Kalau anda seorang pemimpin; beberapa hal pokok yang perlu dipertanyakan dalam konteks kepemimpinan adalah pertama siapakah anda, lalu apa yang anda perbuat, dan apa hasilnya? Sebagai contoh, kalau pertanyaan di atas sudah terjawab, John C.Maxwell ( The 360 degree Leader, 2005), berpendapat seandainya anda termasuk orang yang berkarakter kuat maka yang anda perbuat adalah bekerja dengan benar dan hasilnya berupa kredibilitas tinggi sebagai seorang pemimpin. Kemudian kalau anda mempunyai kemampuan sebagai pendorong berarti anda akan percaya pada subordinasi dan itu berarti anda memiliki moral tinggi. Contoh lainnya, kalau anda aktif dalam menginspirasi orang lain maka yang anda lakukan adalah memotivasi dan hasilnya berupa aksi atau kegiatan riil.
Kepemimpinan dan kepribadian bukanlah aspek yang terpisah dalam kehidupan seseorang. Seorang pemimpin yang taatasas adalah mereka yang mampu menciptakan kekuatan dalam kehidupan kepribadiannya sekaligus mampu menciptakan kekuatan dalam kepemimpinannya. Seorang pemimpin akan menyesuaikan irama dan langkahnya dengan semua orang yang bekerjasama dengannya. Karena itu selayaknya kalau anda sebagai pemimpin ingin mengetahui beragam determinan yang berkaitan dengan kepribadian anda. Misalnya, perilaku anda akan mencirikan budaya anda. Budaya itu sendiri akan menentukan seberapa jauh anda bersifat atraktif. Beberapa ungkapan agaknya dapat dipakai sebagai bentuk habit (komponen budaya) seorang pemimpin “you are what you talk”; “you are what you eat”; “kerja keras, cerdas, dan ikhlas”. Dengan demikian jika anda ingin menanamkan nilai-nilai pada budaya organisasi maka pertanyaan mendasar adalah apakah perilaku anda dapat diterima oleh semua orang yang ada di dalam organisasi tersebut. Jadi sang pemimpin harus memulai dari dirinya sendiri. Dengan kata lain cara untuk mengubah budaya dalam organisasi adalah dengan mengubah perilaku sang pemimpin itu sendiri.
Bagaimana dengan sikap atau pendirian anda? Pernahkah anda bekerja pada seseorang yang memiliki pendirian “setengah kosong” atau bersifat pesimis? Dalam suasana apapun pasti rekan kerja anda akan selalu bermuram durja. Hal ini sangat berbeda, layaknya seperti siang dan malam, kalau bekerja dengan orang yang optimistis. Istilahnya, orang yang paling bahagia tidak penting memiliki sesuatu yang terbaik. Yang lebih utama adalah membuat sesuatu menjadi yang terbaik. Dalam hal ini sikap anda sebagai seorang pemimpin diposisikan sebagai sebuah thermostat. Jika sikap anda bagus maka suasana kerja akan menyenangkan atau lingkungan kerja bakal nyaman. Sebaliknya jika buruk atau plin-plan maka suhu lingkungan kerja akan sangat memanas atau sangat dingin (tidak bergairah). Dalam kondisi seperti itu tak ada seorang pun mau bekerja dalam lingkungan kerja yang tidak nyaman itu.
Dalam dimensi yang lain, Roy Disney, saudara laki-laki dan mitra Walt Disney, mengatakan bahwa membuat keputusan sesuatu tidaklah sulit sejauh anda sebagai pemimpin mengetahui nilai-nilai yang dimiliki anda. Jadi setiap keputusan yang baik umumnya berdasarkan sistem nilai. Keputusan yang tidak berdasarkan hal itu maka cuma bertahan dalam jangka pendek saja. Misalnya kalau setiap keputusan, anda memasukkan unsur simpati, empati, apresiasi, dan tegas terhadap orang lain maka orang-orang di sekitar anda akan merasa nyaman. Tetapi kalau anda begitu toleran terhadap mutu kerja karyawan yang jelek maka keputusan yang akan diambil oleh karyawan anda akan memiliki mutu yang sangat rendah. Bagaimana dengan karakter anda?
Apakah orang-orang di sekeliling anda mempercayai anda sebagai pemimpin? Apakah orang-orang yang bekerja dengan anda begitu cepat mempercayai anda karena anda memiliki perhatian dan minat tinggi kepada orang-orang itu? Atau apakah mereka bertanya dan menimbang-nimbang maksud dan motif anda ketika mereka mendengar gagasan baru dari anda?. Semua jawaban itu terkait dengan karakter anda. Dimensi karakter anda sebagai seorang pemimpin biasanya menentukan seberapa jauh anda memperoleh kepercayaan dari karyawan atau individu organisasi. Kepercayaan tidak muncul begitu saja ketika anda menjadi seorang pemimpin. Kepercayaan adalah buah dari suatu proses dan muncul setelah lingkungan menguji kepemimpinan anda. Keberhasilan anda dalam bentuk kepercayaan yang diterima sangat ditentukan karakter anda. Karakter yang dimiliki sangat dekat dengan kekuatan anda dalam memiliki etos kerja. Semakin tinggi mutu klarakter plus etika kerja anda, semakin cepat dan tinggi kepercayaan yang bakal anda peroleh.
Juli 30, 2008 at 2:39 pm
Untuk mengenali diri sendiri dalam berbagai aspek yang dikemukakan bapak tidaklah mudah. Bahkan mulai dari pemahaman sampai pengukurannya cenderung sulit.Namun artikel tsb sangat membantu bagi siapapun pemimpin ketika akan mengembangkan mutu kepemimpinannya.
Juli 30, 2008 at 10:32 pm
Saya berpendapat masalah kepercayaan merupakan unsur utama dalam kepemimpinan. Itu sebagai ciri pokok tentang kredibilitas seorang pemimpin. Ketika kepercayaan itu semakin besar ketika itu pulalah para pengikutnya akan semakin setia.Mengapa? karena kepercayaan mengandung arti juga adanya sifat jujur dari sang pemimpin. Sebaliknya kalau ternyata suatu waktu “kejujuran” itu terbukti hanyalah semu,tameng, dan trick saja untuk memperoleh pengaruh maka para pengikutnya akan tidak percaya lagi pada sang pemimpin.
Juli 31, 2008 at 1:28 am
memang benar kepemimpinan harus dipupuk dan dilatih.
Saat ini saya sedang berlatih untuk menjadi pemimpin diri sendiri dulu ah..
Juli 31, 2008 at 1:54 am
Artikel ini seharusnya dibaca oleh para pemimpin dan calon pemimpin nasional 2009. Walau isinya lebih fokus pada organisasi bisnis namun sudah saatnya pula setiap pemimpin memiliki sense of enterpreneurship walau tidak harus menjadi pebisnis. Artinya harus mampu membaca peluang, menjadikan ancaman menjadi peluang,berpola kerja efisiensi, dan siap dengan resiko.
Juli 31, 2008 at 8:43 am
Pak, ada teori yang mengatakan bahwa “a good leader started from a good follower”. Yang menarik adalah, bagaimana memaknai ungkapan tersebut. (1) Secara harfiah, seorang leader yang baik, dulu sewaktu jadi bawahan, dia juga bawahan yang baik, (2) pengertian follower ini disini adalah ‘follow the norms, follow the heart”, etc … Mirip dengan teori principle-centered leadership Steven Covey …
Juli 31, 2008 at 12:52 pm
benar bung riri………banyak sekali rujukan teori tentang kepemimpinan. Salah satunya yang disampaikan Bass’ ( Bass, Bernard (1990). From transactional to transformational leadership: learning to share the vision. Organizational Dynamics, Vol. 18, Issue 3, Winter, 1990, 19-31. Theory of leadership states that there are three basic ways to explain how people become leaders. The first two explain the leadership development for a small number of people. These theories are:
oSome personality traits may lead people naturally into leadership roles. This is the Trait Theory.
oA crisis or important event may cause a person to rise to the occasion, which brings out extraordinary leadership qualities in an ordinary person. This is the Great Events Theory.
oPeople can choose to become leaders. People can learn leadership skills. This is the Transformational Leadership Theory. It is the most widely accepted theory today and the premise on which this guide is based. Hal yang lebih unik lagi terkait dengan uraian anda adalah tentang teori leader-follower. Followership: An Essential Element of Leadership yang ditulis Pat Townsend
and Joan Gebhardt mengatakan “When followers actively contribute, are aware of their function and take personal pride in the art of followership, then the joint purpose of leadership and followership — higher levels of mission accomplishment — is achieved effectively. Professionalism in followership is as important in the military service as professionalism in leadership.”Educating people to help them become productive followers and leaders is an important leadership responsibility. Any thoughtful leader has three top priorities:*Accomplish the mission.*Take care of your people.*Create more leaders.An organization�s senior management must be willing not only to invest money and resources, but also take part in discussions and lead by example. They must come to grips with the continuum from followership to leadership, rather than present the two as opposing concepts across a yawning gap. Otherwise, folks caught on the chasm�s followership side will show no ambition to become leaders. The distance will prove too great for all but the greatest leaps of faith.
Juli 31, 2008 at 12:54 pm
benar bung johan….namun memahami tentang diri sendiri bisa dipelajari dan dipraktekan….memang butuh waktu….kalau berhasil maka itu adalah salah satu komponen dalam mendukung terciptanya keberhasilan seorang pemimpin…..
Juli 31, 2008 at 12:55 pm
sependapat avita….itulah yang terjadi pada bangsa kita……sifat ketidak-jujuran begitu dominannya….
Juli 31, 2008 at 12:57 pm
benar budi….menuju kesuksesan memimpin orang lain…..mulailah dari diri sendiri…..seperti kedisiplinan,istiqomah,kejujuran,kesabaran,dsb…..tak mungkin berhasil dalam memimpin kalau kita sendiri masih payah……
Juli 31, 2008 at 1:01 pm
ya kurnia….sebenarnya sebagian dari pemimpin berlatar belakang bisnis….namun yang dikhawatirkan pebisnis fasilitas penguasa…..jadi tidak murni…..dan sense-nya pun bukan untuk mensejahterakan rakyat tetapi….untuk kantongnya atau perusahaannya sendiri….
Agustus 1, 2008 at 12:45 pm
Pak zaman sekarang agaknya sulit mendapatkan kepemimpinan yang berkepribadian.Kepemimpinan yang ada lebih dekat dengan nepotisme. Karena itu kepemimpinan yang diterapkan lebih bercirikan kepribadian manajemen patrimonial.
Agustus 1, 2008 at 2:04 pm
itulah yang terjadi bung zulkand….seorang pemimpin yang terlalu melindungi anak buahnya,khususnya konco-koconya….model manajemen seperti ini tidak mampu membangun kepemimpinan yang bisa diterima lingkungan….