Kemarin Obama menang telak dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat 2008. Dia memperoleh 349 pemilih dari total 538 pemilih yang tergabung dalam Dewan Pemilih. Ini kemenangan semua rakyat AS, katanya. Dan sempat memuji perjuangan McCain – Sarah Palin selama kampanye dan mengajaknya bekerjasama. Dalam suasana pesta kemenangan, di tempat lain, McCain saingannya dengan tersenyum mengucapkan selamat kepada Obama. Tampak cerah tanpa beban dan rasa kecewa. Boleh saling hujat selama kampanye. Namun setelah hasil perhitungan diumumkan, bendera perdamaian pun tegak berdiri. Yang muncul adalah sifat ksatria. Ucapan selamat seperti ini tampaknya sudah menjadi budaya bagi setiap kandidat presiden AS baik yang kalah maupun yang menang dari lawannya. Hal serupa terjadi di negara-negara maju dan demokrasi lainnya. Bagaimana dengan di Indonesia?.
Saya tidak tahu persis apa yang dilakukan oleh kandidat presiden atau kepala daerah yang kalah di tanah air. Setahu saya ucapan selamat dari yang kalah tak pernah terdengar kepada pemenang. Yang ada ungkapan kekecewaan saja. Mungkin meratapi kekalahan dan kerugian dari ongkos yang sudah dikeluarkannya. Padahal kalah menang dalam arena bidang apapun khususnya dunia politik adalah hal biasa. Namun aneh tetapi nyata, ada kandidat yang mengatakan merasa tidak kalah; ”cuma belum berhasil menang”; wah……bahasa yang diperhalus. Di sisi lain ada tumpahan kekecewaan sang kandidat kepala daerah yang kalah terhadap hasil perhitungan. Alasannya karena ada kecurangan dan kesalahan perhitungan. Kalau tidak puas atas hasilnya, tak segan-segan para pendukungnya protes mulai dari yang berkadar lunak sampai yang keras atau anarkis. Termasuk mengancam sang pemenang. Perilaku berikutnya adalah yang kalah sepertinya enggan untuk bertegur sapa dengan yang menang. Datang ke acara silaturahmi keluarga pun malas. Bahkan ke upacara kenegaraan pun bisa jadi tidak akan datang. Lalu dimana letak makna pendidikan politiknya? Mana sifat legowonya?
Ungkapan ikut bersyukur dengan mengucapkan selamat kepada seseorang merupakan fenomena alami dan manusiawi yang tumbuh dari hati yang tulus. Sikap seperti itu patut diacungkan jempol. Dalam Islam kebiasaan memberikan ucapan selamat ini (sepanjang tidak menyalahi aturan syariat) merupakan tradisi yang sangat mulia (shifat al-’ulya) yang dicontohkan oleh Allah Swt sendiri (Al-Hijrah; Al-Hijrah@cide-nsw.net; 14 Syawal 1428 H; Google,26 Oktober 2007). Berikutnya simaklah bagaimana Allah Swt senantiasa memberikan ucapan selamat kepada para hamba-Nya di dalam al-Qur’an. Ia memberikan ucapan selamat kepada hamba-Nya yang taat beribadah kepada-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya : “Rabb mereka memberi ucapan selamat kepada mereka dengan rahmat, keridhaan dan jannah-Nya, dan mereka mendapatkan di dalamnya kesenangan yang abadi.” (Qur’an Surat at-Taubah, 9:21). Demikian pula Allah memberikan ucapan selamat-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang jujur dan selalu mengambil yang terbaik, sebagaimana dalam firman-Nya : “Dan oleh sebab itu sampaikanlah ucapan selamat kepada hamba-hamba-Ku yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti yang terbaik diantaranya.” (Qur’an Surat az-Zumar, 39:17-18).
Dan orang yang paling tinggi derajatnya disisi Allah Swt adalah orang yang paling tinggi perhatiannya kepada saudaranya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw “Dua orang yang saling mencintai karena Allah Swt, maka yang paling tinggi diantara keduanya adalah yang paling kuat cintanya kepada temannya.”Kebalikan dari hal ini, maka Islam pun melarang kita untuk memperlihatkan kegembiraan atas kesusahan orang lain apalagi jika kemudian menyebar-nyebarkan keburukan yang dialami oleh saudaranya tersebut kepada orang lain. Kepada mereka yang berbuat demikian, Allah Swt mengancam dengan azab yang pedih (artinya hal tersebut merupakan perbuatan dosa besar), sebagaimana firman-Nya dalam al-Qur’an : “Sesungguhnya orang-orang yang suka agar perbuatan keji itu tersiar di kalangan orang beriman, maka bagi mereka azab yang pedih di dunia dan akhirat.” (Qur’an Surat an-Nur, 24:19);(Al-Hijrah; Al-Hijrah@cide-nsw.net; 14 Syawal 1428 H; Google,26 Oktober 2007)
November 6, 2008 at 3:21 pm
Ass ww Pak Syafri, sungguh Islam lah yang mengajarkan salam. Tp umatnya saling bunuh, di Irak, Afghanistan, Palestina, di…tanah air! What’s wrong? Syukran ustadz, wass ww.
November 6, 2008 at 8:39 pm
waalaikum salam bung wasidi……ya itulah kalau islam baru dipandang sebagai identitas formal dan sebatas baru pada tingkat paham (kognisi); bukan sebagai sikap perilaku……..belum sampai tingkat penerapan hakiki akan kerahmatan lil alaminnya……tokoh agama atau ulama seharusnya mampu membangun citra islam yang sebenar-benarnya islam…..bukan malah memberi teladan yang ingkar islam……
November 7, 2008 at 12:50 am
Tepat sekali pak Sjafri, apalagi ini hari Jum,at hari yang sangat dinanti karena kita bisa lebih melihat hati, lebih mendengarkan dan mengamininya sehingga muncul sikap legowo, ikhlas dan cara pandang yang selalu positif.
Kita sadar saat ini sebagian besar sedang kesulitan akibat krisis, tetapi diharapkan tetap bisa tersenyum dan mengucapkan terima kasih, syukur dan selalu fastabiqqulqairrat/ berlombalah untuk selalu berbuat baik. Tersenyum dan mengucapkan terima kasih dengan tulus tentunya akan mendorong kepekaan hati sehingga gampang bergetar dan selalu dekat dengan sang Khaliq.
November 7, 2008 at 1:44 am
untuk mengakui sebuah kekalahan bisa jadi merupakan sesuatu yang berat dan tidak terbiasa di budaya kita (Indonesia), apalagi menganggap yang mengalahkan adalah lebih dibawah kita, berarti kalo tdk mau mengakui kekalahan atau memberi ucapan selamat bisa ada unsur kesombongan juga ya pak…
November 7, 2008 at 7:08 am
Sholawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan alam Rosullullah Muhammad SAW artinya ketika Allah pun bersholawat kepada kanjeng nabi ada pelajaran hakekat yang mestinya kita renungkan. Beliau memberikan contoh kepada kita untuk saling bersalam dan berdo’a setiap bertemu. Tulisan Prof lebih dari hkmah khotbah jum’at hari ini filosofis yang mendasar yang mestnya membudaya. kapan prof mengisi khotbah di masjid saya ha ha ha
November 7, 2008 at 9:51 am
Sebenarnya islam adalah salamah.Kental dengan perilaku selamat.Setiap seorang muslim/muslimah melakukan kegiatan seperti hajat syukuran tentang kelahiran anaknya,ulang tahun,pernikahan maka kental dengan iringan selamat dari para sahabat dan kerabatnya.Selamat tentunya mengandung nilai doa.Lalu mengapa ada yang kikir mengucapkan selamat?
November 8, 2008 at 2:56 am
mas rahadi…..betul ucapan terimakasih itu sama maknanya kita memberi simpati pada orang lain…..sekaligus untuk ikut bersyukur atas keberhasilan seseorang….yang jelas seperti memberi senyum itu kan tak mengeluarkan ongkos…. sama artinya dengan sedekah moril……karena telah memberikan kebahagiaan pada orang lain…
November 8, 2008 at 2:59 am
ya bung fajar….lambat laun bisa jadi seperti itu…..tapi saya percaya masih banyak orang yang kalah dalam arena pemilihan ketua organisasi tertentu …..mereka mengucapkan selamat kepada yang menang…..
November 8, 2008 at 3:02 am
betul mas cahyono……teladan kita sebenarnya adalah rasulullah yang setiap kita sholat disebutnya….lalu mengapa masih ada yang ingkar untuk mengucapkan salamah ?…….btw saya belum mampu menjadi khatib masjid….masih belajar….insya allah suatu ketika saya siap…..
November 8, 2008 at 3:05 am
begitulah bung rusli….sebenarnya mereka tahu makna tentang salamah….namun ketika emosi keegoan sentrisnya menjadi panglima perilakunya….semua jadi irrasional…..bukannya kegembiraan melihat lawannya menang namun kekecewaan berat yang muncul……boleh kecewa tapi tak perlu meninggalkan sifat ksatria dalam memberi apresiasi pada orang lain yang lebih unggul…..
November 8, 2008 at 3:22 am
kalah atau menang adalah sesuatu yang harus diterima oleh mereka yang berkompetisi, sepanjang bagi yang kalah telah melakukan usaha maksimal maka mereka tidak perlu terlalu kecewa. kebesaran hati untuk mengakui kehebatan lawan atas diri kita adalah sifat gentelman.boleh jadi seandainya kita yang menang akan membawa bencana dikemudian hari ketimbang dengan lawan kita yang kalah.
November 8, 2008 at 3:32 am
ya bung nadi…..tinggal lagi bagaimana egosentris yang kalah seharusnya dikurangi…..perlu jiwa jujur dan legowo untuk mengakui kemenangan orang lain……
November 8, 2008 at 5:25 am
Kalau siap untuk menang itu banyak yang siap pak, tetapi kalau siap untuk kalah itu yang tidak dimiliki bangsa bermerk Indonesia.
Kalau Islam ajaran Nya tidak diragukan lagi Pak, tetapi kalau memperhatikan kelakuan Muslimnya , wah, wah, wah… Ampun DJ…
Justrlu yang banyak menjalani kehidupan Islami adalah orang-orang non Islam.
Jadi kalau TERLALU ISLAMI itu jelek ya Pak, mungkin lebih baik sedang-sedang saja, Hablum Minallah ekuivalen dengan Hablum Minannas.
Pak saya setuju sekali dengan artikel tulisan Cak Nun yang saya dapat dari rumah Bapak waktu acara buka bersama. Kalau tidak salah judul artikelnya adalah “Gusti Allah tidak Ndeso”.
November 8, 2008 at 11:25 am
Wah banyak yang mengidolakan Obama ya di Indonesia ini.
Apa kabar pak? Sehat?
November 8, 2008 at 2:52 pm
ya bung untung……setahu saya islam tidak mengenal ketentuan adanya istilah perilaku terlalu islami…..islam adalah islam yang diukur dari iman dan takwanya……
November 8, 2008 at 2:54 pm
angga….menguraikan profil atau sesuatu tentang seseorang bukan selalu berarti orang tersebut sebagai idola…..tapi karena ada keunikannya…..btw saya sehat-sehat saja…semoga anda juga…amiiin…
November 8, 2008 at 9:08 pm
Dalam dunia kerja ucapan selamat dari pimpinan biasanya akan memberi semangat dan dorongan bagi karyawannya untuk bekerja dengan semakin baik.Namun dalam kenyataannya belum tentu semua pimpinan mmberi pengakuan berupa penghargaan walau dalam bentuk ucapan selamat kepada karyawan yang telah sukses melaksanakan pekerjaannya.
November 8, 2008 at 11:31 pm
betul mbak kur……manajer seperti itu tidak memahami bahwa bentuk pengakuan tidaklah harus selalu dalam bentuk materi,uang atau karir…….tetapi juga pemberian ucapan selamat atas kinerja karyawan…….
November 17, 2008 at 9:28 am
Dalam konteks dunia kerja, ucapan selamat dari seorang atasan kepada bawahan sebagai sebuah bentuk apresiasi masih jarang kita temukan, padahal secara kausal, hubungan antara atasan dan bawahan adalah hubungan sebagais ebuah tujuan bersama, di dalamnya ada kerjasama dan penghargaan. Dalam teori Maslow pun salah satu aspek penting manusia adalah Penghargaan, dan hal ini yang masih jarang ditemukan dalam dunia kerja. Hubungan kerja yang sifatnya atasan bawahan kadang mengi nterpretasikan hubungan itu sebagai sebuah kaidah baku yang sifatnya formal dan tidak bisa diubah. Secara nyata manajemen pengharegaan dengan memberikan perhatian “kecil” seperti ini sungguh lebih baik artinya bagi iklim kerja dan kondisi kondusif untuk perusahaan dibanding hubungan kerja yang hanya dinilai dalam satuan uang. Banyak cerita pegawai yang loyal bekerja hingga bertahun-tahun di suatu tempat meski penghasilannya kecil ya salah satu faktornya karena ia merasa dihargai disana…
November 17, 2008 at 2:58 pm
ya betul mas odjie….walau ada yang bilang,seperti yang diutarakan jack welch……boleh memberi penghargaan tapi jangan lupa beri juga karyawan uang…….