Jenis emosi karyawan tidaklah selalu sama derajadnya. Misalnya amarah yang meledak asalkan beralasan ternyata dapat memotivasi manajer untuk melakukan evaluasi diri mengapa hal itu terjadi di kalangan karyawan. Apalagi kalau kemarahan karyawan terjadi karena faktor kelalaian manajer dalam memenuhi janjinya kepada karyawan. Amarah, kekecewaan, keputusasaan, stres, dan kebencian berkepanjangan merupakan bentuk emosi berlebihan dari seseorang. Mengapa hal itu bisa terjadi? Misalnya karena ketidakpastiaan dan ketidak-taatasasan suatu kebijakan yang dibuat atasan bisa menimbulkan jenis-jenis emosi tersebut. Kalau tidak bisa diatasi, bakal terjadi fenomena demotivasi di kalangan karyawan. Dan lingkungan kerja bakal terganggu. Lalu bagaimana sebaiknya?
Untuk mengelola emosi diri karyawannya, manajer sebaiknya melakukan langkah-langkah berikut ini:
(1). Melakukan evaluasi mengapa emosi itu terjadi dan apa akibat-akibat yang mengkin muncul. Yang jelas kalau dibiarkan, emosi dapat menghambat atau bahkan membelokkan karyawan jauh dari arah yang tepat dan benar.
(2). Manajer hendaknya memahami mengapa sampai terjadi emosi yang meledak di kalangan karyawan. Manajer hendaknya berespon untuk berempati kepada karyawan. Dengan demikian manajer akan mencoba mengendalikan diri. Hendaknya manajer memerhatikan masukan-masukan dari bawahannya.
(3). Secara bertahap manajer perlu melakukan perbaikan dalam hal cara berpikir, mengendalikan perasaan, cara berinteraksi dengan orang lain dan memiliki kegigihan untuk mengembangkan kinerja terbaiknya. Dengan kata lain hindari segala tindakan yang dapat memici emosi karyawannya.
(4). Manajer tidak segan-segan untuk berkomunikasi multiarah dalam rangka menenangkan diri dan jiwa karyawan. Dengan empati dan simpati yang diterima dari lingkungan kerjanya, manajer diharapkan dapat mengambil suatu keputusan terbaik walau dalam kondisi sesulit apapun. Tentunya tanpa kekhawatiran dan keraguan secara berlebihan.
Sebagai seorang pemimpin, manajer tidak mungkin mengkoordinasi dan mengarahkan para karyawannya dengan baik ketika karyawan itu sendiri dalam kondisi yang sedang labil emosinya. Emosi itu sendiri bisa jadi karena ekspektasi tentang sesuatu tidak dapat dipenuhi perusahaan. Idealnya sang karyawan perlu diarahkan untuk menjadi normal kembali. Karena itu manajer harus mampu mengkalkulasi akibat-akibat yang terjadi dari kondisi emosi yang berlebihan kalau ekspektasi karyawan tidak dapat dipenuhi..
Agustus 25, 2009 at 1:45 pm
Aslm. Pak Sjafri.
Memang seorang manajer yg baik dan bijaksana harus mengetahui karakter berbagai bawahannya, sehingga dpt memperlakukan bawahan dgn bijak dan dgn gaya kepemimpinan yg tepat. Saya sepakat dgn solusi Bapak untuk mengelola emosi karyawan karena hal2 tsb mencerminkan langkah2 manajer yg cerdas dan bijaksana.
Bagi karyawan, karyawan yg baik tdk seharusnya meluapkan emosi dgn kemarahan, apalgi meledak-ledak. Perlu kecerdasan dlm mengelola emosi, dan kuncinya adalah keikhlasan, seperti yg Bapak pernah sampaikan pada tulisan2 sebelumnya.
Terima kasih Pak.
Agustus 27, 2009 at 7:01 pm
ya bung fres…intinya emosi itu adalah wajar dan bisa terjadi pada siapapun…terpenting bagaimana meminimumkannya….agar hubungan kerja yg prima dapat dicapai lewat manajemen emosi….
Agustus 27, 2009 at 8:16 am
Ass wrwb,
Saya setuju jika karyawan yang kita hadapi telah berlalu (setelah melepaskan amarahnya) kita dapat melakukan saran-saran seperti di atas, nah pak jika kita menghadapi langsung pada karyawan yang sedang meledak amarahnya di hadapan kita gimana pak ?, kabur, nyumput, panggil satpam, atau meredakan emosinya dengan sapaan lembut dan ……………………
wass
Agustus 27, 2009 at 7:08 pm
aha bung job….tentunya kita (manajer) tidak perlu ikut-ikutan emosi atau panik….justru kita layani dgn tenang dan menanyakan akar persoalannya….baru kita bisa cari pendekatan masalahnya dgn baik….namun ada yg membuat saya berpikir dalam….yakni pernah ada pejabat tinggi (salah satu menko) ketika aktif menyelesaikan suatu konflik sara di suatu daerah dengan menggunakan pendekatan sebaliknya…yakni kalau sedang menghadapi tokoh masyarakat yg sedang marah …ya hadapi saja dengan marah lagi….sebab katanya kalau dibalas dgn lembut….ya pasti tak akan terjadi deal….
November 16, 2009 at 9:35 am
selayaknya manajer tidak boleh terbawa emosi jika karyawannya emosi..memang sulit menahan amarah apalagi menghadapi karyawan yang emosi alias bawahannya…tetapi jika manajer bisa mengolah emosinya misalnya mendengarkan dulu keluh kesah memberikan kesempatan buat karyawan mengungkapkan kekesalannya…baru setelah itu manajer melakukan tindakan yang bisa meredam emosi karyawan yang step by step by stepnya sepakat dg apa yang disampaikan pak sjafri… adanya program yang dapat membuat tim kerja menjadi kompak, adanya program refreshing diharapkan bisa meminimalisir emosi emosi yang terjadi di kalangan antar karyawan maupun karyawan dan pimpinannya
November 19, 2009 at 8:31 pm
betul mbak nina….kalau kedua pihak emosi tak akan meyelesaikan masalah…manajer tidak harus unjuk kekuasaan…apalagi otoriter…lebih baik dilakukan pendinginan suasana saja dahulu…introspeksi diri dan cari penyebab dan upaya mengatasi masalah…trims masukannya…
Agustus 21, 2017 at 2:23 am
Inspiratif sekali artikelnya