Tidak bisa dibantah, setiap organisasi untuk mencapai tujuannya memerlukan perencanaan yang baik. Suatu perencanaan yang berisi apa yang akan diproduksikan atau diusahakan, berapa jumlah dengan mutu tertentu akan diproduksi dan dipasarkan, berapa anggaran yang dibutuhkan, bagaimana metode yang digunakan, siapa saja yang dilibatkan dalam proses, siapa segmen pasarnya, dimana pasarnya, dan kapan waktu yang tepat proses bisnis dijalankan. Semakin baik suatu perencanaan dbuat dan dihasilkan semakin besar peluang tujuan organisasi tercapai. Benar bahwa suatu perencanaan untuk mendapatkan pendapatan adalah penting dan bermakna.  Tetapi menyelamatkan pendapatan dan sekaligus kepercayaan pasar akan lebih bermakna. Apa maksudnya dari pernyataan seperti itu?

Dalam  kenyataannya, sekalipun suatu perusahaan yang baik dengan seorang pemimpin perusahaan yang kompeten suatu ketika bisa saja mengalami kesalahan proyeksi dan merugi. Permasalahannya terletak pada komunikasi yang tidak dijalankan dengan baik. Padahal komunikasi dengan semua pihak khususnya para investor, rekanan bisnis, dan pemangku kepentingan internal merupakan kunci memelihara kredibilitas dan kepercayaan. Sebagai contoh apa yang dialami Jacques Nasser dari Ford Motor Company (Dave Ulrich dan Norm Smallwood , 2003, How Leaders Build Value). Dia dipecat ketika Ford mengalami kerugian segera setelah terjadinya perselisihan pahit dengan perusahaan ban mobil Bridgestone/Firestone. Biang keroknya karena Nasser tidak mampu berkomunikasi dengan berbagai pihak secara efektif. Dengan kata lain telah terjadi ingkar janji dalam bertransaksi. Dia tidak mampu menjadi motor dalam membangun hubungan dan kepercayaan. Lalu muncullah kekecewaan di kalangan Ford dan Bridgestone yang mengakibatkan kedua pihak tersebut mengalami kerenggangan hubungan bisnis. Sebenarnya kalau saja hal itu dapat ditanggulangi lebih dini lewat komunikasi sekaligus koordinasi internal yang efektif maka hasilnya pasti lain. Namun sebaliknya, yang terjadi adalah Ford mengalami kerugian besar, pendapatan berkurang, dan kehilangan kepercayaan yang semuanya itu mendorong Ford untuk memecat Nasser.

Membuat dan memelihara janji adalah bentuk nilai intangible dan bukanlah sesuatu yang eksklusif untuk kalangan eksekutif. Tidak masalah dimana posisi seseorang berada. Mereka, misalnya divisi anggaran, produksi dan penjualan perlu diberikan informasi dan koordinasi yang cukup tentang transaksi bisnis yang akan dijalankan oleh perusahaan. Begitu pula divisi IT harus memiliki kredibilitas tinggi agar mampu memberikan pelayanan data dan informasi kepada kalangan mitra bisnisnya. Disinilah seorang pemimpin harus mampu melakukan semuanya itu. Pemimpin haruslah memenuhi harapan-harapan pelanggan. Harapan itu sendiri bermakna janji. Jelas dan wajib dipenuhi.

Jadi tampak bahwa  suatu harapan akan pupus ketika masalah janji transaksi bisnis gagal dipenuhi. Perusahaan akan kehilangan keuntungan dan pendapatan akibat tidak taatasasnya suatu implementasi perencanaan yang sudah disusun dengan baik. Padahal kegagalan tersebut akan dibayar mahal oleh perusahaan. Kredibilitas dan kepercayaan pasar terhadap perusahaan akan berkurang hanya karena ulah seorang pemimpin perusahaan yang tidak mampu memenuhi harapan mitra bisnisnya. Karena itu ada baiknya  pimpinan perusahaan perlu membuat strategi implementasi perencanaan bisnis yang konsisten atau taatasas melalui pendekatan-pendekatan: antara lain merumuskan harapan-harapan bisnis yang realistik, mengembangkan gagasan dan harapan ke tiap lini perusahaan, mengembangkan sistem informasi manajemen, meningkatkan koordinasi dalam rangka pengembangan partisipasi semua individu organisasi, mengambil keputusan tepat ketika terjadi turbulensi,  mengembangkan jejaring kerja dengan mitra bisnis secara efektif, dan  membangun kredibilitas pasar dengan memenuhi janji.