Mengapa instruksi dari seorang manajer/pemimpin unit kerja belum tentu dipahami karyawannya?. Lalu terjadi distorsi pesan? Dan mengapa pula setiap instruksi seolah diabaikan karyawan; seolah tidak dipatuhi? Pada gilirannya proses pekerjaan tidak menghasilkan kinerja optimum?. Semua itu karena ada kesalahan proses komunikasi dari seorang manajer. Dia berkomunikasi dengan asumsi semua karyawan bakal memahami apa yang dimaksud. Padahal dalam kenyataannya tidak demikian.
Selain itu sang pemimpin kerap kikir memberikan kesempatan kepada karyawannya untuk bertanya dan menyampaikan gagasan. Kalau toh ada kesempatan, manajer sering tidak atau enggan mendengarkannya dengan baik. Akibatnya di lain kesempatan para karyawan bakal berbuat yang sama yakni enggan untuk bertanya dan menyampaikan sesuatu. Dirinya merasa tak berguna untuk menyampaikan pendapat-pendapatnya. Dengan kata lain komunikasi yang terjadi adalah cuma searah yakni dari atasan. Bahkan dekat dengan sifat kepemimpinan otoriter dari manajer. Hal ini tentunya tidaklah sehat dalam membangun hubungan manajer dengan karyawannya. Lalu bagaimana sebaiknya?
Kepemimpinan seorang manajer sebenarnya merupakan potensi komunikasi dalam tindakan. Ciri-ciri manajer seperti itu adalah:
(1). Membangun pemahaman tentang visi,misi, dan tujuan perusahaan berikut strategi dan kebijakannya di kalangan bawahan atau karyawan. Semakin paham bawahan semakin terdorong mereka untuk aktif menyampaikan gagasan-gagasannya dalam mengembangkan kinerja perusahaan.
(2). Mendorong karyawan untuk melakukan pertukaran gagasan dan informasi. Bentuk ini dapat dilakukan di semua lini baik vertikal maupun horisontal. Hal ini sebenarnya merupakan bentuk apresiasi dari manajer kepada karyawannya.
(3). Membuka saluran komunikasi yang multiarah pada karyawan berarti manajer telah tekun mendengarkan dan memberi perhatian pada aspirasi karyawan yang dinamis. Dalam posisi seperti itu maka hal serupa terjadi pula yakni apresiasi dari bawahan ke atasan atau manajernya.
Karena itu kalau seorang manajer ingin instruksinya dipatuhi oleh bawahannya maka dia pun harus siap untuk mendengarkan apapun yang disampaikan karyawannya. Apakah itu berupa pertanyaan, gagasan, dan keluhan-keluhan. Memang dalam prakteknya menerima pesan tidaklah semudah menyampaikan pesan. Untuk menerima pesan dari karyawan, seorang manajer memerlukan pemahaman tentang isi,maksud, dan tujuan dari pesan itu sendiri. Bahkan sering dipertimbangkan siapa yang menyampaikan pesan itu. Selain itu diperlukan kemauan kuat untuk mendengarkan sesuatu dari bawahan. Untuk itu, beberapa hal yang perlu dilakukan manajer agar efektifitas mendengarkan bawahan tercapai adalah:
(1). Memahami identitas khususnya karakter para karyawannya dilihat dari sisi kemampuan berkomunikasi, keagresifan dalam bertanya, kadar emosi, dan pengetahuan tentang suatu masalah. Hal ini penting untuk memperkecil distorsi informasi ketika manajer akan mendengarkan dan merespon sesuatu yang disampaikan karyawannya.
(2). Memahami apa yang disampaikan bawahan termasuk dalam hal isi dan tujuan penyampaian pesan, alasan, dan sudut pandang karyawan. Mendorong karyawan agar menyampaikan hal itu dengan jelas atau tidak kabur yang dapat menimbulkan multitafsir. Semakin paham semakin lancar proses mendengarkan dan merespon karyawan.
(3). Selalu fokus dan penuh perhatian kepada karyawan yang menyampaikan pesan. Jangan sampai ada kesan manajer melecehkan karyawan. Ini penting dalam memberikan empati tinggi sehingga karyawan merasa diperhatikan dan dihargai eksistensinya.
(4). Bersikap terbuka dalam menerima pesan dari karyawan. Hindari terjadinya kekakuan berkomunikasi. Untuk itu apabila dianggap perlu manajer membangun suasana kesetaraan dan keharmonisan (jalur informal) dalam mendengarkan dan memahami suatu pesan karyawan dan respon manajer (timbal balik).
Seperti dikatakan oleh Disraeli; ”manusia memerintah dengan kata-kata”. Artinya suatu perintah bisa menjadi mubazir hanya karena tidak jelasnya pesan yang disampaikan manajer kepada bawahannya. Karena itu manajer dengan kepemimpinan yang efektif adalah seseorang yang mampu mengekspresikan ide dan membujuk orang untuk berbuat sesuatu seperti yang diinginkannya. Dan dalam prakteknya dibutuhkan suatu proses komunikasi dua arah dan bahkan multiarah. Jadi disitu ada yang menyampaikan pesan dan ada yang mendengarkannya. Ini berlaku pada posisi manajer dan karyawan baik suatu ketika sebagai penyampai pesan dan di saat lain sebagai pendengar yang baik. Tak akan ada pembicara (karyawan) yang baik kalau tidak ada pendengar (manajer) yang baik pula.
April 12, 2009 at 11:53 pm
Memang tidak jarang manajer sangat enggan untuk mendengarkan karyawan.Mungkin bisa jadi bersedia mendengarkan kalau karyawan punya gagasan.Namun kalau tentang keluhan yang menyangkut kondisi pekerjaan dan kesejahteraan,para manajer kebakaran jenggot.Menghindarinya lalu menyerahkan persoalan itu ke manajemen puncak.
April 13, 2009 at 7:32 am
Mendengarkan bawahan merupakan salah satu proses penting yg harus dilakukan oleh manajer. Tapi Pak, apakah proses tsb dapat berlaku untuk semua situasi kerja, misalnya ketika keadaan mendesak yg membutuhkan keputusan cepat dari seorang manajer?
April 13, 2009 at 9:32 pm
salam kenal bapak Sjafri,
saia senang sekali bertemu dengan blog bapak sjafri, yang penuh dengan share ilmu manajemennya. ilmu pengetahuan saia seakan bertambah.
Bapak mengajar di IPB.., apakah kenal dengan Bapak Prof. Yusuf :D?
Bapak, apakah juga mendalami ilmu tentang manajemen proyek?mohon d share pak tentang Man Proyek.
Thanks Bapak
April 14, 2009 at 12:35 am
[…] Tulisan asli dari Artkel ini dan artikel-artikel menarik lainnya tentang pengembangan SDM dapat juga diakses melalui: MANAJER: PENTINGNYA MENDENGARKAN BAWAHAN […]
April 14, 2009 at 3:58 am
Betul sekali unsur penting yang perlu dikuasai manajer adalah komunikasi.Ini pokok sekali ketika manajer akan memberikan instruksi dan penjelasan-penjelasan serta kalau terlibat dalam deal dengan mitra bisnis lainnya.Khusus tentang upaya manajer menjaring ide dari karyawan maka lagi-lagi peran komunikasi sangatlah strategis.
April 14, 2009 at 8:23 am
Pak Sjafri..seringkali sulit bagi sebagian orang untuk menjadi pendengar yang baik …..mereka lebih banyak (suka) berbicara tanpa perlu mendengar….Mungkin seorang manajer yang “pantang” mendengar adalah manajer yang meng-overestimate kan dirinya dan meng-underestimate kan bawahannya …..Jadi kemampuan menjadi pendengar yang baik harus dimulai dengan kemampuan menghormati orang lain ya pak….
April 14, 2009 at 10:55 am
hmm..ada blog mengenai Bapak yang ditulis para Kolega
http://purnabakti.wordpress.com
terimaksih articlenya Pak.. 😉
April 14, 2009 at 9:28 pm
bung johan…idealnya seorang manajer siap untuk mendengarkan apapun yang disampaikan karyawan….namun dalam hal pemecahan masalahnya tidak harus selalu ditangani oleh sang manajer…bisa dilakukan pihak lain…..
April 14, 2009 at 9:33 pm
ya bung fresh….sikap mendengarkan dari manajer tentang apa yang disampaikan karyawannya memang seharusnya pada situasi apapun…..termasuk dalam keadaan situasi mendesak….ini sangat bergantung pada derajat persoalan yang dihadapi yang disampaikan kepada manajer…..tentunya masalah-masalah yg sangat sederhana cukup ditangani asistennya….sebaliknya kalau ada sisi yg sangat strategis…..
April 14, 2009 at 9:35 pm
bung subhan….salam kenal juga….kalau yang anda maksud prof yusuf sudohadi,saya kenal….btw maaf saya tidak mendalami ilmu manajemen proyek….salam….
April 14, 2009 at 9:36 pm
ok bung aries….
April 14, 2009 at 9:37 pm
ya mbak avita….kemampuan berkomunikasi dan kesediaan manajer meluangkan waktu untuk bisa dekat dengan karyawannya….merupakan dua unsur yang saling bersinergis…..
April 14, 2009 at 9:44 pm
mbak emmy….betul sekali….mungkin perilaku lebih banyak ngomong ketimbang mendengarkan orang lain berucap sebagai hal yg mengasyiiikan….bisa jadi karena ada unsur perbedaan status sosial….padahal ketika berkomunikasi disitu ada interaksi atau hubungan timbal balik….ada saling memberi dan menerima manfaat….ada empati yg merupakan cerminan saling menghargai satu sama lain….
April 14, 2009 at 9:45 pm
guidelife…semoga bermanfaat….
Mei 5, 2009 at 2:35 pm
Dalam konteks suatu unit kerja dalam suatu organisasi perusahaan, salah satu yang membuat komunikasi menjadi efektif adalah dengan melakukan situational assessment mengenai bagaimana level of competency and commitment dari suatu team atau individu. Dari assessment tersebut, seorang Leader/ Manager akan menentukan gaya komunikasi apa yang dianggap paling efektif, hal ini akan berhubungan erat dengan teorinya Hersey and Blanchard’s situational leadership… siapa yang mau melakukan penelitian…please….
Salam, Ign. Jeffrey
Mei 6, 2009 at 10:06 pm
betul bung jeffrey…..selain itu tipe komunikasi yg sebaiknya diterapkan disesuaikan dengan posisi jabatan seseorang……trims ulasan anda memerkaya artikel ini…..
Desember 6, 2017 at 2:51 am
Yang penting atasan dengan bawahan harus bersinergi..