Seorang dokter kalau sedang mendiagnosis kondisi kesehatan seorang pasien hampir pasti akan memeriksa denyut jantung pasiennya. Kemudian dokter mungkin akan memeriksa organ lain dan bertanya tentang segala sesuatu yang menyangkut keluhan sang pasien. Barulah diberikan resep pengobatan dan nasehat seperlunya. Bagaimana kalau di suatu organisasi, khususnya yang menimpa sang pemimpin (boss) di perusahaan? Perlukah diketahui ”debar jantung” sang pemimpin? Misalnya apakah dibutuhkan mengetahui apa yang menggerakkan sang pemimpin sedang emosional di satu sisi dan di sisi lain sedang fit dan gembira?
Sebagai sub-sistem dari suatu organisasi tidak salahnya anda mengetahui apa yang terjadi pada sang pemimpin. Mengetahui kondisi emosi pemimpin dianggap penting dalam rangka membangun suasana pekerjaan yang nyaman. Contohnya, anda sebagai seorang karyawan atau ketua tim kerja baru akan menyampaikan setiap gagasan ketika kondisi emosi sang boss sedang normal dan menyenangkan. Untuk itu perhatian akan kondisi emosi pemimpin biasanya terlihat nyata pada pertemuan atau kegiatan-kegiatan tidak resmi seperti waktu minum teh pagi dan makan siang. Jika diketahui sang pemimpin berada dalam kondisi fit dan gembira, maka anda segera dapat mengatur hubungan dengan boss. Bahkan boleh-boleh saja anda mencoba menggali latar belakang atau alasan sang atasan sedang emosional atau sedang berduka. Dalam kenyataannya memang hal ini tak mudah dilakukan. Kesulitan bisa terjadi karena keseganan anda behubung adanya jarak atau hirarki otoritas dan khawatir anda disebut ingin turut campur dalam masalah personal.
Jika anda kurang merasa yakin dalam mencari informasi tentang debaran jantung boss secara langsung maka anda dapat mendiagnosisnya melalui beberapa hal. Misalnya apa yang membuat atasan anda sedang tertawa lepas? apa pula yang menyebabkan sang boss senang melantunkan sebuah lagu? Walaupun sedang berada di sekitar sub-ordinasinya? Sudah dapat diperkirakan sang pemimpin sedang bersuka cita. Nah kalau tertawa dan senyum relatif sering dilakukan maka bisa anda simpulkan bahwa sang pemimpin orangnya sangat suka dengan hal-hal yang membuatnya gembira. Atau malah anda bisa menyimpulkan sang boss adalah orang yang ramah. Bagaimana kalau sang pemimpin sedang sedih? Sama halnya dengan suasana gembira, suasana sedih pun merupakan fenomena yang bersifat manusiawi. Berarti anda mamahami sang pemimpin sedang mengalami kondisi emosi yang mendalam. Anda cenderung bersimpati dan empati. Dalam situasi seperti itu sudah bisa dipastikan setiap gagasan yang disampaikan kepada atasan anda tidak segera direspon. Anda sendiri sebaiknya tahu diri untuk tidak melakukan hal itu.
Banyak pemimpin yang amat berhati-hati untuk membiarkan orang sekelilingnya mengetahui apa yang sedang terjadi dengan debaran jantungnya. Sang boss bisa jadi bakal tidak senang dan marah karena terluka perasaannya kalau anda ikut campur. Dalam kondisi seperti itu tidaklah bijaksana kalau anda tetap berupaya untuk mengetahui secara langsung suasana bathin sang atasan. Jadi sementara waktu jangan dekati sang boss. Kalau anda ”memaksa” maka kepercayaan yang diberikan kepada anda bakal menurun. Dengan kata lain kontra produktif.
Agustus 1, 2008 at 6:14 am
saya sependapat dengan prof,sebaiknya jauh-jauh dari atasan apabila sedang tidak “mood” bisa terkena effect domino dari angry-nya… :))
Agustus 1, 2008 at 7:50 am
ya bung rido…tapi bukan berarti untuk menjilat…..kalau itu dilakukan sama saja dengan tidak tulus…..
Agustus 1, 2008 at 12:50 pm
Kalau toh karyawan akan menanyakan pada pimpinannya lebih pada basa basi seperti apa kabar pak/bu? atau yang ringan-ringan saja.Hampir-hampir tidak mungkin menggali apalagi mendiagnosis secara mendalam apa yang terjadi pada sang atasannya.Terutama pada aspek-aspek yang sifatnya sangat peka.Kecuali yang bertanya adalah para manajemen yang sangat dekat dengannya.
Agustus 1, 2008 at 2:02 pm
benar bung zulkanda….tidak semua karyawan punya “keberanian” untuk bertanya segala sesuatu yang berkait dengan kondisi bathin atasannya……ada aspek psikologis yang menyebabkan hal itu tidak dilakukan…….kecuali orang yang dianggap sudah sangat dekat,misalnya sekertaris pimpinan……
Agustus 1, 2008 at 4:18 pm
Assalamualaikum, gmn kbrnya prof?maaf baru sempat mampir..
btw,detak jantung bos jangan dilupakan faktor lifestyle prof. Pola kerja atasan yang lebih suka dibelakang meja sehingga kurangnya ROM (Range Of Motion) menyebabkan kerja jantung yang tidak sehat,inilah salah satu faktor pencetus Peny.Jantung Koroner.
Agustus 1, 2008 at 4:24 pm
Jadi seharusnya malah kasihan kalau bos sedang marah2, karena dapat mempercepat perjalanan penyakit.
http://www.sibermedik.wordpress.com
Agustus 2, 2008 at 4:20 am
karena alasan itulah (marah)….sebaiknya orang dekat atasan bisa ikut mengatasinya….lewat menjaga lingkungan kerja agar tetap kondusif…..
Agustus 2, 2008 at 4:23 am
waalaikum salam bung sibermedik…..alhamdulillah sehat-sehat saja….semoga anda pun demikian…..sependapat gaya hidup dapat mempengaruhi kondisi kesehatan bukan saja lahiriah tetapi bathiniah…..
Agustus 2, 2008 at 11:49 pm
Pak,saya kurang yakin apakah karyawan bisa atau perlu mengetahui apa yang dialami atasannya.Masalahnya untuk budaya kita para karyawan sebagai bawahan cenderung sangat segan untuk beratnya pada atasannya.Mereka kelihatannya tak peduli apa yang terjadi pada atasan;mereka yang penting hanya bekerja.Di sisi lain atasan tak serta merta mau menjelaskan segala sesuatu yang menyangkut masalah personal kepada setiap orang.
Agustus 2, 2008 at 11:54 pm
Bisa perlu bisa tidak kalau karyawan ingin mengetahui kondisi emosi atasannya.Itu sangat tergantung pada manfaatnya, kehendak dan sifat keterbukaan atasannya.
Agustus 3, 2008 at 4:28 am
Yang agak sulit mungkin adalah ketika “debaran jantung” si boss yang tidak beres bersumber dari rumah atau tidak dari persoalan perusahaan. Biasanya pendekatannya suka serba salah. Ada yang risih, tapi yang nggak risih terkadang juga tidak mengetahui persis duduk permasalahannya, dan hanya mengetahui secara parsial.
Namun biasanya “obat” yang lumayan mujarab adalah mendinginkan situasi atau minimal tidak menambah beban si boss dan kalau perlu atau kalau bisa ikut meringankan beban si boss di perusahaan……
Agustus 3, 2008 at 1:59 pm
bung johan….kalau saja suatu perusahaan sudah memiliki sense sebagai suatu keluarga besar……tak ada salahnya siapapun bertanya tentang apa yang terjadi pada atasannya atau saling bertanya…..tentunya tidak semua aspek kehidupan…..memang benar masalah kultur dan kebiasaan dapat menjadi unsur penghambat….
Agustus 3, 2008 at 2:00 pm
sependapat bung rusli….dengan kata lain harus proporsional…..
Agustus 3, 2008 at 2:03 pm
ya mas yariNK….kebanyakan yang terjadi adalah risih bertanya apalagi menggali beragam segi yang terjadi pada atasan….bisa-bisa disebut kurang ajar….sependapat yang terpenting bagaimana kalau atasan sedang masalah….tiap karyawan mampu menjaga situasi kerja yang nyaman……tidak terbawa suasana emosional atasannya…..
Agustus 4, 2008 at 10:06 am
Saya lebih suka mempunyai bos yang lebih terbuka sehingga kalau marah atau ada masalah ketahuan, sehingga anak buah bisa mengantisipasi. Namun, apapun, kita juga harus melihat bos sebagai manusia, dan kalau kita dimarahi, yang bukan karena kesalahan kita, sebaiknya jangan ikut panas, cepat atau lambat bos akan sadar bahwa tak sewajarnya marah pada kita. Bos akan berubah sikap, menjadi baik, walau tanpa kata maaf, namun kita sama-sama tahu, bahwa bos sebetulnya ingin minta maaf.
Agustus 4, 2008 at 3:08 pm
ya mbak edratna….konon cerita saya sendiri pernah menjadi boss untuk waktu cukup lama di beberapa jabatan struktural di IPB dan luar IPB….saya sendiri suka merenung ketika baru saja “memarahi” sub-ordinasi….lalu evaluasi diri….dan kalau memang saya yang bersalah maka lalu saya datangi subordinasi atau saya panggil untuk minta maaf pada yang bersangkutan….tetapi anehnya sang bawahan bilang bahwa bukan saya yang salah tetapi dia…..saya melakukan hal itu agar hubungan saya sebagai atasan dengan para subordinasi tidak kaku…..alhamdulillah sampai sekarang saya dengan eks bawahan berhubungan dengan baik sekali…..bahkan menjelang ramadhan nanti semua eks subordinasi akan mancing bersama saya di kebun saya dimana dulunya sering dijadikan tempat kegiatan keluarga karyawan dan pimpinan…