Menurut Technical Advisorry Committee of the CGIAR (TAC-CGIAR, 1988), “pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam”.Ciri-ciri pertanian berkelanjutan:
v Mantap secara ekologis, yang berarti kualitas sumberdaya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara keseluruhan – dari manusia, tanaman, dan hewan sampai organisme tanah ditingkatkan. Dua hal ini akan terpenuhi jika tanah dikelola dan kesehatan tanaman dan hewan serta masyarakat dipertahankan melalui proses biologis (regulasi sendiri). Sumberdaya lokal digunakan secara ramah dan yang dapat diperbaharui.
v Dapat berlanjut secara ekonomis, yang berarti petani mendapat penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan, sesuai dengan tenaga dan biaya yang dikeluarkan, dan dapat melestarikan sumberdaya alam dan meminimalisasikan risiko.
v Adil, yang berarti sumberdaya dan kekuasaan disistribusikan sedemikian rupa sehingga keperluan dasar semua anggota masyarakat dapat terpenuhi dan begitu juga hak mereka dalam penggunaan lahan dan modal yang memadai, dan bantuan teknis terjamin. Masyarakat berkesempatan untuk berperanserta dalam pengambilan keputusan, di lapangan dan di masyarakat.
v Manusiawi, yang berarti bahwa martabat dasar semua makhluk hidup (manusia, tanaman, hewan) dihargai dan menggabungkan nilai kemanusiaan yang mendasar (kepercayaan, kejujuran, harga diri, kerjasama, rasa sayang) dan termasuk menjaga dan memelihara integritas budaya dan spiritual masyarakat.
v Luwes, yang berarti masyarakat desa memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan ubahan kondisi usahatni yang berlangsung terus, misalnya, populasi yang bertambah, kebijakan, permintaan pasar, dll.
Anggap saja sistem pertanian berkelanjutan dipandang sebagai suatu paradigma ilmu. Sistem pertanian berkelanjutan sebagai paradigma ilmu membuat khalayak yang mempercayainya hendaknya (a) mengetahui apa yang harus dipelajarinya, (b) apa saja pernyataan-pernyataan yang harus diungkapkan, dan (c) kaidah-kaidah apa saja yang harus dipakai dalam menafsirkan semua jawaban atas fenomena pertanian berkelanjutan. Dalam perspektif falsafah ilmu berikutnya, suatu paradigma ilmu pada hakekatnya mengharuskan ilmuwan untuk mencari jawaban atas suatu pertanyaan mendasar yaitu bagaimana, apa dan untuk apa.
Tiga pertanyaan di atas dirumuskan menjadi beberapa dimensi yaitu:
(a) dimensi ontologis yaitu apa sebenarnya hakikat dari sesuatu kejadian alam dan sosial ekonomi masyarakat yang dapat diketahuinya atau apa hakikat dari setiap kejadian di sektor pertanian dan sistem pertanian berkelanjutan pertanian selama ini ditinjau sebagai ilmu; mengapa terjadi kerusakan lingkungan; bagaimana hubungan degradasi tersebut dengan sistem nilai masyarakat dan sistem nilai suatu kebijakan pembangunan; bagaimana sektor pertanian di Indonesia dinilai terpinggirkan ketimbang kebijakan industri manufaktur, sehingga terjadi transformasi struktural semu; dsb,
(b) dimensi epistemologis yaitu apa sebenarnya hakikat hubungan antara pencari ilmu khususnya di bidang pertanian dengan fenomena obyek yang ditemukannya; bagaimana prosedurnya; hal-hal apa yang seharusnya diperhatikan untuk memperoleh pengetahuan tentang sistem pertanian berkelanjutan yang benar; apa kriteria benar itu; tehnik dan sarana apa untuk mendapatkan pengetahuan sistem pertanian berkelanjutan sebagai suatu ilmu,
(c) dimensi axiologis yaitu seberapa jauh peran sistem nilai dalam suatu penelitian tentang sistem pertanian berkelanjutan; untuk apa mengetahui sistem pertanian berkelanjutan; bagaimana menentukan obyek dan tehnik prosedural suatu telaahan sistem pertanian berkelanjutan dengan mempertimbangkan kaidah moral atau profesional;
(d) dimensi retorik yaitu apa bahasa yang digunakan dalam penelitian sistem pertanian berkelanjutan; bagaimana dengan bahasa yang dipakai sebagai alat berpikir dan sekaligus menjadi alat komunikasi yang berfungsi untuk menyampaikan jalan pikirannya kepada orang lain; bahasa yang dipakai seharusnya sebagai sarana ilmiah dan tentunya obyektif namun menafikan kecenderungan sifat emotif dan afektif;
(e) dimensi metodologis yaitu bagaimana cara atau metodologi yang dipakai dalam menemukan kebenaran suatu ilmu pengetahuan sistem pertanian kaitannya dengan fenomena pertanian berkelanjutan; apakah deduktif atau induktif; monodisiplin, multidisiplin dan interdisiplin; kuantitatif atau kualitatif atau kombinasi keduanya; penelitian dasar atau terapan.Berkaitan pula dengan sistem pertanian berkelanjutan, khususnya bagi yang berminat dalam kegiatan penelitian, diperlukan penerapan metodologi program penelitian.
Meminjam pendapat Imre Lakatos dalam Mohammad Muslih (2005), ada tiga elemen yang harus diketahui dalam program penelitian.
o Pertama adalah inti pokok yaitu asumsi-asumsi dasar yang menjadi ciri dari penelitian berbagai aspek yang terkait dengan sistem pertanian berkelanjutan.Kedudukannya sebagai dasar di atas elemen lain yang dicerminkan sebagai hipotesis umum dan kerangka teoretis yang bersifat umum. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul adalah seperti mengapa dan bagaimana timbulnya masalah degradasi lingkungan dan degradasi sosial ekonomi pertanian serta bagaimana peran masyarakat dalam kerusakan lingkungan fisik dan sosial-ekonomi (eksternalitas negatif) yang kemudian dijawab sementara dalam bentuk hipotesis berdasarkan teori dan empirik.
o Kedua adalah sebagai lingkaran pelindung yang terdiri dari beberapa hipotesis awal atas terjadinya fenomena di sektor pertanian. Kedudukannya sebagai pelengkap inti pokok agar penelitian tentang pertanian mampu menerangkan dan meramalkan setiap fenomena pertanian berkelanjutan yang nyata. Disini sudah dimunculkan perlakuan bagaimana mengembangkan beragam varian yang kompleks dari suatu sistem pertanian, bagaimana memodifikasinya. Namun teori yang dipakai sebagai suatu struktur yang koheren dapat tetap terbuka untuk dikembangkan. Artinya penelitian sistem pertanian berkelanjutan tidak selalu berlangsung sekali jadi tetapi terbuka untuk penelitian lanjutan.
o Ketiga adalah serangkaian teori yaitu keterkaitan antara teori yang satu dengan teori lainnya. Penelitian tentang sistem pertanian berkelanjutan seharusnya dinilai dari serangkaian teori. Karena ciri fenomena pertanian berkelanjutan yang begitu kompleksnya maka dalam penelitian ini sudah dapat diduga teori yang digunakan meliputi antara lain teori ekonomimakro, ekonomimikro, teori ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan, teori ekonomi produksi, teori perilaku konsumen, teori kebijakan lingkungan, kebijakan pertanian, teori ekonomi ketenagakerjaan, sosiologi, antropologi, ekologi manusia, kelembagaan dsb.
Sumber: Tb Sjafri Mangkuprawira,2007, bahan kuliah Filsafat Sains Mahasiswa Doktor Program Ekonomi Pertanian IPB,Kelas Khusus.
Februari 24, 2008 at 8:22 am
Prof saya mau tanya,tiap tahun indonesia mencetak sarjana pertanian berapa siy? misal 200sarjana pertahun,kenapa masalah pertanian negeri ini tak kunjung usai?malu rasanya kalau tau apa yang kita makan kebanyakan bukan hasil alam tanah air ini..rasanya seperti tdk punya harga diri sampai harus impor makanan pokok (beras,kdelai,susu,dsb)..
Februari 24, 2008 at 8:27 am
kita selalu berkutat pada ekonomi non realistik macam valas n saham..padahal kekayaan alam kita yg notabene ekonomi vital (tambg,mnyak,air) dkuasai asing (aqua danone,mnyak shell exon,tmbg freport newmont)..dan parahnya,memarjinalkan petani..lalu kemana para sarjana pertanian kita?
Februari 24, 2008 at 11:49 pm
mas siber,….lulusan sarjana pertanian lebih dari 200 orang pertahun…… kondisi pertanian seperti sekarang ini seharusnya tidak terpuruk kalau melihat jumlah lulusan pertanian yang diperkirakan sekitar 2000an pertahun…….namun pertanyaannya apakah keberhasilan pertanian semata-mata bergantung pada sarjana pertanian?….tidak juga…….keberhasilannya sangat bergantung pada komitmen pemerintah dalam memihak pada pertanian-petani marjinal,pembangunan infrasrtuktur, penyediaan kredit pertanian, tersedianya teknologi,dsb…….ternyata masih belum ada kebijakan yang jelas-jelas fokus pada pembangunan pertanian yang holistik……revitalisasi pertanian yang dideklarasikan pemerintah tahun 2005 masih jauh dari harapan…….
Februari 25, 2008 at 12:02 am
mas siber…sarjana pertanian tidak kemana-mana….ya sejauh mungkin bergerak di bidangnya…….namun saya prihatin walau sarjana pertanian semakin banyak namun pertumbuhan pertanian masih terseok-seok……..sama saja semakin banyak dokter yang dihasilkan namun kondisi kesehatan belum semakin baik terutama di kalangan marjinal……begitu pula semakin banyak ahli hukum kok korupsi semakin marak….nah yang satu ini…semakin banyak ahli ekonomi yang diluluskan ternyata kondisi ekonomi mikro tidak semakin bagus……..dan semakin banyak ahli teknik sipil dan planologi maka tidak menjamin jalan dan bangunan dam air bakal kokoh…..begitu pula semakin banyak ahli ilmu sosial-politik….ternyata konflik sosial tidak otomatis reda………selain itu telah banyak lulusan guru bergelar sarjana tetapi kok mutu lulusan sma dan smp masih di bawah standar?……..dstdstdst……adakah kita mempertanyakan apa sebenarnya kontribusi mereka selama ini?……..jangan salahkan mereka kalau kebijakan pembangunan nasional kita masih payah……..tidak holistik,tidak fokus pada pengembangan sumberdaya manusia,tidak komprehensif dsb,…….namun saya masih optimis…..karena itulah berbuat terbaik yang dimulai dari kita masing-masing secara gradual insya allah akan mengatasi semua masalah bangsa…….
Februari 27, 2008 at 2:59 pm
Visi tentang pertanian bekelanjutan memang masih belum menjadi aminan dalam kebijakan pertanian kita, bukan lantas menjadi pesimis, namun perkembangan gerakan petani dan beberapa pemangku kepentingan memang mengamini bahwa konsep pertanian berkelanjutan hendaknya didorong untuk menjadi bingkai dalam konsep pembangunan dunia pertanian di bangsa ini, selamat berkarya menuju “pertanian yang berkelanjutan” dari langkah yang terkecil anda…….
Februari 27, 2008 at 3:11 pm
benar mas chris….sependapat…..trims
April 5, 2008 at 8:24 am
di negeri ini banyak sarjana prof, tapi ga ada yang mampu memahami potensi alam yang ada. Sia-sia saja banyak pendidikan namun tidak mampu menelurkan generasi yang mampu berpikir dengan mendalam dan hakekat ilmu yang sudah di dapat. Hanya ada satu solusi yaitu pendidikan berbasis realitas dan pemahaman pada tujuan hidup di bumi ini. SEmoga kita menjadi bagian yang tidak sia-sia. wassslm.
April 5, 2008 at 10:40 pm
henry……terimakasih masukannya….bukannya ngga ada yang mampu dalam artian skill….namun sering kurang diberi kesempatan….misalnya dalam pembiayaan oleh perbankan…..dan program investasi yang dikembangkan pemerintah belum maksimum….lalu terjadilah kegagalan pasar kerja atau pengangguran dikalngan sarjana……ini merupakan cerminan terjadinya mislink dan mismatch antara dunia pendidikan dan dunia usaha…..
April 9, 2008 at 6:55 pm
tulisan yang bagus dan menarik, semakin menambah informasi dan lebih mengembangkan wawasan,
April 9, 2008 at 8:22 pm
trims cds……saya sudah buka blog anda……terus menulis
Mei 12, 2008 at 3:25 am
Saya sangat sepakat dengan konsep pemberdayaan pertanian berkelanjutan,, tapi saya mau nanya efektifitasnya bagaiman…?
saya punya organisasi petani yang mau mengaplikasikan pertanian berkelanjutan, mohon saya diberi pengetahuan lagi
Mei 12, 2008 at 11:52 am
ya bung zaman….kalau dilihat dari nilai tukar petani yang terus menurun dan parahnya lingkungan karena banyak terjadinya penjarahan hutan tak terkendali….pembangunan pertanian berkelanjutan di indonesia belum efektif……
Januari 18, 2009 at 5:31 pm
Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan akibat tangan-tangan manusia….!
Januari 19, 2009 at 2:47 am
mbak heny….semoga bangsa kita makin sadar akan peringatan itu…….dan perlu berbuat nyata menghindarinya…….
Februari 12, 2009 at 6:28 am
hallooooo.. artikelnya bagus2 yhnks ya atas info nya…
Februari 13, 2009 at 11:32 pm
mas ricky…terimakasih telah mampir…..
Juni 18, 2009 at 3:53 pm
Thank Prof, atas artikel bagus, saya kebetulan mengambil TA judul “pengelolaan sumberdaya perdesaan berkelanjutan”
judul buku saya baca:
Strategi penghidupan dimasa krisis
Sistem pertanian berkelanjutan
menurut saya kita harus belajar dari desa dalam hal sektor pertanian sebagai salah satu ketahanan pangan nasional….
Juni 22, 2009 at 6:31 pm
betul evin…pertanian sebagai sektor memimpin…sehrusnya pembangunan eknonomi ini berbasis pertanian berkelanjutan….
Maret 1, 2010 at 6:17 am
pak, sebernarnya pertanian berkelanjutan itu dasaer hukumnya apa? hanya merupakan suatu kebijakan pemerintah apa sudah ada legitimasinya?
terima kasih…
Maret 5, 2010 at 11:16 pm
andri…itu adalah model pembangunan pertanian….merupakan derivasi dari pembangunan berkelanjutan….tak ada dasar hukum positifnya….hanya sebagai suatu kebijakan setiap negara….
Oktober 22, 2010 at 1:07 am
pak,apakah sustanable agriculture akan mampu menuntaskan persoalan akibat pertanian modern?
trimakasih ya pak
Oktober 23, 2010 at 10:38 pm
dianty…sustainable agriculture termasuk yang seharusnya dapat dilakukan oleh bentuk pertanian apapun termasuk yg modern…
Juni 21, 2012 at 3:56 pm
pak, apakah bangsa ini bisa secara baik menerapkan pertanian berkelanjutan? (disesuaikan dgn kenyataanya)
Juni 23, 2012 at 10:38 pm
mas padran…bisa kalau tersedia anggaran yg cukup dan kontinyu…serta
dilakukan secara fokus dan terencana dan pendekatan parisipasi seluruh komponnen petani…
Agustus 8, 2012 at 2:16 pm
Pertanian berkelanjutan itu bila dimulai dari dasar akan sangat berarti. Jika harus menunggu peran serta pemerintah dalam menangani secara penuh masalah pertanian Indonesia akan sangat lama dan cenderung akan selalu timbul konflik multi dimensi. Mengenai keterkaitan antara banyaknya lulusan perguruan tinggi di bidang pertanian tidak selalu berpengaruh secara signifikan sebab tidak semua universitas mempunyai orientasi pembangunan masyarakat pertanian marjinal dalam kurikulum mereka yang mengacu pada visi PT.
Agustus 20, 2012 at 1:48 am
ya manru…harus dilihat secara multidimensi…tidak parsial…
Agustus 10, 2012 at 2:59 am
saya sepakat dengan bapak, bahwa maju mundurnya dunia pertanian bukan hanya tanggung jawab sarjana pertanian. tetapi siapapun. karna pada kenyataannya tidak sedikit sarjana pertanian yg justru malah akhirnya bekerja dibidang lainnya……… karna image yang timbul di masyarakat saat ini menjadi seorang petani bukanlah suatu title yang mentereng dan dianggap kurang bahkan tidak menjajikan.sehingga tidak banyak yang melirik.
selain itu keberpihakan pemerintah terhadap petani – pertanian pun masih belum ada. pemerintah hanya memandang dari sisi ekonomisnya saja tanpa mengindahkan sisi sosiokultural masyarakat pertanian. yang mengakibatkan semakin terkikisnya kearifan lokal masyarakat yang ada. seandainya pemerintah benar2 ingin membangun pertanian di indonesia menurut hemat saya pemerintah seharusnya tidak hanya membangun permukaannya saja akan tetapi lebih dalam lagi yaitu dengan menguatkan kembali modal sosial masyarakat, sehingga masyarakat mampu berdiri dengan kokoh dengan sendirinya, pemerintah hanya tinggal memfasilitasi. karna tidak sedikit program2 dari dinas pertanian untuk petani yang akhirnya hanya menjadi euforia sesaat saja karna kurangnya penanaman nilai serta pemahaman kepada masyarakat mengenai sebuah program yg sedang dilaksanakan. akibatnya petani yang akhirnya menjadi korban dari kebijakan yang ada.
Agustus 20, 2012 at 1:45 am
terimakasih rida…atas tambahan uraiannya yg padat makna…
Januari 30, 2013 at 3:31 pm
pertanian berkelanjutan perlu digalakkan menjadi gerakan nasional utk mendukung terwujudnya ketahanan pangan terutama untuk bangsa agraris, semoga pertanian makin mendapat perhatian dr pemerintah, makasih atas tulisanx prof. ditunggu tulisan berikutx…majulah petani pejuang pangan
November 17, 2014 at 3:29 am
terkait dengan pertanian berkelanjutan, kita harus bekerja secara holistik dalam artian tiodak menjadi tanggung jawab oleh satu pihak…..yg menjadi kelemahan kita di Negeri yang kita cintai ini adalah melakukan usaha peningkatan kesejatraan secara individu dengan jln fasilitas umum.