Minggu, November 25th, 2007


Gatek akronim dari gagap teknologi, misalnya dalam menghadapi perkembangan teknologi maju komputer dan ponsel, bisa terjadi pada siapapun termasuk para ilmuwan. Mereka cenderung agak resisten dan masih begitu setia dengan alat manual seperti mesin tik. Mereka tidak mau menggunakan komputer dengan segala programnya yang terkesan rumit. Kalau toh diperlukan dengan mudahnya meminta orang lain yang ahli untuk membantunya. Beres sudah! .Begitu juga penggunaan ponsel hanya untuk berkomunikasi lisan dan mengirim pesan singkat saja kepada seseorang. Tanpa harus buka sana sini program yang ada. Apalagi digunakan untuk internet dan ngolah data. Pusing, katanya.

Di sisi lain gatek bisa menimbulkan stres kalau di beberapa unit di tempat bekerja pimpinan mengharuskan setiap karyawannya menggunakan teknologi baru komputer. Padahal komputer mampu untuk meningkatkan mutu fungsi organisasi dengan efisien, seperti dalam manajemen rekrutmen dan seleksi, pengolahan dan analisis data, manajemen kompensasi,  manajemen promosi, dan manajemen kinerja. Bagi mereka yang tidak terbiasa dan yang berusia relatif sudah tua, komputer menjadi ancaman perasaan. Begitu juga bisa terjadi pada karyawan yang berpendidikan relatif rendah dan belum berpengalaman cukup dalam menggunakan komputer. Ada semacam rasa gelisah apakah dia mampu mengoperasionalkannya ataukah tidak. Hal ini wajar karena merubah kebiasaan yang rutin manual ke situasi baru yang dinamis memerlukan kesiapan mental tinggi dan waktu yang cukup. Kalau tidak,  mereka akan terus menerus tertekan oleh adanya perilaku kerja berbasis teknologi maju.

Stres akibat penggunaan komputer dari mereka yang belum trampil akan bertambah yakni adanya kekhawatiran posisinya akan diganti oleh mesin komputer. Atau dengan kata lain akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Padahal tidak demikian. Komputer hanyalah alat saja. Yang jauh terpenting apakah perusahaan sudah mempersiapkan penerapan teknologi baru tanpa harus terjadinya PHK. Intinya bagaimana memanusiawikan pekerjaan teknologi.

Stres juga bisa diperkecil dengan pendekatan AIDA. Teknik itu adalah bagaimana perusahaan perlu mengembangkan cara-cara introduksi komputer melalui peningkatan kesadaran (awarenes), minat (interest), keinginan menggebu-gebu (desire), dan aksi (action) di kalangan karyawannya. Untuk itu diperlukan program sosialisasi melalui penerangan dan penyuluhan. Kemudian dterapkan program internalisasi para karyawan melalui  pelatihan berbasis praktek dan kompetensi. Selanjutnya secara bertahap di setiap unit dikembangkan komputerisasi dengan supervisi dari yang akhlinya. Secara gradual yang pada awalnya terjadi tingkat kesulitan psikologis yang lumayan besar akan menjadi berkurang.  Pada gilirannya komputer bakal menjadi kebutuhan hampir semua karyawan.  

Pernahkah anda merasa tidak senang dengan lingkungan kerja bahkan mengalami panik berat? Saya  percaya setiap orang pernah mengalaminya. Yang membedakan hanyalah derajatnya saja. Misalnya menghadapi beban kerja berlebihan dimana anda tak mampu melakukannya. Bentuknya mulai dari kecemasan tentang kemampuan untuk bekerja dengan baik dan diterima oleh lingkungan kerja utamanya oleh pimpinan sampai pada kecemasan sebagai suatu kebiasan buruk. Karena kegagalan atau ketidakmampuan bekerja standar saja anda cemas. Kalau kondisinya buruk, gejala seperti itu akan berkembang menjadi fobia terhadap setiap pekerjaan yang diberikan pada anda dan terhadap lingkungan kerja. Termasuk di antaranya adalah fobia sosial,misalnya ketemu dengan rekan kerja apalagi dengan pimpinan anda.Pokoknya anda termasuk golongan yang mudah panik berat atau stres.

Ketika anda merasa cemas dan tidak tahu apa faktor penyebabnya biasanya akan timbul perasaan  panik berat.Dalam situasi sangat panik tersebut anda bisa jadi akan gugup,detak jantung semakin cepat, tangan gemetar, dan keluar keringat dingin. Segera, kecemasan anda terasa semakin besar dan tak terkendali. Lalu anda biasanya cepat-cepat menyendiri ke suatu tempat. Seara emosional anda mungkin berteriak atau menggerutu dengan kata-kata ”mengapa semua ini bisa terjadi?; apa salahku? mengapa orang lainnya seperti mengejekku? kalau begini sebaiknya aku pindah tempat pekerjaan saja”.

Kecemasan seperti itu bisa saja akan terulang lagi di tempat kerja baru. Bisa saja jadi anda tiba-tiba merasa cemas di tempat kerja yang baru  ketika masuk ke ruang kerja. Pasalnya karena anda  selalu mengingat-ngingat masa lalu dimana anda pernah gagal karena beban kerja berlebihan. Padahal di tempat yang baru bebannya lebih ringan. Sepertinya kecemasan anda sudah terkondisikan.

Nah kalau anda sedang menghadapi kecemasan kerja sebaiknya jangan membiarkannya.  Jangan coba-coba disembunyikan apalagi dipelihara. Kontra poduktif!. Anda sebaiknya segera  mengakui  ada yang salah dalam diri anda. Adukanlah semuanya kepada Allah dan minta jalan keluarnya. Upayakanlah relaksasi, meditasi dan berjanjilah anda akan mengabaikan hal-hal yang sensitif yang mengakibatkan anda mudah cemas. Dan harus percaya diri bahwa anda akan mampu mengatasi setiap kecemasan. Selain itu  bicaralah secara terbuka dengan rekan kerja, tutor, atau manajer anda. Ungkapkanlah apa yang anda alami. Dengan dialog yang padat empati, semangat kerja anda akan mulai tumbuh kembali.