Setiap pemimpin organisasi seperti perusahaan, entah setiap tahun atau semester atau bahkan tiap bulan, cenderung selalu ingin mengetahui tingkat kemajuan perusahaannya. Kemajuan itu dilihat dari berbagai segi yang disebut Indikator  Kinerja Utama (IKU) atau Key Performance Indicators (KPI). IKU bisa berupa ukuran finansial dan non-finansial. Kalau ukuran finansial kita mengenal apa yang disebut dengan total balanced scorecard (BSC). Dengan BSC memungkinkan perusahaan untuk mengaitkan strategi perusahaan dengan proses dan outputnya dengan menggunakan IKU. BSC dapat digunakan untuk memantau pencapaian strategi perusahaan tersebut dilihat dari perspektif finansial, pelanggan, prospek bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Sementara dalam ukuran non-finansial dikenal ada yang disebut Personal Balanced Scorecard (PBSC; Hubert K.Rampersad; PPM, 2006). Teknik ini merupakan bagian integral dari BSC. Contoh penggunaan teknik ini adalah bagaimana perubahan perilaku individu berpengaruh pada efektivitas organisasi, peningkatan kinerja, dan peningkatan kesadaran diri.  

IKU akan berbeda bergantung pada jenis, sifat, tujuan dan strategi dari organisasi.  Keberhasilan lembaga pendidikan tinggi dapat diukur antara lain dari jumlah yang lulus, indeks prestasi akademik, dan berapa lulusan yang dapat diserap pasar kerja. Begitu pula dapat dilihat dari jumlah hasil penelitian yang sudah berupa paten, dan berapa jurnal pertahunnya, tingkat akreditasi nasional, dan  peringkat perguruan tinggi kelas dunia. Sementara di dunia bisnis dapat dilihat antara lain dari perkembangan kinerja karyawan, produksi, omzet penjualan, dan keuntungan persatuan waktu.

Ada kata kunci untuk mengidentifikasi IKU yakni; memiliki proses bisnis; tujuan yang jelas dari proses bisnis; ada ukuran kuantitatif dan kualitatif dari hasil dan dibandingkan dengan tujuan; investigasi unsur-unsur yang mempengaruhi tujuan. Dalam mengindentifikasi IKU maka tujuan yang ingin dicapai harus memiliki ciri-ciri spesifik, terukur, dapat dicapai, orientasi hasil atau relevan, dan ada batasan waktu. Seperti halnya IKU pada umumnya, untuk ukuran kinerja sumberdaya manusia (SDM) juga memiliki empat kategori yaitu:

(1) indikator kuantitatif yang mengindikasikan jumlah atau angka contohnya berupa angka tingkat keluar masuk karyawan; dan produktivitas karyawan.

(2) indikator praktis yang mengindikasi proses yang sedang berjalan; contohnya berupa nilai investasi sumberdaya manusia dan jumlah hari pelatihan bagi karyawan.

(3) indikator sinyal yang secara spesifik menunjukkan gambaran  apakah perusahaan sedang maju atau sebaliknya; contohnya besarnya pertumbuhan produktivitas karyawan pertahun selama lima tahun terakhir.

(4)  indikator yang menunjukkan efek suatu kendali perusahaan terhadap perubahan; contohnya pengaruh pelatihan terhadap pengetahuan, sikap, dan ketrampilan karyawan; pengaruh peningkatan motivasi terhadap kinerja karyawan dan pengaruh teknologi terhadap produktivitas karyawan.

IKU juga dapat digolongkan menjadi tiga indikator yakni:

(1) indikator absolut, contohnya produktifitas karyawan dan revenue perusahaan  perkaryawan dalam waktu tertentu.

(2)  indikator relatif, contohnya persentase karyawan bermotivasi tinggi, persentase karyawan berpendidikan tinggi, dan persentase biaya pelatihan terhadap revenue perusahaan.

(3)  indikator tertimbang, contohnya produktifitas karyawan berdasarkan unsur kontrol pada periode dan kondisi inflasi tertentu.

IKU banyak digunakan untuk membantu perusahaan mengetahui tingkat perkembangan dan merumuskan langkah-langkah pelaksanaan kegiatan di masa depan. Sebagai ukuran penting yang terukur, IKU  bisa dipakai dalam membuat arah tujuan,  bisa digunakan untuk patok duga IKU, menentukan target dan kerangka waktu.Dalam prakteknya mengukur IKU sering menghadapi kesulitan terutama yang berkait dengan segala sesuatu yang bersifat intangible (tak berwujud). Misalnya manfaat dari pengembangan kepemimpinan, manfaat karyawan bermoral, produk jasa, dan tingkat kepuasan. Namun dengan pendekatan atau pengukuran dari data ordinal atau pendekatan persepsi, misalnya dengan menerapkan skala likert, dapat diperoleh IKU. Misalnya  karyawan dapat dikelompokkan sesuai dengan angka selang skor; tingkat motivasi sangat rendah sampai sangat tinggi.

Beberapa perusahaan mungkin akan mengalami masalah yaitu enggan menggunakan teknik IKU karena pelaksanaannya tidak mudah. Misalnya karena kurangnya para ahli dalam mengukur kinerja; kesulitan mengukur perubahan kepuasan kerja karyawan yang cenderung fluktuatif; dan bisa jadi sangat mahal. Selain itu IKU memiliki  keterbatatasan yakni tidak mudah selalu diubah kalau IKU menjadi patokan untuk menganalisis secara time series. Padahal kondisi eksternal tidak selalu memiliki kepastian yang stabil. Biasanya IKU dipakai untuk  pertimbangan jangka panjang. Perubahan indikator kinerja bisa jadi karena berubahnya tujuan perusahaan.

Penggunaan IKU dikatakan ”bagus”, apapun indikator yang digunakan itu haruslah mencerminkan tujuan dari perusahaan; dan sebagai kunci keberhasilan dan harus terukur. Mengukur kinerja suatu perusahaan untuk menentukan secara obyektif apa yang sedang dikerjakan dan mana yang tidak. IKU merupakan suatu perhitungan yang mempertimbangkan hal-hal pkok untuk mengetahui kesehatan organisasi. Dengan IKU, perusahaan didorong untuk memantau apa yang sedang dikerjakan dan mengembangkan target untuk mencapai perbaikan. Selain itu dapat digunakan untuk membangun garis dasar kinerja, patok duga, dan mencatat perubahan kemajuan perusahaan dari waktu ke waktu.