Sebagai manajer, misalnya ketika waktu istirahat, apa saja yang anda bicarakan ketika bertemu dengan seorang atau beberapa teman manajer lainnya? Kalau anda ngobrol sampai selama sekitar 30-45 menit, saya yakin di antara bahan pembicaraan, salah satunya  adalah tentang perilaku karyawan. Bicara tentang kinerjanya, kemampuan berkomunikasi, tentang motivasi dan etos kerjanya. Termasuk membicarakan karyawan yang salah. Saya tidak memungkiri pembicaraan juga menyangkut atasan anda. Namun kali ini yang diuraikan hanyalah tentang karyawan.

 

Karyawan salah dapat ditinjau dari beragam perspektif. Arti salah disini dikaitkan dengan standar baku yang sudah ditetapkan perusahaan atau standar nasional. Kalau terjadi deviasi maka artinya timbul kesalahan. Bisa dilihat dari pelaksanaan proses dan hasilnya. Juga telaahan dari sisi perilaku atau sikapnya. Dan tentunya juga tingkat pengetahuannya. Ketika semua itu menjadi bahan obrolan maka apakah penilaian para manajer tersebut bisa diterima secara obyektif? Nanti dulu. Bisa jadi penilaian itu kental dengan unsur subyektif. Lebih banyak menggunakan unsur kesan ketimbang kondisi nyata. Bahkan sering tidak terhindari adanya unsur bias personal atau hello effect dan contrast effect. Padahal suatu penilaian tentang seseorang haruslah didukung fakta yang akurat.

 

Suatu penilaian terhadap karyawan oleh anda sebaiknya berdasarkan pendekatan intelektual ketimbang hanya intuisi. Lebih diterima berdasarkan rasional ketimbang emosional. Artinya jangan sampai suatu penilaian  mengakibatkan sang karyawan langsung menjadi tertuduh. Ujung-ujungnya sang karyawan bisa sakit hati. Karyawan yang memang salah bukan berarti mutlak bahwa mereka sebagai orang-orang yang kurang bernilai ketimbang karyawan yang lain. Semuanya harus ditempatkan secara proporsional. Kesalahan  mereka masih bisa diperbaiki. Untuk itu perlu dipertanyakan, misalnya mengapa masih ada karyawan yang salah sementara proses pengembangan sumberdaya manusia telah dilakukan perusahaan. Apakah ada faktor lain yang menyebabkan karyawan salah? Apakah ada yang keliru menerapkan proses investasi SDM? Apakah ada yang kurang tepat dalam menerapkan gaya kepemimpinan oleh manajer? Apakah faktor imbalan (finansial dan non-finansial) kurang memadai diberikan pada karyawan? Ataukah faktor proses rekrutmen dan seleksi karyawan yang tidak berbasis kompetensi?

 

Implikasi dari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas adalah pertama, karyawan salah tidak ditentukan hanya oleh satu faktor saja. Karena itu pendekatan masalahnya harus berdasarkan faktor yang signifikan mempengaruhi timbulnya kesalahan karyawan. Kedua, setiap penilaian terhadap perfoma dan perilaku karyawan seharusnya dilakukan dengan seobyektif mungkin dan mempertimbangkan unsur manusiawi. Artinya perlu didukung fakta akurat dan terpercaya. Ketiga, mitos bahwa seorang pemimpin tidak pernah bersalah harus dibuang jauh-jauh. Kalau tidak disingkirkan akan menyebabkan timbulnya egosentrik dan kekuasaan mutlak dari manajer. Jangan sampai timbul kesan sebenarnya bukan karyawan yang salah tetapi karyawan yang disalahkan. Nendang kaki orang, sembunyi kaki sendiri. Padahal dalam dunia bisnis yang semakin modern sudah mulai diterapkan model partnership management. Karyawan dipandang sebagai rekan kerja ketimbang sebagai subordinet.