Di kalangan para praktisi sumberdaya manusia istilah manajemen sumberdaya manusia (MSDM) Stratejik digunakan secara luas untuk mengisyaratkan adanya pemahaman bahwa kegiatan MSDM yang digunakan seharusnya memberi kontribusi pada terwujudnya bisnis yang efektif. Keterkaitan antara kegiatan MSDM, kebutuhan bisnis, dan efektifitas organisasi adalah inti suatu bidang yang disebut MSDM Stratejik. Dua asumsi yang digunakan dalam MSDM Stratejik adalah: (1) efektifitas MSDM membutuhkan suatu pemahaman tentang pentingnya integrasi MSDM dengan tujuan stratejik organisasi, dan (2) efektifitas MSDM mengarahkan pada perbaikan kinerja organisasi.
Ketika kebijakan dan praktek SDM dipadukan dalam mencapai tujuan stratejik organisasi, sistem dapat digambarkan sebagai suatu integrasi vertikal. Kegiatan-kegiatan tradisi seperti pemberian paket remunirasi dan keuntungan, mengawasi dan mencatat kemajuan karyawan, proses perundingan dengan serikat pekerja, dan mengevaluasi kinerja karyawan tetap dibawah pengelolaan para tenaga profesional SDM.
Kunci dari keberagaman aspek MSDM Stratejik bukanlah karena adanya perubahan dalam kegiatan yang dikenal selama ini sebagai MSDM konvensional. Yang terjadi adalah pergeseran pokok dalam hal pengukuran kefektifan MSDM. Pada MSDM Stratejik, pengukuran efektifitasnya (kebijakan dan praktek SDM) mengandalkan seluruhnya pada standar profesional dan teknis sebagai kriteria utama. Misalnya bagaimana kaitan antara strategi product market dengan kebijakan dan praktek MSDM Stratejik telah mencerminkan tercapainya kinerja bisnis.
Karena inti tujuan dari MSDM Stratejik adalah pencapaian daya saing bisnis maka model MSDM seperti itu sangat membutuhkan program-program pengembangan SDM berbasis kompetensi. Para individu manajemen dan karyawan perlu dikembangkan kompetensinya sesuai dengan tuntutan pasar. Dan untuk itu maka organisasi sepatutnya mampu membentuk dirinya sebagai learning organization dengan segala prinsip-prinsipnya yang antara lain berupa adanya proses pembelajaran secara bersinambung dan setiap keputusan bisnisnya berbasis ilmu pengetahuan.
Sementara itu dalam penerapan kebijakan dan praktek MSDM, organisasi membutuhkan pengembangan pemahaman yang lebih dalam dari konteks keseluruhan dimana organisasi harus berfungsi optimum. Lebih jauh integral vertikal merupakan suatu basis untuk mengkonseptualkan suatu kebijakan dan praktek SDM organisasi sebagai suatu sistem dari banyak elemen. Tujuan dari pengembangan dan praktek SDM adalah membentuk sistem yang koheren. Hal ini sering dinyatakan dalam rangka untuk pencapaian integrasi horisontal diantara kegiatan MSDM Stratejik. Pencapaian integrasi vertikal dan horisontal membutuhkan para profesional yang mampu bekerja secara kemitraan dengan para manajer lini dan karyawan.
Karena itu MSDM Stratejik, dalam prakteknya sangat dicirikan oleh adanya (1) integrasi vertikal, yakni memahami organisasi dan konteksnya; (2) integrasi horisontal, menciptakan sistem msdm yang koheren; (3) menunjukkan keefektifan, menunjukkan bagaimana sistem MSDM mempengaruhi kinerja organisasi; dan (4) kemitraan, para profesional sumberdaya manusia bekerja secara kooperatif dengan manajer lini seperti juga dengan karyawan non-manajemen.
September 9, 2008 at 6:06 pm
Numpang nyampah om…
pie kabare om…..
sehat
semangat trus om
September 10, 2008 at 3:13 am
Yang terjadi dalam praktek,diduga masih banyak perusahaan yang menerapkan manajemen personalia.Apakah hal ini karena turbulensi eksternal dan perlunya visi jangka panjang masih dianggap belum menjadi tantangan?Ataukah karena kompetensi utama perusahaannya masih aman-aman saja menggunakan divisi personalia?
September 10, 2008 at 3:17 am
Prof.tampaknya integrasi vertikal dan horisontal dalam msdm stratejik perlu dikaji lebih mendalam tentang kefektifannya.Artinya seberapa jauh inetgrasi tersebut berpengaruh terhadap kinerja individu dan organisasi.Kemudian elemen dari integrasi mana yang memberi pengaruh signifikan.Thanks
September 10, 2008 at 4:01 am
Pak
Salam salut atas apa yang Bapak lakukan 🙂
Dari MC saat kopdar kala itu 😀
September 10, 2008 at 2:41 pm
baik-baik saja bung chandra….trims…semoga anda juga…..
September 10, 2008 at 2:42 pm
ya bung zulkanda bisa karena visinya, strateginya dan sdmnya……
September 10, 2008 at 2:44 pm
sependapat mbak avita….silakan para akdemisi menelitinya….siapa tahu ditemukan integrasi ala manajemen indonesia…..
September 10, 2008 at 2:45 pm
trims bung achoey…ya saya masih ingat anda sebagai mc yang piawai ketika temu blogger bogor…..
September 10, 2008 at 7:06 pm
Prof Sjafri,
Konsep MSDM stratejik sangat indah dalam tataran teori, tetapi seringkali bermasalah dalam implementasi. Organisasi yang biasa berpikir teknikal (ala manajemen personalia), akan sangat sulit dan tertatih-tatih meretas jalan dan melompat masuk ke aras stratejik. Kebiasaan transaksional yang mendarah daging menyebabkan para kelompok personalia tertancap dalam rutinitas, dan ibarat mobil di malam kelam, hanya memiliki lampu pendek yang menyorot jarak 10 meter ke depan. Manajemen stratejik yang mempunyai kemampuan menyorot lebih dari 50p meter ke depan, adalah suatu “keanehan” dan terkadang absurd bagi anggota klub personalia. Dalam kenyataannya, memang diperlukan kombinasi antara lampu pendek dan lampu panjang tersebut. Seorang pimpinan HRD yang piawai, adalah sopir yang mumpuni dalam menentukan kapan harus pakai lampu pendek (personalia) dan pakai lampu panjang (stratejik). Dalam konteks perusahaan saat ini, peranan kegiatan transaksional sudah diambilalih oleh software dan mesin, sehingga para eksper HRD dibebaskan dari rutinitas dan mampu menjelajah lebih dalam lagi ke ranah stratejik yang mengikutsertakan pemahaman proses bisnis secara holistik dan mengembangkan aktivitas pengembangan strategi SDM yang sesuai dan sejalan dengan strategi organisasi. Pada tahapan inilah, manajemen stratejik SDM dapat berkiprah dan menunjukkan jati diri yang sebenarnya.
Banyak organisasi yang terjebak dalam jargon stratejik, tetapi tindak-tanduknya justru tidak stratejik dan sekedar memoles administrasi personalia dengan sesuatu yang diklaim sebagai manajemen stratejik seperti pendekatan balanced scorecard, dan variantnya seperti performance scorecard dst.
Selamat pagi Prof.
Wassalam,
Iyung
September 10, 2008 at 8:14 pm
terimakasih bung iyung….ulasan anda telah memperkaya artikel ini yang memang cuma sekelumit….dalam konteks ini maka dukung manajemen puncak semakin bermakna….cuma yang jadi soal,manajemen puncak sendiri plus para superordinat belum tentu sudah memahami makna stratejik karena sudan begitu lama pada alam rutinitas…..reformasi memang butuh waktu,tapi perlu…..tentang kombinasi sorot lampu pendek dan panjang memang sifatnya sangat situasional….seperti halnya dalam penerapan gaya kepemimpinan….bisa suatu ketika seseorang menerapkan gaya berorientasi tugas yang dekat dengan gaya otoriter pada karyawan namun di kesempatan lain dia cukup membangun hubungan sosial dan memelihara motivasi….bahkan bisa juga dia menerapkan gaya partisipatif…..