinter. bisa ga web http://www.e-dukasi.net dimasukkan di blogroll ..? thanks
November 1, 2007 at 3:57 am
ya bung andi…terimakasih……semoga anda juga terus rajin menulis…
April 2, 2008 at 6:17 pm
Hatur nuhun, Prof atas taushiyah yang iberikan.
Punten, sekedar “ulu biung”, ada usul tambahan untuk beberapa kata kunci yang mudah-mudahan relevan sebagai upaya sistemik menghilangkan “kekerasan dalam rumah tangga”, antara lain:
1. Cinta dan kasih sayang selalu ditumbuhsuburkan dalam dinamika dan problematika kerumahtanggaan.
2. Contoh dan keteladanan mulia senantiasa ditampakkan secara langsung maupun tidak oleh kedua orang tua.
3. Anak tidak merasa kekurangan jumlah dan mutu tegur-sapa, belai-kasih, ketokohan identifikasi (khususnya akhlak, budi-pekerti, dan ibadah), pangan, sandang, papan, kecukupan finansial, harga diri dan wibawa keluarga.
4. Keterbukaan, kesederhanaan, kesahajaan, kebersamaan, kearifan, bajik, bijak, dan kehangatan.
5. Menumbukan iklim egaliter, altruistik, etos kerja, semangat belajar, dan nilai-nilai profetik.
6. Senang mendengar dan menindaklanjuati harapan, tapi tidak mengumbar berjanji.
7. Darmawisata, tamasya, dan ziarah bersama.
8. Ada waktu canda ria serta makan dan shalat berjama’ah.
9. Family planning, khusus dalam pengaturan jumlah anak serta kesehatan ibu dan anak.
Allahu a’lam.
Wassalamu ‘alaykum wr wb.
April 2, 2008 at 8:49 pm
hatur nuhun kang soenmandjaja atas “ulu biung” yang berharga itu…..
Juni 17, 2008 at 6:20 am
Saya tertarik dengan tema yang ini, karena saya ingat dengan kejadian yang pernah dialami oleh adik saya, mengalami kekerasaan oleh pacarnya,apakah ada kemungkinan jika seseorang yang berbuat kasar pada orang lain hal ini disebabkan oleh latar belakang keluarganya?padahal yang saya ketahui keluarga pacarny itu biasa saja atau tidak ada yang aneh. dan apaakah benar kekerasan bisa menjadi sifat bawaan? demikian pak Syarif mohon penjelsaaan semoga apa yang saya tanyakan tidak meyimpang dari tema kali ini dan bisa menjadi pencerahan.Terima kasih sebelumnya.
Juni 18, 2008 at 11:22 am
saya kurang yakin kalau kekerasan itu merupakan sifat bawaan seseorang……karena pada dasarnya ketika kita muncul di dunia dalam keadaan fitrah-bersih….unsur lingkungan saja yang membuatnya berubah menjadi sifat negatif…..perbuatan kasar bisa saja karena dipengaruhi unsur latar belakang keluarganya….kalau di dalam keluarga sang pemimpin selalu berlaku kasar kepada isteri dan anak-anaknya maka tanpa disadari terjadilah sosialisasi kekerasan…..ada peniruan perilaku……lalu terjadilah suasana kekerasan antara anggota keluarga….ketika sang anak mulai berada di lingkungan luar keluarga maka besar kemungkinan kondisi dalam keluarga tersebut terbawa di lingkungan barunya…..
Maret 28, 2009 at 10:00 am
TOLONG BERIKAN GAMBARNYA JUGA DOANK
April 20, 2009 at 4:26 am
kami harap orang tua dapat mendidik anak dengan baik dan benar ,serta tanpa adanya kekerasan fisik maupun non fisik . . . . .
April 22, 2009 at 12:10 am
sependapat 4girls….
Oktober 9, 2012 at 12:17 pm
[…] https://ronawajah.wordpress.com/2007/05/02/kekerasan-dalam-keluarga/ […]
Oktober 4, 2014 at 10:54 pm
Thank you a lot for sharing this with all folks you actually
recognize what you’re talking about! Bookmarked. Kindly
additionally consult with my website =). We could have a hyperlink alternate
arrangement among us
Oktober 8, 2014 at 9:42 pm
I think this is one of the most important information for me.
And i am glad reading your article. But wanna remark on few general things, The web site style is perfect, the articles is really excellent :
D. Good job, cheers
Mei 28, 2020 at 4:08 am
WOW just what I was searching for. Came here by searching for keyword|
Juli 13, 2020 at 2:40 pm
This is very attention-grabbing, You are a very professional blogger. I’ve joined your rss feed and stay up for in the hunt for more of your great post. Additionally, I’ve shared your website in my social networks|