Apa posisi anda dalam membangun dan memelihara suatu hubungan kerja dengan mitra anda? Sebagai pemberi ataukah penerima? Coba saja suatu waktu anda merenung secara mendalam. Lalu anda mengingat-ingat mana dua pertanyaan yang paling sering anda ajukan kepada orang lain:”apa yang dapat saya perbuat buat anda?”. Ataukah lebih banyak anda bertanya “apa yang dapat anda perbuat untuk saya?”.
Kalau anda dijuluki penerima, itu berarti anda lebih banyak meminta sesuatu dari mitra anda ketimbang memberi. Ini berarti anda memiliki sifat yang amat ”sentris pada aku” dalam menerapkan pendekatan hubungan. Hampir semua aspek, anda minta; bisa berupa gagasan, pendapat, bantuan kerja, bahkan sampai dalam bentuk barang atau uang dari orang lain. Kontak dan jaringan hubungan seperti itu cenderung hanya untuk kemanfaatan dan keuntungan anda semata. Padahal itu sama saja anda telah menambah beban ke orang lain.
Sebaliknya kalau anda pemberi. Anda biasanya proaktif untuk menolong orang lain ketika mitra anda sedang menghadapi masalah. Tanpa diminta pun anda selalu siap membantu. Selalu baikkah sifat seperti itu? Hati-hati, karena anda bisa disebut orang yang royal. Bahkan anda bisa dijuluki altruistik yakni berbuat melulu untuk kepentingan orang lain. Akibatnya akan menciptakan kebergantungan orang lain pada anda. Bahkan kalau tak terkendali, anda merasa menjadi seorang hero. Ujungnya anda bisa bersifat angkuh. Jadi sama buruknya dengan julukan penerima. Lalu sebaiknya seperti apa?
Tujuan membangun hubungan antarsesama kolega kerja adalah terciptanya keharmonisan kerja. Basisnya adalah saling pengertian dan saling mengambil manfaat. Kalau itu terwujud maka berarti dinamika kelompok tercapai. Bersama dalam suka dan duka; demikian yang bisa dianalogikan pada suatu keluarga harmonis. Di situ terjadi saling memberi dan menerima secara seimbang. Atau ada proses timbal balik secara alami. Pertanyaannya, apa ukurannya? Tidak mudah dihitung karena hampir semua aspek hubungan bersifat intangible atau hanya bisa dirasakan. Dalam prakteknya itu sangat bergantung pada bobot setiap aspek hubungan dan derajad kebutuhannya.
Jadi idealnya adalah ketika anda suatu waktu membutuhkan bantuan mitra kerja anda maka jangan lupa di kesempatan lain anda pun harus siap selalu membantu orang lain. Kalau ini terjadi pada setiap anggota kelompok unit kerja maka cenderung setiap masalah yang ada bisa diatasi dengan lancar. Siapapun dia, akan sangat memungkinan menjadi katalis terciptanya suatu hubungan harmonis. Terjadilah apa yang disebut sebagai proses interdependensi yang tulus dan alami. Manfaat kerjasama timbal balik ini akan mampu meningkatkan kinerja individu, kelompok, dan kinerja perusahaan. Disinilah peran manajer menjadi sangat penting dalam membangun dan memelihara keharmonisan hubungan kerja sesama mitra.
November 1, 2008 at 8:26 pm
Ada satu hal yang agak aneh bahwa seseorang tidak mau dibantu walau kita tahu yang bersangkutan sedang mengalami masalah.Padahal ini akan merugikan dirinya terutama dalam hal rendahnya daya konsentrasi pada pekerjaannya.
November 2, 2008 at 12:29 am
Reciprocity dalam hubungan kemitraan sangatlah penting.Hal ini dipandang sebagai suatu sistem yang utuh,Jadi interaksi antarsubsistem karyawan haruslah solid. Untuk itu harus pula didasarkan pada saling pengertian.
November 2, 2008 at 5:43 am
mbak avita….karyawan seperti itu menempatkan harga diri sebagai yang utama…..istilahnya tak mau menyusahkan atau membebani orang lain….padahal beberapa isi budaya organisasi dan budaya kerja hidup adalah kerjasama, empati,kebersamaan,dan mutu kerja…….jadi menghadapi orang seperti ini maka perlu didekati dari hati ke hati……
November 2, 2008 at 5:46 am
betul bung zulkand….selain saling pengertian juga saling menguntungkan dan saling memperkuat atau sinergis……karena itu sosialisasi dan internalisasi budaya organisasi dan budaya kerja di kalangan karyawan manajemen dan non-manajemen menjadi penting…….
November 2, 2008 at 6:45 am
lama gak ngunjungin ne pak,,,hee.he,,,baru templetenya,,,,komentnya .. sebenarnya hubungan itu akan tetap jalan kalau masing masing peranan tetap konit dengan peranannya masing masing…terlebih budaya kerja juga tidak semata mata hanya berujung pada profit semata.iklim keharmonisasian dalam bekerja juga raihan yang tudak mesti untuk dilupakan
November 2, 2008 at 10:15 am
betul bung haris…..istilahnya perlu konsisten atau taatasas plus komitmen……kebersamaan adalah kata kuncinya…….
November 2, 2008 at 1:43 pm
Pengembangan dinamika kelompok merupakan salah satu jalur penting dalam membangun perilaku memberi dan menerima.Lewat dinamika seperti itu para karyawan disadarkan pentingnya saling berbagi,saling memahami, dan saling menguntungkan individu masing-masing.Semua itu agar kinerja individu dan perusahaan mencapai sasarannya.
November 3, 2008 at 10:16 am
kata pak Mario Teguh juga supaya kita jadi pribadi yang menguntungkan orang lain. Dengan menguntungkan orang lain sebetulnya memberi keuntungan pada diri sendiri, kebaikan kita juga kembali pada kita. “Salam Super”
November 3, 2008 at 3:13 pm
sependapat mbak kur……jangan lupa semuanya sangat bergantung juga pada peran manajernya dalam membangun suasana kerja yang nyaman…..
November 3, 2008 at 3:15 pm
ya bung fajar….asalkan jang berlebihan….bisa-bisa kita melupakan diri kita sendiri…..yang penting seimbang……memberi dan menerima……
November 4, 2008 at 9:13 pm
[…] Ulasan ini juga dapat Anda baca di website asli Penulis: HUBUNGAN KERJA: PEMBERI ATAU PENERIMA? […]
November 5, 2008 at 12:36 pm
ok bung avis