Sudah menjadi berita biasa agaknya ketika pascalebaran atau sehabis liburan bersama para pegawai atau karyawan belum sepenuhnya segera masuk bekerja. Tidak sedikit karyawan yang molor masuk bekerja dua hingga tiga hari khususnya di kalangan PNS pusat dan daerah. Ada saja berbagai alasannya. Apakah karena yang bersangkutan sakit, tidak memeroleh tiket kereta atau pesawat, kemacetan di jalan, dan alasan lain yang tidak jelas seperti malas.

        Seharusnya tak ada alasan bagi karyawan untuk terlambat masuk bekerja. Kecuali untuk beberapa hal yang tak bisa dihindari seperti sakit. Mengapa? Karena tentunya organisasi sudah menetapkan berapa lama karyawan memeroleh cuti dan kapan harus masuk bekerja. Dengan demikian maka permasalahannya terletak pada derajat komitmen setiap karyawan. Selain itu juga tindakan tegas dari pimpinan unit kerja langsung berpengaruh terhadap perilaku karyawan. Kalau pimpinan begitu permisiv dan akomodatif atau katakanlah longgar terhadap setiap keterlambatan masuk kerja maka karyawan akan tetap tenang-tenang saja; seperti tidak merasa bersalah.

        Kondisi keterlambatan masuk bekerja seharusnya tidak bisa dibiarkan terjadi. Masalahnya hal ini berkait dengan kinerja unit dan organisasi secara keseluruhan. Organisasi akan merugi karena target kinerja akan mengalami deviasi. Karyawan pun akan rugi karena kesejahteraan mereka akan menurun akibat dari kinerjanya yang menurun. Karena itu pendekatannya harus dilakukan secara terencana dan komprehensif serta normatif. Pengelola atau pimpinan organisasi harus menerapkan tindakan disiplin kerja secara tegas. Fungsi kontrol, hukuman dan penghargaan pada karyawan menjadi penting. Untuk itu program pengembangan sumberdaya manusia (SDM) harus dirancang sedemikian rupa agar komitmen dan keterikatan karyawan menjadi unsur budaya kerja.

         Komitmen dan keterikatan para karyawan terhadap organisasi memiliki posisi yang sangat strategis ketika organisasi akan mengembangkan keunggulan bersaing. Keunggulan ini sangat ditentukan tidak saja oleh faktor-faktor hard skills namun juga soft skills. Hard skills berupa tingkat pendidikan, pengetahuan, dan ketrampilan. Sementara soft skills antara lain berupa sikap komitmen dan keterikatan pada organisasi termasuk disiplin dan kecerdasan dalam menjaga hubungan sosial. Dalam jangka panjang maka kita boleh berharap dengan pendekatan pengembangan SDM ini maka tingkat keterlambatan karyawan untuk masuk bekerja sehabis liburan lebaran atau liburan bersama secara bertahap akan semakin berkurang.