Insititute for Management of Development, Swiss, World Competitiveness Book (2007), memberitakan bahwa pada tahun 2005, peringkat produktivitas kerja Indonesia berada pada posisi 59 dari 60 negara yang disurvei. Atau semakin turun ketimbang tahun 2001 yang mencapai urutan 46. Sementara itu negara-negara Asia lainnya berada di atas Indonesia seperti Singapura (peringkat 1), Thailand (27), Malaysia (28), Korea (29), Cina (31), India (39), dan Filipina (49). Urutan peringkat ini berkaitan juga dengan kinerja pada dimensi lainnya yakni pada Economic Performance pada tahun 2005 berada pada urutan buncit yakni ke 60, Business Efficiency (59), dan Government Efficiency (55). Lagi-lagi diduga kuat bahwa semuanya itu karena mutu sumberdaya manusia Indonesia yang tidak mampu bersaing. Juga mungkin karena faktor budaya kerja yang juga masih lemah dan tidak merata. Bisa dibayangkan dengan kondisi krisis finansial global belakangan ini bisa-bisa posisi Indonesia akan bertahan kalau tidak ada remedi yang tepat.
Produktivitas kerja jangan dipandang dari ukuran fisik saja. Dalam pemahaman tentang produktifitas dan produktif disitu terkandung aspek sistem nilai. Manusia produktif menilai produktivitas dan produktif adalah sikap mental. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin; hari esok harus lebih baik dari hari ini. Jadi kalau seseorang bekerja, dia akan selalu berorientasi pada produktivitas kerja di atas atau minimal sama dengan standar kerja dari waktu ke waktu. Bekerja produktif sudah sebagai panggilan jiwa dan kental dengan amanah. Dengan kata lain sikap tersebut sudah terinternalisasi. Tanpa diinstruksikan dia akan bertindak produktif. Itulah yang disebut budaya kerja positif (produktif). Sementara itu budaya bekerja produktif mengandung komponen-komponen: (1) pemahaman substansi dasar tentang bekerja, (2) sikap terhadap karyawanan, (3) perilaku ketika bekerja, (4) etos kerja dan (5) sikap terhadap waktu. Pertanyaannya apakah semua kita sudah berbudaya kerja produktif?
Saya menduga budaya kerja produktif di Indonesia, belum merata. Bekerja masih dianggap sebagai sesuatu yang rutin. Bahkan di sebagian karyawan, bisa jadi bekerja dianggap sebagai beban dan paksaan terutama bagi orang yang malas. Pemahaman karyawan tentang budaya kerja positif masih lemah. Budaya organisasi atau budaya perusahaan masih belum banyak dijumpai. Hal ini pulalah juga agaknya yang kurang mendukung terciptanya budaya produktif. Perusahaan belum mengganggap sikap produktif sebagai suatu sistem nilai. Seolah-olah karyawan tidak memiliki sistem nilai apa yang harus dipegang dan dilaksanakan. Karena itu tidak jarang prusahaan yang mengabaikan kesejahteraan karyawan termasuk upah minimunya. Ditambah dengan rata-rata pendidikan karyawan yang relatif masih rendah maka produktivitas pun rendah. Karena itu tidak heran produktivitas kerja di Indonesia termasuk terendah dibanding dengan negara-negara lain di Asia. Mengapa bisa seperti itu?
Hal demikian bisa dijelaskan lewat formula matematika sederhana. Produktivitas kerja merupakan rasio dari keluaran/output dengan inputnya. Bentuk output dapat berupa barang dan jasa. Sementara input berupa jumlah waktu kerja, kondisi mutu dan fisik karyawan, tingkat upah dan gaji, teknologi yang dipakai dsb. Jadi output yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh faktor input yang digunakan. Dengan demikian produktivitas kerja di Indonesia relatif rendah karena memang rendahnya faktor-faktor kualitas fisik, tingkat pendidikan, etos kerja, dan tingkat upah dari karyawan. Hal ini ditunjukkan pula oleh angka indeks pembangunan manusia di Indonesia (gizi, pendidikan, kesehatan) yang relatif lebih rendah dibanding di negara-negara tetangga.
Seharusnya faktor-faktor tersebut perlu dikuasai secara seimbang agar para karyawan mampu mencapai produktivitas yang standar. Pendidikan dan pelatihan perlu terus dikembangkan disamping penyediaan akses teknologi. Kompetensi (pengetahuan, sikap dan ketrampilan) karyawan menjadi tuntutan pasar kerja yang semakin mendesak. Dengan kata lain suasana proses pembelajaran plus dukungan kesejahteraan karyawan perlu terus dikembangkan.
Desember 17, 2008 at 6:15 am
Saya memperkirakan budaya kerja sebagian karyawan masih berkutat pada perilaku rutinitas, malas, kurang disiplin, jam karet, dan tidak efisien.Jadilah produktifitas kerja mereka kalah bersaing dengan rekan-rekannya di asean.
Desember 17, 2008 at 8:12 am
Yang tidak boleh ketinggalan, keteladanan dari pimpinan (sikap, tindakan,motivasi), dan suasana kerja yang arif kompetitif.
Desember 17, 2008 at 9:42 am
selamat sore pak sjafri… terima kasih atas sharing artikelnya. produktifitas kerja masyarakat indonesia, khususnya di perusahaan tempat saya bekerja menjadi bagian yg sering saya amati. saya betul-2 konsern thd hal ini. ada keinginan menjadikan teman-2 saya di kantor menjadi orang-2 yg memiliki produktifitas kerja yg tinggi. cuman masih belum nemu “how to” nya. meskipun kita bekerja di perusahaan jepang yg dikenal dg etos kerja dan produktifitas yg tinggi, tapi saya tidak(belum) melihat asimilasi para expert jepang ke local employee. padahal perusahaan ini sudah 30 thn lebih didirikan. ada sesuatu yg hilang dan tak pernah tersampaikan… dan itu masih misterius utk saya…
candra dermawan (dmb4)
http://blog.candra.us
Desember 18, 2008 at 6:13 am
[…] Artikel ini mungkin sedikit memberi gambaran tentang produktifitas & budaya kerja di Indonesia dan mungkin saja gambaran budaya kerja dikantor kita. Mungkin nengbiker perlu menjalin komunikasi yang lebih dengan partner kerja tentang masalah yang dialami dalam tim, tujuan yang akan dicapai oleh tim, sejauh mana tujuan sudah dicapai, kendala apa aja yang dialami untuk mencapai tujuan tersebut, termasuk kinerja rekan kerja kita, semua harus dibicarakan. Caranya bagaimana ..? mungkin Artikel ini bisa digunakan […]
Desember 18, 2008 at 7:26 am
Budaya kerja kita sebenarnya kaya lho; ingat bhineka tunggal ika sebenarnya mempersatukan budaya seantero daerah.Tetapi terbanyak adalah budaya malas ditambah tidak memiliki budaya malu; khususnya di kalangan pimpinan atau pejabat. Yang ada budaya malu-maluin dengan memanipulasi uang rakyat/negara.
Desember 18, 2008 at 11:44 pm
ya bung zulkand…..pengembangan budaya dalam bentuk sosialisasi harus berangkat dari manajemen puncak dan manajemen lainnya……turunannya seperti karyawan cenderung akan meniru apa yang diteladankan oleh atasannya…..
Desember 18, 2008 at 11:47 pm
sependapat mas ris……..walau keteladanan budaya kerja dari atasan saja penting namun tidak cukup untuk mendongkrak produktifitas kerja karyawan…..ada faktor-faktor lain seperti motivator factors dan hygine factors……atau faktor intrinsik dan ekstrinsik dari sang karyawan…..
Desember 18, 2008 at 11:52 pm
ya mas chandra….proses asimilasi tampaknya sebagai sebuah proses evolusi….coba kita lihat saja apakah warga cina yang sudah hidup berabad-abad di indo dalam hal pengembangan karir dan perkawinan misalnya dengan pribumi sudah berlangsung merata?…….begitu juga di dunia kerja…..manajemen dari asia timur tampaknya dalam berbagi teknologi dan pengetahuan saja sulitnya bukan main……akhirnya sebagian karyawan kurang tersentuh oleh budaya kerja mereka…..
Desember 18, 2008 at 11:56 pm
terimakasih mas/mbak secarik…….artikel ini sudah ditampilkan di blog anda…..semoga mendapat respon…..
Desember 18, 2008 at 11:59 pm
ya bung johan….kebhinekaan atau kemajukan seharusnya menjadi unsur potensial menjadi budaya kerja….masalahnya tidak semudah itu……karena budaya kerja itu senidri sangat signifikan dipengaruhi oleh budaya organisasi dan peran manajemen puncak serta lingkungan kerja fisik dan non-fisik……
Desember 19, 2008 at 3:20 am
[…] Artikel ssli dari tulisan ini dan editorial tentang SDM Indonesia menarik lainnya dapat dibaca juga di: PRODUKTIFITAS DAN BUDAYA KERJA INDONESIA […]
Desember 24, 2008 at 3:25 pm
Assalamu ‘alaikum
Budaya kerja kita belum produkstif, menurut saya sebagai akibat peninggalan masa lalu, di mana budaya organisasi dan peran manajemen puncak serta lingkungan kerja fisik dan non fisik (sebagaimana yang disebutkan oleh prof syafri) sampai saat ini masih belum bersih dari nuansa KKN. Bagaimana mau bekerja dengan produktif karena yang ada di benak sebagian pimpinan puncak adalah memperkaya diri sendiri, bagaimana menciptakan budaya organisasi yang baik, kalau nilai-nilai budaya tersebut dibangun di atas keinginan-keinginan yang “nyeleneh”, bagaimana lingkungan akan sehat kalau interaksi yang terjadi bertujuan untuk memuluskan KKN……merubah budaya memang perlu proses yang panjang….tapi wajib dan harus memulainya dari sekarang agar tercipta budaya kerja yang bersih produktif dan kreatif
Desember 25, 2008 at 12:05 am
waalaikum salam ww….betul mas adi….tidaklah mudah merubah perilaku….apalagi kalau sudah “karatan” melekat sebagai habit dan bahkan menjadi perilaku keseharian….dan memang perubahan “budaya” bersifat evolutif……perlu perubahan sistem dan menyapu dengan sapu yang bersih secara berkelanjutan…….bukan seperti menggoreng pisang ……sesuai dengan permintaan yang mudah dibuat cepat……
September 22, 2009 at 4:33 am
Apakah kerja sudah menjadi budaya orang Indonesia ? Budaya kerja yang khas Indonesia itu seperti apa sih? Apakah memang setiap negara mempunyai budaya kerja yang berbeda? Apa bedanya dengan etos kerja? Menarik memang kalo berbicara soal itu, namun kita harus yakin dengan kondisi seperti saat ini, Indonesia masih mempunyai “peluang” untuk menjadi negara yang maju dengan tetap berpijak pada jati diri bangsa 🙂
September 24, 2009 at 10:25 am
ACI…tentunya belum semua ya…coba saja lihat ketika libur panjang pns sudah usai…cuma sekitar 40-50% saja yg sudah mulai kerja….belum ada penelitian yg mendalam tentang budaya kerja khas indonesia…yg jelas ada yg bilang budaya kerja jam karet….ya ada kecenderungan tidap negara memiliki budaya kerja yg berbeda…etos kerja merupakan bagian dari budaya kerja (elemennya lebih luas)…ya sependapat secara bertahap dimuai dari pendidikan tingkat keluarga…bangsa indonesia akan memiliki spirit kerja yg tinggi…
Mei 16, 2011 at 11:23 am
[…] memang, berdasarkan data dari sini yang diambil dari penelitian Insititute for Management of Development, Swiss, World Competitiveness […]
Mei 16, 2011 at 10:10 pm
…mari berbagi…terimakasih
Juli 27, 2012 at 7:09 am
mw tanya perbedaan budaya kerja negara indonesia dengan budaya kerja negara ASEAN itu apa?
Juli 29, 2012 at 4:01 am
eza…silakan anda berpendapat lalu saya komentari…
Februari 26, 2021 at 8:24 am
[…] https://ronawajah.wordpress.com/2008/12/16/produktifitas-dan-budaya-kerja-indonesia/ (Diakses 24 April 2010) […]
Maret 1, 2021 at 8:20 am
[…] https://ronawajah.wordpress.com/2008/12/16/produktifitas-dan-budaya-kerja-indonesia/ (Diakses 24 April 2010) […]